18. Pulang Bareng

179 6 2
                                    

Aku mencintaimu tanpa pamrih, kamu menolak ku karena risih.

***

Setelah menghabiskan satu jam setengah bergulat dengan soal kuis fisika yang susahnya membuat rambut kepala seketika rontok semua, membuat Ira, Tasya dan Fathur sudah duduk dikantin dari sepuluh menit yang lalu.

Masing-masing dari mereka memesan semangkuk bakso, mie ayam dan siomay yang ditemani dengan segelas es teh manis.

Sudah bukan menjadi rahasia umum lagi jika Tasya sekarang-sekarang ini sedang menjadi bahan hangat untuk diperbincangkan oleh semua orang. Saking banyaknya yang menggosipi, Tasya sekarang sama sekali tidak peduli.

Seperti sekarang ini, hampir dari seisi kantin melirik Tasya dengan sinis entah apa tujuan mereka seperti itu namun satu yang perlu kalian ketahui bahwa Tasya sangatlah tidak peduli, garis bawahi itu.

Kalau semakin dilihatin gini Tasya jadi merasa seperti artis dadakan, gak mau sekalian minta tanda tangan?

Sedang enak-enaknya makan semangkuk bakso Ira tiba-tiba tersedak bakso yang baru saja masuk kedalam mulutnya.

"Napas makanya kalau makan!"

Bukannya membantu memberikan Ira minum Tasya justru berkata demikian, detik selanjutnya Ira memajukan dagu dan menaikan kedua alis matanya beberapa kali, seperti sedang menunjuk sesuatu dibelakang Tasya.

Tasya mengikuti pandangan Ira, matanya menangkap kehadiran Fandi dan Raya yang datang bersamaan kedalam kantin. Semua pasang mata pun tak luput dari kedua sejoli itu termasuk Tasya.

Tasya melihat keakraban mereka dengan jelas, dimana Raya yang berbicara dengan sesekali tertawa yang membuat Fandi tersenyum manis.

Fandi tersenyum hanya untuk Raya namun sekarang semua siswi menahan jeritannya karena melihat Fandi tersenyum.

Beda lagi dengan Tasya dia justru menatap Fandi dengan sebal, bisa-bisanya Fandi tersenyum karena perempuan lain.

Tasya berdecak sebal, ia membalikan tubuhnya untuk kembali menghadap Ira didepannya dengan wajah yang ditekuk.

"Bodo amat ah."

Ira yang melihat Tasya kesal seperti ini justru malah tertawa, memang Ira adalah teman yang selalu bahagia diatas penderitaan orang lain.

"Ya udah biasa aja dong, gak usah sewot gitu."

"Apaan sih?! Gue gak sewot tuh! Biasa aja!"sahut Tasya dengan nada yang lebih tinggi seraya mata yang melotot membuat Ira tambah tertawa kencang.

"Hahaha, itu namanya apa kalau gak sewot?"

"Lagian gue tuh heran ya, Raya tuh siapanya Fandi sih? Kenapa dia bisa deket banget? Fandi pernah bilang ke gue kalau Raya bukan pacarnya dia terus kenapa mereka bisa sedekat itu?"

"Gapapa sih komen aja lo, mendingan Raya deket tapi gak ada status. Lah lo? Dilirik aja enggak sok-sokan cemburu."

"Eh diem deh jangan sampe gue tuang muka lo pake sambel, nih."

"Raya menjabat sebagai sekretaris OSIS dan Fandi ketuanya. Raya, Fandi sama Rey itu sahabatan dari SMP sampai akhirnya mereka mutusin buat bareng-bareng lagi pas SMA. Yang gue lihat emang mereka berdua deket banget, gue juga dengar-dengar kalau orang tua mereka juga udah saling kenal,"kini Fathur yang menyahut, ia berbicara dengan santai sembari sesekali menyesap es tehnya sedangkan Tasya sangat fokus mendengarkan apa yang diucapkan oleh Fathur.

Susah Lupa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang