20. Hukuman

155 7 0
                                    

Mau mundur tapi gak bisa, mau maju gak dikasih restu. dahlah gantung diri aja.

***

Dan disini Tasya dan Citra berada, menjalankan hukuman dengan membersihkan koridor gedung tingkat sebelas adalah hal yang terburuk yang pernah Tasya terima diawal sekolahnya sebagai murid baru.

Tapi Tasya tak ambil pusing, di genggamannya sudah ada sapu dan kain pel, menghembuskan nafas beberapa kali dan menyeka keringat karena ternyata menyapu koridor sangat membuang energinya.

Untung saja Tasya memiliki sikap cuek terhadap lingkungan jadi dia tak merasa tersinggung apabila adik kelasnya sedari tadi menatap dirinya lalu berbisik alias bergosip dengan teman sebayanya, entahlah mungkin Tasya sudah merasa kebal dengan omongan orang lain.

Beda lagi dengan Citra, gadis itu sedari tadi hanya mengomel, menggerutu tak jelas dan membuang-buang energi untuk menghentakan kaki, mengibaskan tangannya tepat didepan wajah dan sesekali menatap tajam siapapun yang berani melihatnya, ya seperti sekarang ini.

"Apa lo liat-liat? Masih junior aja belagu, gak punya sopan santun banget lo natap senior kayak gitu!"ujar Citra dengan sewot, tangannya diletakan dikedua pinggangnya seraya menatap anak itu dengan nyalang.

"Ini lagi, kenapa lo ngeliatin gue? Gak pernah ngeliat orang yang lagi dihukum? Norak banget lo."

Perempuan ber name tag Fiola berdecih seraya membuang muka, hanya ia satu-satunya adik kelas yang berani melipat tangannya diatas dada dan menatap Citra dengan tatapan ketidaksukaannya.

"Berisik banget sih, tinggal ngepel aja susah. Malah mulutnya yang kerja."

"Ngomong apa lo barusan hah?! Mulut lo belom pernah disiram pake air pel-an ya? Mau tau rasanya kaya apa?"Citra melangkahkan kakinya untuk mendekati Fiola, dirinya menatap gagang pel tinggi-tinggi saat sebelumnya ia menendang ember pel-an sehingga airnya tumpah keatas lantai.

"Citra! Ibu laporin kamu ya ke guru BK! Jangan kira ibu ngajar kelas sebelas tapi ibu gak kenal kamu. Cepat selesaikan hukuman kamu, kalau gak mau hukumannya ditambah,"sahut Bu Rere-guru biologi yang mengajar dikelas sebelas.

"Iya!"

Tasya yang melihat adegan tersebut hanya menggelengkan kepalanya dan melangkahkan kaki untuk pindah dari daerah tersebut.

Gadis tersebut masih sibuk menggerak-gerakkan gagang sapu dengan semangat berharap masa hukuman ini akan usai dan dirinya bisa bertemu dengan semangkuk bakso secepatnya.

Di ujung koridor terdapat segerombolan perempuan, dilihat dari bajunya sih seperti geng sekolah pada umumnya. Rok ketat, baju kurang bahan, rambut yang terurai dan sepatu mahal tentunya.

"Lo yakin dia orangnya?"

"Iya gue yakin! Cepet samperin, sebelum bel"

Gladis menarik nafasnya dalam-dalam, kali ini ia harus berakting seperti aktris ternama. Mencari info untuk dijadikan bahan gosip adalah ahlinya, and here we go.

"Kak, Kakak Kak Tasya kan? Kelas dua belas IPA lima?"tanyanya dengan senyum lebar, ia bertanya dengan nada hati-hati. Sedangkan Tasya menatap Gladis dengan tampang dinginnya.

Susah Lupa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang