And I'd choose you;
In a hundred lifetimes, in a hundred worlds,
In any version of reality.
I'd find you and I'd choose you.
.
.
Jungkook ingat betul;
Ketika ia masih berusia 16 tahun dan menjadi anak seorang saudagar kaya pada era Joseon. Ia sudah melihat lelaki itu. Hari itu juga ketika netra Jungkook bersitatap dengannya; ada bisikan yang menggelanyuti kalbunya.
Jungkook tahu bahwa lelaki itu adalah takdirnya.
Kala itu ia adalah seorang lelaki misterius. Entah bagaimana dalam setiap kebetulan, Jungkook akan bertemu dengannya.
Kadang lelaki itu menjelma menjadi salah satu orang di kerumunan pasar;
Kadang pula lelaki itu menjelma menjadi orang asing yang kebetulan bersitatap dengannya.
Kadang pula ketika Jungkook mengikuti perayaan, lelaki itu menjadi orang yang tanpa sengaja bersentuhan bahu dengannya di tengah kerumunan.
Dengan netra mereka yang saling bersitatap. Tiada yang mengenal lelaki dengan pakaian putih dengan mata elang dan senyum kotak yang menawan. Ketampanan yang begitu elok—seolah memang ia bukan bagian dari manusia. Satu hal yang Jungkook pertanyakan adalah netra lelaki itu. Berwarna terang, kuning keemasan. Benar-benar berbeda. Sebab itu Jungkook percaya bahwa takdirnya memang bukanlah manusia.
Jungkook ingat betul;
Hari itu ia berusia genap dua puluh tahun. Dirayakan sendirian di dekat sungai Han. Bukan tiada yang ingat, hanya saja hari itu Jungkook pamit untuk berjaan-jalan menghirup udara segar di hari jadinya yang kedua puluh. Entah, mungkin semua telah digariskan.
Jungkook tengah duduk melamun, menikmati debur air yang mengalir hingga melihat lelaki itu berada di sampingnya. Bukan terkejut, atau mungkin curiga. Jungkook merasakan debar yang menggelora; keinginan purba yang mendesak di balik epidermisnya.
"Halo, takdirku." Suaranya begitu dalam, menghantarkan sengatan di tulang belakang Jungkook dengan senyum kotak yang begitu elok.
Tubuh Jungkook seolah tersihir begitu saja ketika lelaki itu mengulurkan tangannya. Lalu semua berubah menjadi tarikan halus yang membawa ke dalam sebuah pelukan. Begitu mengherankan, seorang yang terpandang seperti Jungkook berakhir pada pelukan lelaki asing. Padahal kala itu hubungan lelaki dengan lelaki masih menjadi hal yang tabu.
"Aku sudah menunggumu,"
"Aku bahkan belum mengenal namamu,"
"Namaku—" lelaki itu tersenyum, netranya berkilauan begitu elok. Memukau denga kejernihannya. Seolah netra itu berasal dari batuan kemilau yang dipahat begitu saja.
Ibu jarinya mengusap bibir Jungkook perlahan. Sensasinya membuat Jungkook terlena; tentu saja ia adalah pemuda yang belum pernah menemui sentuhan seintim apapun. Ia bahkan hendak membicarakan mengenai pernikahannya ketika ia pulang nanti.
Tapi nanti tinggallah menjadi nanti.
Dalam sekejab bibir halus Jungkook dicium lembut oleh lelaki itu. Secara perlahan semua berubah menjadi desakan gairah yang meletub ke permukaan. Jungkook merangsek dalam pelukan, jemarinya menggapai surai lelaki itu menuntut lebih banyak friksi yang di hadirkan dalam ciuman.
![](https://img.wattpad.com/cover/110155395-288-k792363.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Soif de Vivre!
Short StoryCover by @reepetra [Private Acak] [Hiatus] V x Jungkook. Contain (s) : Au, Kinks, Wild Imagination