Chapter XII

3.6K 376 10
                                    

Ilunga (n.)

A person who is ready to forgive and forget any abuse for the first time, tolerate it for the second time, but never on the third offense.

[TSHILUBA]

-----

[Al's POV]

"Bu Al, ada tamu,"

Aku masih ingat hari itu, ketika Delia mengetuk pintu ruanganku, sementara aku sedang menyiapkan dokumen yang aku perlukan untuk mendaftarkan merek kami. Sebagai co-founder dan COO – Chief Operation Officer – aku memang yang membawahi langsung divisi legal, HR dan finance. Dan karena legal memang background ku, jadi, lebih banyak aku yang mengurusinya. Bas sebagai CEO lebih mengurusi hubungan dengan investor, bagaimana memastikan perusahaan tetap berjalan, bisnis, dan hal lainnya tentang itu; dan biasanya tinggal menandatangani dokumen. Theo dan Josephine, well, seperti jabatan mereka Chief Technology Officer dan Chief Marketing Officer, punya bagian mereka masing-masing.

Dan sekarang, kami memang sedang mengurus pendaftaran merk ke Dirjen HAKI. Karena sebagian besar tugas legal menjadi bagianku, kami hanya memiliki HR dan Legal Specialist, mengingat perusahaan kami yang ukurannya belum terlalu besar. Dan karyawanku itu, biasanya mengurusi daily legal saja, seperti kontrak dan terkadang pengurusan ijin. Hal seperti pendaftaran merk ini, menjadi bagianku.

"Saya gak ada janji ketemu orang, Del," kataku, sambil menarik dokumen yang baru selesai di-print, dari mesin printer di hadapanku.

"Eeeng, katanya dia perlu ketemu ibu, dan penting," kata Delia, dan aku menaikkan alis.

"Namanya? Atau darimana, gitu?"

"Cuma bilang ini berhubungan sama Ibu dan Pak Bas, dan personal,"

Dahiku semakin mengerut, sembari mengingat-ingat. Aku sama sekali tidak punya ide siapa tamuku ini.

"Cewek cowok?"

"Cewek, Bu."

"Yaudah, suruh tunggu dulu bentar di ruang meeting ya, saya nunggu dokumen ini ke-print, tinggal berapa halaman lagi doang,"

"Baik, Bu," kata Delia, sambil kemudian keluar dari ruanganku dan menutup pintu.

Dan tidak sampai lima menit kemudian, aku berjalan menemui wanita itu. Wanita yang tidak pernah aku temui sebelumnya, tapi kemudian menghancurkan hidupku saat itu juga.

"Halo, selamat siang. Sorry saya tadi lagi beresin dokumen," kataku sambil menyalaminya, dan kemudian duduk, setelah dia juga sudah duduk terlebih dahulu.

"Gapapa kok," katanya, tersenyum ke arahku.

"Eeng, jadi, ada yang bisa saya bantu? Tadi sekretaris saya bilang berhubungan sama saya dan Bas, tapi Bas kebetulan lagi gak ada di kantor,"

"Saya tahu. Saya memang sengaja datang karena Bas ga di kantor, well paling gak sampai weekend ini,"

Aku menaikkan alisku, bingung. Selain karena tentang pengetahuannya soal Bas yang gak di kantor sampai akhir minggu, juga karena dia memanggilnya dengan Bas. Biasanya, orang akan memanggilnya Pak Bas, atau kalau belum kenal, ya tentu saja, CEO anda.

Tapi, perempuan ini memanggilnya Bas, dan dengan nada yang sangat akrab.

Aku belum menaruh curiga apapun, saat itu. Ku pikir, dia mungkin memang mengenal Bas. Dan well, mengingat permintaan Bas untuk serius dan mau bertemu dengan kedua orang tuaku dan membicarakan hubungan kami – yang mana, sampai saat itu, aku masih belum memberikan jawaban – aku sempat mengira bahwa wanita ini mungkin seperti teman Bas yang akan menjadi wedding organizer kami atau sejenisnya.

AlleindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang