Mother Knows It All
Zaid berjalan bolak-balik di kamarnya. Memainkan ponsel tipis panjang sambil terus berpikir. Pikirannya berpindah-pindah dari percakapannya dengan Ibu dan rencana apa yang seharusnya ia lakukan."Ya Tuhan," Zaid menggaruk kepalanya. Akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi sebuah nomor yang beberapa bulan terakhir ini berusaha ia abaikan. Teleponnya tersambung dan dalam tiga deringan seseorang di sana mengangkatnya. Perasaan Zaid luar biasa lega.
"Ya, Mas," sapa suara lembut di ujung sana.
Zaid takjub dan senang karena sepertinya Risa masih menyimpan nomor Zaid.
"Maaf karena menghubungi kamu selarut ini Ris," ujar Zaid ragu-ragu.
"Aku malah heran kenapa Mas baru menghubungi aku. Besok Ibu mendarat jam tiga kan? Mas atau aku yang akan menjemput Ibu?"
"Eh?" Zaid tidak menyangka bahwa Risa sudah tahu rencana Ibu akan datang ke Jakarta. Itulah yang membuat Zaid panic. Ibu akan datang ke Jakarta dan tentu saja menginap di apartemennya. Akan sangat aneh jika ternyata Risa tidak ada di sana. Maka Zaid bermaksud meminta risa untuk berpura-pura tinggal di rumahnya lagi. Rupanya Zaid tidak perlu menerangkan panjang lebar karena Risa sudah mengerti. Ini salah satu keunggulan Risa, dia cerdas.
"Ibu tadi telepon aku juga. Bilang akan datang ke Jakarta sejak besok hingga Minggu sore. Jadi?" Risa mengulangi percakapan mereka.
"Ah iya. Begini. Besok aku yang akan menjemput Ibu di bandara. Perkiraan kami akan sampai di apartemen sekitar Maghrib. Ibu pasti berharap kamu ada di rumah. Setelah itu kita akan makan malam di luar..."
"Berarti beok pagi aku harus bawa barang-barang aku untuk menginap di tempat Mas Zaid kan?" Risa menyimpulkan.
Zaid tidak langsung menjawab. Sekarang sudah hampir tengah malam. Berarti Risa harus bergegas agar semuanya berjalan lancer.
"Mau aku jemput Ris?" Zaid menawarkan.
"Gak usah gak apa-apa, Mas. Aku datang sekitar jam tujuh untuk menaruh barang-barang. Setelah itu aku berangkat ke kantor dari tempat Mas. Aku usahakan pulang dari kantor nanti sebelum Mas sampai dari menjemput Ibu. Oke?"
"Iya, Ris. Oke,"
Keduanya terdiam.
"Kapan Mas mau bilang sama Bapak dan Ibu kalau kita sudah bercerai?" Risa tiba-tiba bertanya.
"Mungkin tidak lama lagi, Ris,"
***
Tadi pagi Risa datang pukul tujuh pagi dengan tas besar dan dandanan siap ke kantor. Berbanding terbalik dengan Zaid yang masih berpakaian seadanya. Tanpa banyak bicara, begitu Zaid membukakan pintu, Risa langsung melesat menaruh beberapa barang di ruang tamu agar terlihat seperti ia masih tinggal di situ. Ia juga menaruh perlatan mandi dan kecantikannya di toilet dan meja rias kamar utama. Dengan pakaiannya, ia taruh semua itu dalam lemari. Zaid tidak berkomentar apa-apa dan hanya menyaksikan Risa bergerak dalam diam."Access card?" tanya Risa sebelum ia pergi.
"Oh ini," Zaid mengulurkan access card yang dulu memang dipegang Risa.
Begitu kartu itu menyentuh tangan Risa, ia langsung melesat pergi tanpa bicara apa-apa lagi. Bahkan tanpa sempat mendengar Zaid mengucapkan terima kasih.
***
"Ibu, Ibu sehat?" Risa menyambut begitu pintu terbuka dan Ibu masuk diikuti Zaid yang membawa tasnya."Sehat. Kamu gimana Ris? Masih sibuk di kantor?" tanya Ibu dengan ramah.
Risa tersenyum dan kembali mendongak setelah mencium tangan Ibu. "Iya begitulah Bu. Namanya juga kerja di tempat orang. Risa buatkan minum dulu ya. Ibu mau minum apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Liars - Trilogi Zaid Risa 1 - END (WATTPAD)
ChickLitZaid adalah seorang public figure yang cukup dikenal di ibukota. Sedangkan Risa hanyalah karyawan swasta biasa yang lama kelamaan jatuh cinta kepada sosok Zaid. Zaid yang mulanya terasa begitu jauh namun lama kelamaan dekat dengan dirinya layaknya s...