19. Tasya VS Citra

151 8 0
                                    

Aku dan ampas kopi,
ya sebelas dua belas lah.

***

"Raya mana Fan? Katanya kamu mau ngajak dia kesini, dari tadi Mama tunggu kok gak ada. Kirain sekalian pulang sekolah,"ujar Fany sembari menghampiri Fandi yang sedang duduk didepan tv, ia meraih makanan kaleng lalu memakannya.

"Hari ini Raya gak bisa ketemu, ada tugas yang lagi dikerjain katanya."

Fany menghela nafasnya berat, seperti ada rasa kecewa ketika tahu bahwa Raya tidak bisa bertemu dengannya hari ini.

"Yah, kenapa sih kita susah banget untuk ketemu. Giliran Raya bisa, Mama yang gak bisa, atau Mama yang punya waktu tapi Raya gak bisa ketemu,"lirih Fany, sontak Fandi menoleh kearahnya ia tersenyum simpul.

"Karena semua orang punya urusan dan kesibukannya masing-masing, hidup itu tentang pilihan Ma. Pasti dia juga harus memilih mana yang harus dia prioritaskan."

"Anak Mama udah besar ya? Bijak banget ngomongnya,"ujar Fany seraya tersenyum, tangannya terulur untuk mengusap lembut puncak kepala Fandi.

"Besok Raya kesini, dia udah janji."

Rasa kekecewaan Fany ternyata tidak begitu lama saat Fandi memberi tahu jika Raya akan datang esok hari. Itu artinya besok Fany bisa saling berbincang-bincang dan melepas rindu dengan Raya.

"Oh kalau gitu Mama mau masakin kue kesukaan dia deh, gimana menurut kamu?"tanya Fany dengan antusias sedangkan Fandi hanya menatap tanpa ekspresi.

"Ngapain minta pendapat? Biasanya juga kayak gitu kan?"

"Eh iya juga ya, yaudah Mama mau lihat bahan-bahannya masih ada apa enggak."

"Oke."

Fany bangkit dari duduknya, berjalan menuju pantry untuk mengecek bahan-bahan yang biasa iya gunakan untuk membuat kue.

***

"Heh, cabe berhenti lo."

Ya, keesokan harinya Tasya melakukan aktivitas seperti biasa, apalagi jika bukan pergi sekolah untuk mendapatkan ilmu? Ralat, bukan mendapatkan ilmu, tetapi mendapatkan hati seseorang didalamnya.

Tasya terus saja berjalan melewati banyak pasang mata dikoridor, telinganya sengaja mengaktifkan mode tuli dalam beberapa saat karena ada seseorang yang memanggilnya beberapa kali.

Tasya sih gak merasa jika dirinya dipanggil, karena kan Tasya punya nama. Tasya Meldiva bukan cabe, itu mah salah satu jenis sayuran yang dijual dipasar.

"Gue bilang berhenti!"

Citra menarik tangan Tasya dengan keras, sontak Tasya meringis kesakitan karena Citra pun menyekal tangannya tak kalah kuat. Citra memang sudah keterlaluan, yang sebenarnya jadi cabe disini siapa sih?

"Lo manggil gue? Gue Tasya bukan cabe. Lo manggil diri lo sendiri?"tanya Tasya dengan santai.

"Eh kurang ajar ya mulut lo, jelas-jelas yang cabe disini itu elo! Selama lo hidup gak pernah apa sekali aja lo ngaca? Lo liat diri lo, cewek yang gak punya harga diri,"Citra melihat Tasya dengan tatapan meremehkan dan menjijikan.

Susah Lupa [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang