Lampu-lampu gemerlap dan musik yang bertendum-tendum. Entah badai mengamuk di luar ruanga, atau panas embara membakar jalanan, tidak menyurutkan Jeonggk untuk menari. Menjual keluwesan tubuhnya untuk dimiliki musik di atas panggung. Di antara lampu yang berkelap-kelip, atau musik yang mengalun berganti-ganti genre. Jeongguk memiliki dunia sendiri ketika berada di atas panggung. Kecintaannya;
Sama halnya dengan jepretan kamera Taehyung. Tidak peduli secepat apapun dunia mengabur dalam pandnagannya. Tidak peduli seberapa bising dunia menciptakan suara. Kamera Taehyung menjadi fokus mata memandang. Jepretannya elok, serupa bisikan orang-orang yang memuja keindahan fisiknya. Menjual jiwa untuk mencebur dalam dunia fotografi; Taehyung mengabdikan diri sepenuhnya. Tidak, ia tidak mencari apapun selain menggeluti keindahan dunia dari lensa kameranya. Kecintaannya;
Mungkin semesta pernah menjadi sebegitu bercanda, bagaimana Taaehyung mengabdi pada pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya untuk mengabdikan momen pada sebuah perayaan. Kala itulah, Taehyung menangkap sosok Jeongguk dari lensanya. Terpana, sebab kali pertama ia menemukan sesuatu yang lebih indah daripada pemandangan. Jeongguk yang sedang mengabdi pada musik, menarikan setiap nada dengan gerakan yang rumit—yang tidak dimengerti Taehyung.
Jeongguk juga tahu, bahwa lelaki yang memegang kamera dengan wajah serius dan alis tebal menukik tajam itu mengganggu atensinya. Jeongguk paham betul soal orientasi seksualnya, itulah mengapa ketika melihat Taehyung; ada desir aneh memenuhi rongga dada Jeongguk. Lelaki itu, matanya meihat dengan lensa kamera.
Semesta mungkin bercanda; tapi hari itu Taehyung dan Jeongguk bertemu tanpa pernah merasa tidak sengaja.
Jika malam-malam merenggut Jeongguk dalam genggaman panggung, irama musik dan gempita tepuk tangan. Maka mungkin ia melepas lelah dengan Taehyung. Sesungguhnya jarak pertemanan diantara mereka begitu kabur; tidak masalah sebab selama ini mereka tidak saling memprotes adanya cerita lain dalam kisah pertemanan.
Jika hari-hari serta mentari merenggut waktu dan atensi Taehyung. Mungkin malam akan menjadi pelepas lelah dengan candunya Jeongguk dalam rengkuhan. Tidak lagi soal alkhohol, rokok dan obrolan mengenai hidup. Sesungguhnya jarak pertemanan dimaknai begitu luas, atau memang baik Tehyung atau Jeongguk sama-sama tidak mengerti mengenai hal ini. Entah memang sengaja mengerti tapi tidak peduli, atau memang sama sekali tidak mengerti.
Jika kisah-kisah diceritakan, maka Jeongguk akan terlihat sesempurna yang tidak bisa digambarkan—di mata Taehyung. Jeongguk yang cerita, lalu menjadi liar ketika merengkuh panggung. Hidupnya keras, mengarungi kota dengan berjejak panggung. Lalu mimpi menjadi selekat pelukan. Berbanding dengan Taehyung yang serba mudah dan penuh dukungan.
"Sebagaimana malam melengkapi siang," ucap Taehyung.
"Sebagaimana teman seharusnya." Jeongguk menutup kalimatnya dengan senyuman.
Jeongguk merengek, melepaskan desau ketika jemarinya lincah membuka kancing kemeja Taehyung. Menurunkan suspendernya dengan gelisah, dan bibirnya mengucap desah. Sedang Taehyung menjadi lepas dengan warasnya, menyandarkan seluruh naluri purbanya untuk menatap Jeongguk yang terengah. Sofa itu sempit, dan malam menjadi brutal. Entah kesekian kali, kamar hotel terkunci dan pemikiran menjadi lepas.
Jeongguk menjenggut apapun yang bisa diraih, ketika tubuhnya ditarikan oleh hasrat dan bibirnya mengucap nama Taehyung. Taehyung meninggalkan jejak dimanapun, bergerak patuh dalam bimbingan nafsu. Merengkuh tangan Jeongguk, membisikkan namanya dalam nafas yang terburu.
"Your kiss—hh is deadly, Jeongguk. Do you know that you're beautiful?"
Bibir Jeongguk yang bengkak menguak desah, tenggelam dalam ombak naluri purba yang merajah tubuhnya dengan api gairah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soif de Vivre!
Short StoryCover by @reepetra [Private Acak] [Hiatus] V x Jungkook. Contain (s) : Au, Kinks, Wild Imagination