Trying again
“Mbak Risa,”
“Saya?” Risa berbalik sambil memegangi gelas di satu tangan dan perutnya oleh tangan yang lain.
“Ada yang mencari,” ujar Yuni, tersenyum lalu mendekati Risa yang tampak kerepotan membawa gelas sambil mengepit beberapa dokumen.
“Siapa?” tanya Risa sambil pelan-pelan menyerahkan dokumen kepada Yuni lalu meminum air di dalam gelas sampai habis.
“Mantan suami Mbak Risa,” kata Yuni sambil meringis.
“Oh,” ujar Risa. Tangannya refleks memegang perutnya dan ia terlihat tidak nyaman. “Dan kamu bilang bahwa aku masih di kantor?”
“Aku hampir bilang Mbak Risa sudah izin pulang. Tapi Mas Zaid sendiri yang bilang dia baru lihat Mbak Risa keluar dari toilet dan masuk ke dalam. Jadi, ya…”
Risa bingung. Tangannya bergerak gelisah menyelipkan anak rambut di balik telinga.
“Ya sudah,” Risa memutuskan. Ia merapikan blazernya untuk menutupi sesuatu yang tidak boleh Zaid ketahui. “Gak keliatan kan, Yun?”
“Nggak,” Yuni mengangkat jempolnya. “Mau aku antar?”
“Gak usah,” Risa tersenyum. Ia menelan ludah lalu keluar menuju ruang tunggu. Dilihatnya Zaid sedang duduk memandangi kedua tangannya.
“Mas Zaid,” panggil Risa.
Zaid menoleh dan berdiri. “Ris,” Zaid tersenyum.
“Mas Zaid kenapa?” Risa mengulurkan tangan, mengelus perban di kening Zaid. Wajahnya khawatir. Biar bagaimanapun Zaid masih menjadi orang yang ia cintai.
“Ah kecelakaan sedikit. Lagi jalan dan ada yang lempar barang. Aku kena,” Zaid berusaha tersenyum. “Bisa ngobrol sebentar Ris?”
Risa tidak langsung menjawab. Ia juga ada yang ingin dikatakan kepada Zaid. “Aku juga ada yang ingin disampaikan pada Mas…”
“Oke. Kita bisa ngobrol di sini atau kamu ada usul tempat lain?”
“Ke pantry aja ya. Di sana ada tempat duduk dan gak ada orang yang pakai lagi sudah jam segini,” ujar Risa lalu menuntun Zaid ke tempat yang dia maksud.
“Jadi ada apa Mas?” tanya Risa saat dia dan Zaid sudah duduk berhadapan.
“Aku sudah bilang pada Bapak, Ibu, Kiki, Fira, dan Yudhis bahwa kita sudah bercerai,” Zaid memulai.
“Eh? Bagaimana respon mereka?”
“Kaget,” Hanya itu jawaban Zaid dan itu tidak memuaskan Risa. Karena Risa menatapnya sambil mengernyit. “Lalu aku cerita semuanya. Aku bilang bahwa kita menikah pura-pura agar Kiki bisa menikah.”
“Mas! Harus banget yang itu diceritain juga?” Risa menggeleng.
“Aku ingin berhenti berbohong. Jadi aku menceritakan semuanya. Termasuk fakta bahwa aku terpaksa menikah dengan kamu karena tidak bisa menikahi pacarku yang laki-laki.”
Risa memekik lalu menutup mulutnya. “Mas gila?!”
“Iya, Ris. Aku gila dan aku pusing. Aku gak tenang menyimpan ini semua lebih lama lagi,”
“Reaksi keluarga Mas gimana?”
“Aku diusir. Bapak gak mau punya anak laki-laki ini lagi,” Zaid tersenyum miris.
“Ya Tuhan,” Risa bersandar dan menggeleng. Ia tidak habis pikir. “Mas harusnya gak ngomong gitu kalau bikin Mas diusir dari rumah dan gak dianggap anak lagi.”
“Ada satu hal yang mungkin bisa bikin aku diterima lagi oleh Bapak,” Zaid berdeham. Memajukan duduknya dan meraih tangan Risa.
Perasaan Risa mendadak tidak enak tapi ia tidak menepiskan genggaman Zaid pada tangannya.
“Kembali lagi padaku Ris,” kata Zaid.
Rasanya ada petir menyambar dalam pikirannya. Membuat Risa lagi-lagi kebingungan dan terkejut. Pelan-pelan Risa menarik tangannya.
“Aku gak bisa dan aku gak mau. Tolong. Berhenti jadikan aku solusi untuk semua masalah Mas Zaid dengan keluarga. Aku bukan plester yang bisa kamu ambil setiap kali kamu terluka. Mas Zaid harus bisa menemukan solusi lain terhadap masalah yang kamu hadapi. Dan ini pula yang mau aku bilang. Jangan temui aku lagi. Jangan hubungi aku lagi. Jangan datangi kantor aku lagi. Jangan sapa aku kalau tiba-tiba kita ketemu di jalan. Cuma itu permintaan aku. Boleh ya Mas?”
“Kamu gak mau ketemu aku lagi?” tanya Zaid, suaranya terdengar kecewa.
Risa menggeleng. “Aku takut bahwa sebenarnya pertemuan kita itu sebuah kesalahan. Harusnya aku gak pernah minta Mbak Driana untuk mempertemukan aku dengan Mas Zaid. Harusnya aku tetap fans Mas Zaid yang menonton mas dari TV saja. Harusnya hanya itu. Harusnya aku juga gak menerima permintaan Mas Zaid untuk pura-pura menikah. Aku menyesal, Mas.” Risa berkata pelan. Namun itu yang membuat Zaid lebih terluka.
“Kamu menyesal?” suara Zaid muai serak.
“Iya. Tolong jangan temui aku lagi ya. Jangan cari aku lagi. Aku sedang mulai menata hidup baru aku. Tanpa Mas Zaid di dalamnya.”
Zaid mundur. Bersandar di kursi sambil menatap Risa tidak percaya.
“This is the end of everything. Aku minta maaf, Mas. Maaf,” Risa menunduk. Perlahan menggeser kursinya lalu berdiri. Ia menatap Zaid yang sekarang tatapannya hampa ke arah meja. Risa memutuskan melakukan sesuatu sebagai tanda perpisahan dengan pria yang masih ia sayangi.
Risa mencium pipi Zaid. “Selamat tinggal, Mas Zaid,”
Risa pun keluar dari pantry. Meninggalkan Zaid. Meninggalkan semua yang membuatnya tertahan pada masa lalu. Risa bersiap melangkah menuju masa depan. Seharusnya Zaid juga.
- THE END -
***
Sadly, yes this is the end of their story. Have you found 'something' in this chapter? Anything odd? Tell me if you realize one or two things.
See you on another story!
Xoxo
-Amy
KAMU SEDANG MEMBACA
The Liars - Trilogi Zaid Risa 1 - END (WATTPAD)
ChickLitZaid adalah seorang public figure yang cukup dikenal di ibukota. Sedangkan Risa hanyalah karyawan swasta biasa yang lama kelamaan jatuh cinta kepada sosok Zaid. Zaid yang mulanya terasa begitu jauh namun lama kelamaan dekat dengan dirinya layaknya s...