Chapter XX

3.2K 363 6
                                    

Limerence (n.):

The state of being infatuated with another person.

[ENGLISH]

-----

[ Al's POV ]

Ketika Epin datang sekitar lima belas menit lewat dari pukul satu, dia dengan cepat menghampiri mejaku, dimana aku memang duduk menghadap pintu masuk, sehingga Epin bisa langsung menyadari aku sudah ada di café. Walaupun, aku juga sudah mengirimkan pesan lewat whatsapp ke Epin ketika tiba tadi, menginformasikan aku sudah sampai lebih dulu.

Dan, Epin sudah tahu bahwa aku pacaran dengan Bas. Sudah bertemu juga, sudah tahu juga pekerjaan segala macam, and in fact, seragam juga diberikan karna dia tahu bahwa aku berhubungan dengan Bas.

Pacarku itu Bas. Bukan pria yang duduk di hadapanku ini.

Dan, Epin jelas tahu siapa pria di hadapanku ini. Dia temanku sejak kuliah. Dia teman kampus dan teman kosan, karena kamar kami bersebelahan. Dia bahkan orang yang dulu membantuku jaman-jaman aku putus dengan Rei. Jaman-jaman aku sedang sangat menderita itu.

Dan aku hampir lupa soal itu.

"Sorry banget gue telat. Eh, siapa niiih?"

Epin sih gak telat-telat amat. Dan, sebenarnya yang lain juga belum ada yang datang, walaupun di grup, menginfokan kalau sudah dekat. Agha, teman Anas yang lain, dan Ella, adalah dua personil lain yang akan datang. Tapi mereka juga belum tiba.

"Hi Pin."

Jelas Epin masih ingat Rei. Jelas juga Rei masih ingat Epin. Meskipun kalau dibilang banyak yang berubah sejak kuliah, tapi bukan berarti amnesia kan?

Epin langsung menoleh ke arahku, memicingkan matanya dan memberi tatapan bertanya. Aku mencoba mengacuhkannya, dan hanya tersenyum, sambil menoleh ke arah Rei.

"Masih inget Rei kan Pin?"

"Ya dulu bikin lo nangis guling-guling?"

Aku dengan cepat memukul lengannya, dan memberi ancaman dengan tatapan mataku. Epin tidak peduli. Dia mengendikkan bahunya, tapi kemudian melakukan yang dilakukan Rei tadi. Melambaikan tangan mengucapkan 'halo'. Meskipun versi Epin, dengan malas-malasan.

"Gue langsung ke private room aja ya. Feel free to join, Al. Bye." Kata Epin seadanya ke arah Rei, dan kemudian langsung melangkah menjauh. Aku dan Rei duduk dengan sedikit canggung.

"Sorry aku lupa bilang kalau aku bakal ketemu Epin." Kataku, menyerngit dan sedikit tidak enak ke arah Rei.

"Gak, gapapa kok." Kata Rei sambil tersenyum. Dia juga menggoyangkan tangannya, seolah-olah itu memang bukan masalah.

Hening sejenak, sebelum Rei kembali bersuara.

"Dia kayaknya benci banget sama aku ya tapi."

Aku menggigit bibirku, merasa tidak enak. Tapi Rei malah tertawa – well, bitter laugh, I know – dan kemudian menggeleng.

"Gak, gapapa kok. Understandable. Kamu malah ga mau kenal aku lagi, kan?"

Aku menarik napas panjang, tidak tahu juga harus berkata apa.

"Ehm, well, kamu kayaknya ditungguin disana. Don't add another reason for her to hate me more."

"Rei..." kataku, makin merasa tidak enak.

"No. Eh, astaga, sorry. Maksud aku bukan gitu." Katanya, sekali lagi memaksakan tawanya.

"Okay, aku... aku kesana dulu ya?"

AlleindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang