Chapter 22

5.1K 498 64
                                    


Sakura duduk di dalam cafe seraya menyesap ice green tea latte dan menatap Naruto yang duduk berhadapan dengannya. Naruto memotong cake dan memakannya, namun ia masih tak melepaskan tatapan dari Sakura. Terlihat jelas jika lelaki itu heran dengan alasan Sakura yang mendadak mengajaknya bertemu berdua saja seolah sedang kencan.

Bukan tanpa alasan Sakura meminta untuk bertemu Naruto. Ia hendak menjadikan Naruto sebagai teman curhatnya. Ia tak memiliki seorangpun yang bisa ia ajak bicara. Ino dan teman-teman lainnya pasti malah akan meledeknya dan tak akan peduli dengan kondisi Sasuke. Sementara orang-orang di sekelilingnya cenderung menyalahkan dirinya Rasanya ia muak dengan orang-orang yang menyalahkan dirinya.

"Omong-omong matamu terlihat sembap. Kau tidak mungkin habis menangis sepanjang malam, kan?"

"Sasuke kecelakaan," ucap Sakura dengan suara yang terdengar parau. "Karena menyelamatkanku."

Naruto membelalakan mata. Ia mengeraskan suaranya dan tak peduli dengan suasana café yang lumayan ramai.

"APA?! TEME KECELAKAAN?!"

Beberapa orang menoleh dan berdecak kesal, membuat Naruto tersadar jika ia sudah menganggu pengunjung lain. Ia segera menggaruk tengkuknya yang tidak gatal dan menundukkan kepala. Ia merasa agak tidak enak telah mempermalukan dirinya sendiri dan Sakura.

"Bagaimana keadaannya sekarang? Kita harus menjenguknya."

Sakura menggelengkan kepala. Matanya kembali berkaca-kaca dan terasa nyeri seperti ditusuk-tusuk. Matanya bahkan sudah memerah setelah terlalu banyak menangis.

"Aku tidak tahu. Kudengar ia berada di ruang ICU dan telapak tangan kanan nya di amputasi. Aku tak berani menjenguknya."

Naruto terdiam untuk sesaat. Matanya mulai berkaca-kaca, namun ia cepat-cepat mengusapnya dengan kasar sebelum Sakura sempat melihatnya. Ia masih tak habis pikir bagaimana bisa sahabatnya mengalami nasib yang begtu buruk. Sasuke bahkan kehilangan segalanya, mulai dari anggota keluarga hingga anggota tubuh. Satu-satunya yang masih ia miliki hanyalah uang. Dan lelaki itu jelas tak terlihat bahagia meski memiliki banyak uang.

"Diamputasi? Teme bahkan sangat menyukai piano dan bermain drum," sahut Naruto seraya memejamkan mata, menahan rasa sesak yang mendadak ia rasakan. Hatinya juga terasa sakit dan ia ingin menangis, namun harga dirinya sebagai pria melarangnya untuk melakukan hal itu. Ia tahu jika sahabatnya terlihat paling senang melakukan hal-hal yang ia sukai, dan ketika sahabatnya tak bisa lagi melakukan hal-hal yang ia sukai sebaik dulu, ia yakin lelaki itu akan sangat menderita.

"Ini salahku," ucap Sakura dengan suara pelan. "Seandainya aku tak marah padanya dan mengembalikan kalung pelindung yang ia berikan padaku, ia tak perlu mengikutiku yang pulang sendirian dari supermarket. Ia juga tak perlu menyelamatkanku yang hampir tertabrak mobil ketika menyebrang karena menghindari mahluk halus yang berniat menyentuhku. Seandainya aku memakai kalung milik Sasuke, aku tak perlu ketakutan hingga melakukan hal ceroboh seperti itu."

Naruto mengangguk. Ia tak paham sepenuhnya mengenai cerita Sakura, namun setidaknya ia bisa mengerti sedikit. Ia sudah mengetahui kondisi Sasuke yang memiliki indra keenam, begitupun dengan Sakura yang baru-baru ini mendapat kemampuannya. Sakura sendiri pernah menceritakan hal itu pada Naruto dan meminta Naruto merahasiakannya.

"Kalau begitu kau harus minta maaf sekaligus berterima kasih pada teme nanti. Walaupun kau sudah marah padanya, setidaknya dia kan masih mengkhawatirkanmu."

Sakura mengangguk. Ucapan Naruto ada benarnya.

"Kalau kau tak berani menjenguknya, aku bisa menemanimu, Sakura-chan. Bilang saja padaku kapanpun kau ingin menjenguknya."

Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang