"Astaga! Kau sekelas lagi dengan Sasuke? Yang benar saja, kenangan tahun terakhirmu di sekolah harus diisi dengan hal yang tidak menyenangkan," ucap Tenten dengan penuh simpati sambil menepuk bahu Sakura.
Sakura meletakkan burger yang baru saja akan ia gigit dan menggelengkan kepala. Hari ini merupakan hari pertama sekolah dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengecek daftar nama siswa yang sekelas dengannya. Ia berusaha mencari nama Sasuke dan berhasil menemukan nama lelaki itu, juga nama Naruto dan Hinata.
"Tidak buruk-buruk amat, kok. Setelah mengenalnya aku merasa jika dia adalah orang yang baik."
Ino dan Tenten saling berpandangan dan menyeringai penuh makna. Ino yang duduk di samping Sakura segera menatap gadis itu lekat-lekat.
"Jangan-jangan kau benar-benar jatuh cinta pada Sasuke, forehead?"
Wajah Sakura sedikit memerah. Ia bahkan tak tahu jika ia benar-benar jatuh cinta pada Sasuke atau tidak. Ia merasa nyaman ketika bersama Sasuke dan sempat mengkhawatirkan lelaki itu hingga menangis berhari-hari karena bersalah. Terkadang ia sempat berpikir jika mungkin akan menyenangkan seandainya ia menjadi kekasih Sasuke. Namun apakah perasaan semacam itu cukup untuk dikatakan sebagai perasaan cinta.
"Aku juga tak begitu yakin," sahut Sakura. "Mungkin aku tertarik padanya."
"Nah!" pekik Ino dengan keras hingga Tenten terkejut dan hampir tersedar coke yang sedang diminumnya.
"Ketertarikan bisa berubah menjadi perasaan suka. Dan perasaan suka bisa berubah menjadi cinta," ucap Ino sambil menyeringai. "Jika seandainya Sasuke terkena sakit parah dan membutuhkan donor. Maukah kau menjadi pendonor meskipun kau harus mengorbankan kesehatanmu atau bahkan nyawamu?"
Tenten meringis mendengar ucapan Ino, "Apa-apaan pertanyaanmu itu? Tumben sekali bertanya seperti itu."
Sakura menganggukan kepala. Jika diberikan pertanyaan seperti itu, tentu saja ia akan melakukannya tanpa ragu. Bukan berart ia bodoh atau terlalu baik, namun Sasuke bahkan menolongnya dan mengorbankan diri tanpa berpikir panjang. Jika Sasuke bersedia melakukannya, maka ia pun akan melakukannya.
"Tentu saja."
"Berarti kau jatuh cinta padanya, forehead!" ucap Ino dengan suara yang meninggi. Ia tersenyum lebar dan terlihat sangat antusias.
"Mana mungkin?" Sakura mengendikkan bahunya. "Itu karena dia menolongku saat aku hampir kecelakaan. Kalau tidak aku juga tidak akan menjawab begitu."
"Kecelakaan?" Tenten mengernyitkan dahi. "Ya ampun! Mengapa kau tak pernah bilang padaku? Jadi itu alasan mengapa aku tak melihatnya di sekolah hari ini? Kupikir dia sudah pindah sekolah."
Sakura meringis, merutuki dirinya sendiri yang mengucapkannya tanpa menyadari. Dengan terpaksa ia menceritakan mengenai Sasuke yang kebetulan berjalan di jalan yang sama dengannya dan menolongnya yang hampir tertabrak mobil hingga kini kehilangan tangan kanan nya.
"Aku merasa berhutang banyak padanya," ucap Sakura dengan perasaan tidak nyaman. Ia masih merasa tidak enak meski Sasuke tidak marah padanya.
Baik Tenten maupun Ino terdiam. Kedua nya saling berpandangan dengan mata terbelalak, merasa terkejut dengan cerita Sakura.
"Astaga," ucap Ino sambil memberikan selembar tisu pada Sakura yang mulai terlihat berkaca-kaca. "Kau sudah menemuinya? Dia tidak marah padamu, kan? Setidaknya ini bukan salahmu. Dia sendiri yang ingin menolongmu."
"Tidak sama sekali," Sakura menggelengkan kepala. "Karena itulah aku merasa semakin bersalah.
Ino menepuk bahu Sakura, sementara Tenten menyentuh tangan Sakura. Mereka berdua menatap Sakura dengan penuh simpati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sixth Sense
Fanfiction(Highest Rank #429 in Fanfiction) Haruno Sakura adalah seorang siswi transfer dari sekolah khusus wanita yang baru saja ditutup. Ia mendapat undian untuk duduk bersama dengan Uchiha Sasuke, putra dari keluarga konglomerat yang terkucilkan akibat per...