3. Kisah Kelam Tasya

347 11 1
                                    

Aku adalah satu dari seribu yang mencintai mu. lalu kepada siapa hatimu akan berlabuh? kepada aku yang memperjuangkan mu, atau dia yang membuatmu jatuh?

***

"Hidup itu di ibaratkan seperti roda yang berputar, kadang di atas dan kadang juga di bawah. Dan gue sekarang lagi ada di posisi ini,"Tasya menunjuk kearah jendela dan membentuk gerakan seperti sedang menggambar sebuah roda. Perlahan ia menarik nafas lalu di hembuskan.

"Gue percaya, pada akhirnya semua umat manusia pasti bisa melewati semua rintangan, dan masalahnya masing-masing. Sesulit, sesusah dan seberat apapun masalah intinya hanya satu, yaitu perihal waktu."


"Akan ada saatnya dimana kita berhasil melewati itu semua, percaya aja bahwa dengan kekuatan usaha dan do'a semuanya akan terlalui dengan mudah."

"Gue pernah berada di titik paling bawah Thur, sumber kebahagiaan gue pergi, semua harapan gue menghilang . Gue berada di titik dimana gue merasa kalau udah gak ada gunanya juga gue di dunia ini, gue benar-benar kehilangan arah. Lo tahu sebabnya?"ia bertanya sembari menatap Fathur lekat, sedangkan lelaki itu hanya bisa menyatukan kedua alisnya bingung.

"Ayah gue meninggal tiga bulan yang lalu Thur, beliau terlalu sibuk buat ngurusin pekerjaannya dia, tanpa peduli sama kesehatan diri sendiri. Sampai akhirnya dokter bilang kalau Ayah punya penyakit kanker stadium akhir. Dan bodohnya gue juga gak tahu kalau Ayah gue sendiri mengidap penyakit mematikan kayak gitu. Lalu sejak saat itu pula kehidupan gue cuma berputar antara rumah dan rumah sakit. Gue benar-benar gak peduli sama pendidikan gue, bahkan gue gak peduli sama diri gue sendiri."


"Gue laluin hari-hari itu dengan sabar, sampai akhirnya Allah mengabulkan do'a gue. Kondisi Ayah semakin membaik Thur."

"Tapi kayaknya gak berhenti sampai disitu, perusahaan Ayah gue bangkrut. Dan dari situ Ayah terpukul banget sama kabar dari perusahaannya, dia steress dan mempengaruhi kondisi tubuh Ayah gue. Dia drop, dan gak lama dari itu. Allah ambil Ayah gue Thur,"tatapan yang serius kini berubah menjadi sendu, mengingat kembali bagaimana perjuangan Ayahnya dan detik-detik dimana Ayahnya pergi meninggalkan Tasya membuat gadis itu kembali terpukul.

"Gue sama sekali gak habis fikir sama skenario yang di buat Tuhan untuk keluarga gue. Kata orang skenario Tuhan itu indah banget melebihi apapun, tapi nyatanya apa? Bahkan gue sama sekali gak menemukan sisi indahnya dari mana."

"Gue pindah kesini juga dari sisa-sisa tabungan gue, gue iri Thur sama mereka yang levelnya jauh dari gue. Bisa di pandang banyak orang, di hargai semua orang. Lah gue? Cuma bisa di pandang sebelah mata, gak ada apa-apanya di banding mereka yang punya segalanya,"perlahan Tasya menundukkan kepalanya sedangkan Fathur menarik kursi yang ia duduki untuk lebih dekat ke hadapan Tasya. Dirinya menepuk-nepukan pundak gadis tersebut.

"Sya, dengar ya. Semua orang lahir karena takdir dan jalan ceritanya masing-masing. Lo kayak gini bukan karena hal yang tiba-tiba tapi semuanya udah di atur dari lo keluar dari dunia ini,"ujarnya.

"Tuhan kasih lo ujian supaya Dia bisa tahu, lo mampu gak. Kalau lo mampu Allah bakal nempatin lo di derajat yang lebih tinggi. Namanya juga ujian, kalau nilai lo bagus lo bakal naik kelas kalau enggak pasti ada yang namanya perbaikan. Hidup juga kayak gitu Sya, jadi sebisa mungkin lo harus bisa menghadapi ujian yang lalu maupun yang akan datang. Buktiin ke Ayah lo kalau lo bisa di hargain sama semua orang kelak."

"By the way turut berduka cita buat Ayah lo ya,"sambung Fathur.

"Thanks Thur, lo baik banget,"Tasya tersenyum lima jari seraya menggenggam tangan Fathur dengan erat dan semangat.

Susah Lupa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang