Chapter XIX

3.7K 419 17
                                        

Sarang (v.):

The feeling of wanting to be with someone until death. 

[KOREAN]

-----

[ Al's POV ]

Seperti yang sudah ku duga, teman sekamar ku juga masih belum ada. Ini baru jam 2 pagi, kemungkinan dia akan kembali nanti menjelang subuh. Itu pun, kalau kembali.

Bukannya aku peduli atau apa, tapi, kalau dia belum kembali, berarti ada kemungkinan Bas juga masih belum kembali. Karena tadi aku sempat melihat instastory nya, yang mengkonfirmasi kalau dia memang ada di acara after party bersama beberapa temannya, di sebuah café merangkap bar di daerah Kemang.

Meskipun tadi, ketika aku pergi dengan Rei, dia ternyata sempat menelpon. Sekali, ketika aku sedang mencuci tangan sehabis makan, dan itu pun panggilan tidak terjawab. Aku tidak membawa ponselku tadi, dan ada di atas meja, dengan Rei yang juga ku tinggalkan sebentar. Entah apakah Bas memang menelpon, atau itu benar-benar missed call yang, aku tidak mau se-skeptis ini tapi, mungkin saja tidak sengaja menelponku. Ponselnya tertekan atau apalah.

Karena well, itu cuma sekali. Satu panggilan. Kalau dia memang berniat menelpon, harusnya dia mencoba sekali lagi kan?

Tapi, sudah sampai beberapa jam kemudian, dan tidak ada telpon lagi. Dan pun, tidak ada pesan masuk sama sekali.

Sudahlah Al, kenapa harus dipikirkan?

Aku berbaring di atas kasurku, sudah membersihkan wajah dan mencuci muka serta menggosok gigi, tapi aku belum berganti pakaian.

Aku bahkan belum melepaskan jaket Rei dari tubuhku.

Sial! Aku kenapa sih?

Aku menarik napas panjang, lalu malah duduk di atas kasurku. Ponselku di hadapanku, dan sekarang berbunyi. Menunjukkan sebuah pesan masuk.

Terakhir kali itu berbunyi, adalah ketika aku baru selesai mencuci wajahku, dan aku buru-buru menarik handuk untuk mengelap wajah dan tanganku, untuk membuka ponselku, dan melihat pesan masuk dari Rei. Foto jendela taksi yang menunjukkan deret nomor dan huruf.

"Udah nih ya." Adalah pesan di bawah fotonya. Dan aku dengan cepat membalas.

"Udh smp mn?"

"Baru naik. Baru dapet taksi."

Entah apa Rei tadi memang kesulitan mendapatkan taksi, atau dia masih berada di sekitaran hotel untuk beberapa saat. Tapi yang jelas, ini sudah lima belas menit sejak aku tiba di kamar.

Aku sangat ingin langsung membalas, tapi aku menahan diri dengan amat sangat. Dari pesan masuk berisi foto saja, ke balasanku, tidak ada jeda semenit. Beberapa detik saja, mungkin.

Jangan keliatan banget, dong, Allo!

Sebuah suara terdengar di kepalaku, dan aku sengaja kembali me-lock ponselku, lalu meletakkan kembali ponselku dengan layar menatap bawah, lalu mencoba mengacuhkannya. Aku memilih menyikat gigi, dan kemudian setelah selesai, berjalan kembali ke kasur. Duduk, berbaring, lalu duduk lagi. Dan sekarang, pesan kembali masuk, padahal yang tadi belum juga aku balas.

Dan ini sudah lima belas menit kemudian.

Aku akhirnya membuka ponselku, dan melihat pesan yang masuk, yang lagi-lagi dari Rei. Kali ini gambar pintu taksi yang membuka, tapi difoto dari dalam.

"Aku udah sampe ya. Mau motoin argo, tp ntar dikira aku minta reimburse hhaha"

Rei memang tidak terlalu sering menyingkat kata-kata kalau mengirim pesan. Hanya beberapa kata yang disingkat, tapi biasanya dia memang menuliskan kata-kata secara utuh kalau mengirim pesan. Sejak masih jaman sms-an dulu, dia begitu.

AlleindraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang