Kill me !

5.7K 376 6
                                    

Kamarnya yang dulu telah kembali, fasilitas yang sudah cukup lama tak ia rasakan kini bisa ia nikmati lagi. Semuanya telah kembali, namun tidak termasuk hati rapuhnya.
Sebenernya sebagian hatinya sudah terobati karena kehadiran sang ayah yang kini mau menerimanya. Tetapi sebagian lagi masih sama seperti sebelumnya. Bagian itu masih rapuh.

" Udah jam 10 malem, kok masih disini ? Leon aja udah molor daritadi." Brian ikut duduk di kursi taman belakang rumahnya bersama Juno yang nampak melamun.

" Masih pengen Pa. Udah lama gak duduk disini " jawabnya jujur. Ia rindu seluruh tempat yang ada di rumahnya. Termasuk kursi taman yang dulu menjadi tempat favoritnya saat ia ingin sendiri.

Brian menyunggingkan senyum tipisnya. Tanganya lalu menjulurkan secangkir kopi yang ia pegang sedari tadi pada puteranya. " Mau nyoba kopi Papa gak ? " tawarnya ragu. Rasa canggung sebenarnya masih menyelimuti dirinya. Mungkin karena sudah terlalu lama ia tak bercengkrama dengan anaknya itu sendiri.

Juno melihat cangkir itu sekilas lalu beralih memandang wajah ayahnya yang sudah berumur.
" Apa boleh ? " tanyanya dengan mimik wajahnya juga nampak ragu dan sedikit takut.

" Tentu " Jawab Brian cepat, ia melihat jelas puteranya masih nampak takut-takut saat bicara padanya. Ia mafhum karena sebelumnya ia memang telah menjadi sosok monster ayah yang mengerikan bagi Juno.

Agak ragu tangan Juno mengambil cangkir berisi kopi yang masih penuh itu lalu perlahan mencoba menyesapnya.
Tidak terlalu manis, selera ayahnya ternyata sama dengan dirinya.

" Gimana rasanya ? Itu kopi buatan Mama " Brian nampak antusias rasa canggungnya ia buang jauh saat melihat wajah anaknya yang nampak menikmati kopi miliknya.

" Uhuk -uhuk " Juno tersedak kala mendengar bahwa kopi itu adalah buatan ibunya.

Refleks Brian lalu menepuk pelan punggung puteranya yang tersedak. " Kamu gak papa ? " tanyanya memastikan bahwa puteranya tidak apa-apa.

" Gakpapa Pa " Jawabnya dengan susah. Hidungnya terasa sakit karena cairan kopi itu masuk kehidung.

Tangan kirinya memijit hidungnya pelan. Tarikan nafas dalam bebarapa kali ia lakukan hingga ia merasa baik kembali.

" Sebaiknya kamu istirahat. Ayo masuk " ajak Brian, dirinya kini sudah berdiri dan mulai berjalan memasuki rumahnya.

Juno mengangguk kecil lalu ia mengekori sang Ayah.

-----
" Selamat tidur Pa " ucap Juno saat sang Ayah hendak membuka pintu kamarnya. Kamar keluarganya memang dibuat berdekatan kamar ayah dan ibunya, kamar Leon, dan terakhir kamar miliknya. Sehingga jika ia akan ke kemarnya otomatis ia aka melwati kamar orangtuanya terlebih dahulu.

Brian mengangguk tangannya lalu mengusap lembut pucuk rambut puteranya. " Iya selamat tidur ".

Brian lalu membuka knop pintu kamarnya memperlihatkan istrinya yang sudah terlelap. Juno yang masih berdiri disitu mencoba melihatnya. Melihat keadaan ibunya yang seharian ini sama sekali tak ia lihat. Ibunya menghindari kehadirannya.

" Selamat tidur Ma " ucapnya Juno lirih memelas.

Brian yang mendengar ucapan sang anak kini seakan bisa merasakan bagaimana perasaan Juno. Dadanya tiba-tiba sesak. Ia tahu betapa putera itu merindukan sosok Fira, wanita yang sampai kini bahkan masih menutup rapat pintu hatinya untuk sekedar menerima kembali anak yang telah lama tenggelam dalam kesendirian itu.

------ Perdonami ------

Pukul tujuh pagi, meja makan yang memiliki 6 kursi dalam rumah mewah Brian kini sudah dipenuhi berbagai hidangan untuk sarapan pagi. Semangkuk besar penuh nasi goreng spesial dan berbagai lauk disediakan. Tak lupa empat gelas susu dan macam buah ada di atas meja makan itu.

Perdonami ( Forgive Me )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang