Dua bulan telah berlalu sejak Sasuke kembali ke rumah. Ketika ia kembali ke sekolah, ia merasa begitu senang dapat bertemu dengan Sakura dan Naruto. Bahkan ia merasa jika teman-teman sekelasnya bersikap lebih baik dibanding sebelumnya, entah karena cara bersikapnya yang berubah atau teman-teman nya yang berubah.
Perasaan Sasuke menghangat dan ia menahan diri untuk tidak meneteskan air mata karena terharu. Ketika ia akan masuk ke dalam ruang operasi, kedua orang tuanya bahkan merelakan waktu untuk menunggunya dan memeluknya dengan erat, memberikan semangat untuknya sekaligus meyakinkan dirinya sendiri jika ia akan baik-baik saja.
Dan kini Sasuke berada di dalam ruang perawatan bersama dengan sang ibu yang menungguinya sejak kemarin malam. Wajah sang ibu terlihat lelah, namun tetap berusaha menyembunyikannya dengan senyum dan tatapan lembut yang ditujukan pada Sasuke.
"Beristirahatlah, okaa-san. Aku akan baik-baik saja sendirian," ucap Sasuke pada sang ibu tepat ketika wanita itu menghampirinya dan menawarkan untuk memberikan minuman padanya.
Mikoto menggelengkan kepala. Ia tahu jika Sasuke akan baik-baik saja, namun ia merasa tidak memberikan cukup perhatian pada putranya. Dan kini ia berusaha memperbaiki kesalahan dengan memberi sebanyak mungkin perhatian pada Sasuke.
"Aku tahu," sahut Mikoto sambil tersenyum. "Tapi aku sama sekali tidak lelah. Jadi tidak perlu mengkhawatirkanku."
"Matamu bahkan sampai berair. Sebaiknya kau beristirahat, okaa-san."
Mikoto tersenyum dan menepuk kepala Sasuke. Ia tak mengira jika putranya bahkan memperhatikannya dengan detil. Belakangan ini Sasuke juga banyak berubah. Lelaki itu mulai lebih memperhatikan penampilan, lebih banyak tersenyum dan lebih banyak bicara dibanding biasanya.
"Ya ampun. Kau memperhatikanku sampai seperti itu. Kekasihmu pasti akan sangat beruntung mendapatkan kekasih yang perhatian sepertimu."
Wajah Sasuke sedikit merona, namun ia cepat-cepat menggelengkan kepalanya, "Aku tidak punya kekasih."
"Kalau gadis yang kau sukai pasti ada, kan?"
Sasuke seketika teringat akan Sakura dan bibirnya hampir membentuk senyuman tanpa ia sadari. Namun ia cepat-cepat mengulum sudut bibirnya dan mempertahankan ekspresi datar di wajahnya meski wajahnya tetap terlihat merona.
"Tidak."
Mikoto tertawa pelan. Ia menyadari jika Sasuke pun sudah mengalami fase dimana ia tertarik dengan lawan jenis. Ia jadi teringat dengan Itachi yang menjadi lebih banyak bicara dan banyak bertanya mengenai apa yang harus dilakukannya pasa seorang gadis ketika sedang jatuh cinta.
"Oh, ya? Lalu bagaimana dengan Sakura-chan? Sudah menyatakan perasaanmu padanya?"
Sesuai dugaan Mikoto, wajah Sasuke langsung memerah. Ia bahkan berbalik badan dan mengubah posisinya sehingga berbaring membelakangi ibunya untuk menyembunyikan senyum yang tak bisa lagi disembunyikannya.
"Apa yang harus dinyatakan?"
Mikoto mengelus rambut Sasuke dengan lembut. Putra bungsunya mendadak berubah menjadi orang yang mudah dibaca ketika berkaitan dengan cinta. Sasuke berpura-pura tidak mengerti, namun malah terkesan menggemaskan baginya.
"Kalau kau tidak menyatakannya, kau nanti menyesal, lho. Bagaimana kalau kalian berdua ternyata memiliki perasaan yang sama?"
Terdengar suara ketukan di pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka dan Sakura masuk ke dalam ruangan. Gadis itu membawa parsel di tangannya dan tersenyum sebelum menundukkan kepala.
"Konnichiwa, Mikoto-obasan, Sasuke."
"Konbawa Sakura-chan," sahut Mikoto sambil tersenyum. Ia mengedipkan mata pada Sasuke dan tersenyum, seolah berusaha mengatakan 'selamat berjuang' pada putranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixth Sense
Fanfiction(Highest Rank #429 in Fanfiction) Haruno Sakura adalah seorang siswi transfer dari sekolah khusus wanita yang baru saja ditutup. Ia mendapat undian untuk duduk bersama dengan Uchiha Sasuke, putra dari keluarga konglomerat yang terkucilkan akibat per...