1. Awal Pertemuan

922 20 2
                                    

Ini bukan lah kebetulan, melainkan sebuah takdir yang mempertemukan. menjawab setiap pertanyaan Tuhan, apakah kita bisa untuk di persatukan?

***

Jam menunjukan pukul enam lewat empat puluh lima menit, itu artinya sekolah hanya memiliki waktu lima belas menit untuk memencet bell dan segera melaksanakan upacara bendera yang menjadi rutinitas di hari Senin.

Namun seorang gadis dengan rambut yang diikat seperti buntut kuda itu masih berada di rumah padahal ini adalah hari pertamanya sekolah sebagai murid baru.

Dirinya sibuk memasukan beberapa buku dan kotak pensil ke dalam tas dengan gerakan super cepat sembari merutuki apa yang sedang terjadi padanya saat ini. Entah mengapa alarm yang ia pasang tadi malam tiba-tiba tidak menyala secara mendadak.

Brakk!

"Aduh! Siapa sih yang taruh meja belajar disini? Gak tahu orang lagi buru-buru apa?!"gerutu gadis tersebut seraya meringis kesakitan karena kakinya terkena sudut meja belajar dengan cukup keras.

Tak peduli dengan rasa sakit, ia kembali bangun dan segera keluar kamar dengan jalan yang terseok-seok.

"Tasya, ayo sarapan dulu biar nanti gak pingsan,"ucap seorang wanita yang sedang menuangkan susu putih kedalam gelas.

"Udah gak ada waktu buat sarapan Bun,"sahutnya sembari mengikat tali sepatunya dengan asal.

Detik selanjutnya gadis malang tersebut menyalimi tangan Bundanya seraya mencium pipi wanita itu dan tersenyum lebar.

"Tasya berangkat dulu, doain semoga aku gak telat ya! Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Eh tunggu Sya! Itu sepatu kamu,"

Baru saja ingin memberi tahu namun rupanya anak itu sudah pergi meninggalkan rumah.

Disisi lain Tasya dengan semangat berlari dengan kaki yang masih terasa sakit, peluh keringat dimana-mana tak membuat gadis yang bernama Tasya itu mengeluh.

Sesekali dirinya menyeka keringat dan melihat jam yang melingkar di tangan kirinya. Sepertinya untuk saat ini Tasya adalah satu dari milyaran orang di dunia ini yang mengalami sial berulang kali.

Buktinya sekarang angkutan umum yang menjadi kendaraan untuk mengakses ke sekolah tidak ada satu pun yang unjuk gigi di depannya.

Tasya membungkuk dan menopang tubuhnya dengan tangan yang diletakan di kedua lututnya. Deru nafas yang menggebu, keringat yang bercucuran, dan rambut yang berantakan adalah hasil dari perjuangannya berlari dari rumah ke sekolahnya.

Untung saja gerbang sekolah masih di buka, beberapa orang segera masuk kedalam sekolah karena takut ketahuan oleh para jejeran anggota OSIS yang tak pernah absen untuk menghukum anak-anak yang tidak disiplin.

Brukk!

"Kalau mau diem jangan di tengah jalan dong. Ga liat apa banyak orang yang lewat?"tanya seorang wanita yang sebelumnya dengan sengaja menabrak pundak Tasya.

"Jalanan masih lebar, mata lo rapet apa sampai gak bisa lihat ada orang disini?"sahut Tasya yang sama sekali tak di gubris oleh wanita itu.

Dengan kesal Tasya memasuki sekolah dengan wajah yang di tekuk.

"Heh, kamu."

Bukan berarti kegeeran tapi dengan spontan Tasya menoleh ke sumber suara dan menunjuk dirinya sendiri.

"Saya Pak?"

"Iya kamu, sini!"

"Ada apa, Pak?"

Susah Lupa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang