Aku kayak pengamen, belum nyanyi udah bilang maaf. belum berjuang udah di buang.
***
Pelajaran seni yang di bawakan oleh Bu Diana bagaikan dongeng pengantar tidur bagi seorang Tasya.
Gadis itu menopang dagu dengan tangannya, mata kecilnya menatap not balok yang terukir indah di depan papan tulis.
Perlahan gadis tersebut menutup mata dan menguap, entahlah rasanya Tasya ingin sekali pergi ketempat tidur sekarang. Tangan yang digunakan untuk menopang dagunya kini terlepas membuat sang empunya terkaget dan menghela nafasnya berat.
Biasanya jika seperti ini Tasya harus mencari kegiatan yang menarik untuk menghilangkan kantuknya. Ia menoleh ke sebelah kanan dan memanggil seseorang."Thur,"panggil Tasya namun laki-laki yang dipanggil justru tertidur pulas dan menjadikan tasnya sebagai alas untuk tidur.
"Ra,"Tasya menoleh kebelakang dan menghela nafasnya panjang ketika melihat Ira yang sedang menjelajahi alam mimpinya.
Kini Tasya kembali menghadapkan tubuhnya ke depan. Sangat bosan, sekolah barunya sama sekali tidak ada yang menarik, kecuali-
Tasya menjentikkan jarinya seperti seseorang yang berhasil mendapatkan ide, senyum merekahnya kembali terbit pasti dengan cara ini gadis tersebut tidak akan merasakan bosan lagi.
Dirinya mengambil scetchbook pemberian Almarhum Ayahnya. Selain cantik Tasya juga pandai sekali melukis, keahliannya itu sudah ia dapati sejak duduk di bangku sekolah dasar, bahkan dulu Tasya mengikuti les lukis dan menyanyi.
Tasya menggoreskan pensilnya diatas scetchbook yang ia miliki, membentuk wajah seseorang yang berhasil ia lukis dengan senyum lebarnya.
"Gambar apa?"tanya Fathur yang melihat Tasya asik menggambar seraya tersenyum senang.
Tasya menoleh, dan menunjukan sesuatu yang telah ia gambar kepada Fathur dengan sangat antusias.
"Gambar ini. Bagus gak Thur?"
"Jelek,"sahut Fathur tanpa berfikir-fikir lagi.
Wajah yang semula ceria kini berubah menjadi datar dan muram, Tasya mengerucutkan bibirnya seraya menatap Fathur dengan kesal.
"Ih kok lo ngomongnya gitu sih?"ujar Tasya dengan nada yang cukup tinggi, namun Fathur hanya menatap Tasya dengan tampang datarnya.
"Kalau di gambar itu muka gue, pasti bagus,"usul Fathur membuat Tasya kembali tersenyum.
"Oh lo mau juga gue gambar? Sebentar. Gue bakal gambarin muka lo yang ganteng... banget!"
Gadis yang memegang buku itu kembali semangat membuka lembaran baru dan melukiskan sebuah wajah tampan Fathur diatasnya.
Fathur menatapnya curiga, apa benar Tasya akan melukis wajahnya yang tampan luar biasa seperti ini? Atau gadis itu tengah bermain-main dengannya.
"Nih, mirip kan?"tanya Tasya menahan tawanya.
Tasya memperlihatkan sebuah gambar seseorang dengan rambut yang berdiri seperti sedang tersengat aliran listrik, mata yang melotot dan mulut yang terbuka lebar.
Fathur menatap gadis di sampingnya jengkel, benar saja firasatnya. Tasya mengerjainya dengan menggambar asal-asalan seperti anak TK yang baru saja belajar menggambar.
"Ngasal. Muka kayak Shawn Mendes disama-samain kayak Dragon Ball,"kata Fathur memprotes.
"Hahahaha, ganteng tau! Lagian siapa suruh bikin orang kesel, emang enak!"ujarnya seraya menjulurkan lidahnya, bukannya terlihat jelek justru gadis yang pandai dalam hal melukis itu terlihat sangat lucu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Susah Lupa [REVISI]
Teen FictionBuat dirimu yang tak sempat aku milikki. Buat dirimu yang mustahil untuk aku dapatkan. Buat dirimu yang disana tanpa tahu aku disini berjuang untukmu. Dengarlah. Disini diriku memperjuangkan mu. Disini diriku berdiri menunggumu. Disini diriku selalu...