Chapter 13

6.6K 558 45
                                    

"Aku benar-benar lelah menghadapi putraku," keluh Mikoto pada Mebuki dengan wajah muram.

Sakura yang kebetulan duduk di meja yang sama saat waktu bersantai di sore hari merasa tidak enak mendengarkan percakapan itu. Ia berpura-pura memasang earphone dan memejamkan meski ibunya atau ibu Sasuke tidak memberinya isyarat untuk pergi.

"Mengapa? Bukankah Sasuke-kun baik-baik saja? Kulihat ia anak yang cukup baik," sahut Mebuki dengan heran.

"Dia terlalu dingin dan cuek. Sebagai teman sekelasnya, kau juga merasa begitu kan, Sakura-chan?"

Sakura cepat-cepat melepas earphone nya ketika mendengar namanya disebut. Sebetulnya ia berniat diam-diam menguping pembicaraan ibu Sasuke dan ibunya.

"Umm... sejujurnya Sasuke memang agak pendiam."

"Benar, kan? Anak itu kesulitan bersosialisasi dan kurasa memiliki gangguan jiwa. Sebagai orang tuanya, aku dan suamiku benar-benar malu."

Sakura terkejut mendengar ucapan ibu Sasuke. Ia tak pernah bertemu ibu yang mengatakan anak nya sakit jiwa. Setahunya, bahkan ada ibu yang memiliki anak cacat mental namun berusaha menganggap dan membesarkan anaknya layaknya anak yang normal.

Tak hanya Sakura, Mebuki ikut terkejut mendengar ucapan Mikoto. Ia bahkan tak berani menjawab apapun dan yakin jika ia hanya salah dengar.

"Jangan katakan pada siapapun, ya," Mikoto menatap kearah Mebuki dengan tatapan memohon.

"Tentu saja, Mikoto," Mebuki mengangguk dan menberikan tatapan mengancan pada Sakura, "Kau juga, Sakura. Jangan katakan pada siapapun mengenai rahasia Mikoto-obasan. Mengerti?"

Sakura menganggukan kepala. Namun Mikoto menepuk bahu Sakura, "Tidak apa-apa. Sebetulnya ini bukan rahasia untuk Sakura, sih. Malahan semua teman seangkatan Sasuke sudah mengetahuinya."

"Hah?!"

Mikoto tak menghiraukan keterkejutan Mebuki dan mulai bercerita.

"Aku sudah mendengar kabar mengenai kelakuan Sasuke di sekolah. Di kelas dia sering berbicara sendiri dan terkadang menyebut nama Itachi-kun. Sikapnya pada teman sekelasnya juga sangat dingin dan dia hampir tidak punya teman selain seorang anak laki-laki yang sering datang ke rumah," Mikoto memulai cerita.

"Bahkan, teman-teman sekelas menjauhinya dan beberapa guru juga merasa takut padanya. Aku benar-benar kasihan dengan guru dan teman-teman sekelasnya. Aku juga khawatir pada Naruto dan kau, Sakura-chan."

Sakura mengernyitkan dahi, "Eh? Aku?"

"Iya. Kau teman sebangkunya, kan?"

"Eh? Oba-san tahu?"

Mikoto mengangguk, "Tentu saja. Ia tidak melakukan hal yang membahayakanmu, kan?"

Sakura menggelengkan kepala. Sasuke tak melakukan apapun yang membahayakannya, sebaliknya lelaki itu malah menyelamatkannya dari bahaya.

"Tidak, oba-san."

"Syukurlah," Mikoto terlihat sedikit lega. Ia kembali melanjutkan cerita.

"Sejak kematian Itachi-kun, Sasuke.menjadi aneh. Ia perlaha menjauh dengan teman-temannya dan mulai bersikap begitu. Saat tidur, dia terkadang berteriak sambil menangis hingga aku memplester mulutnya setiap kali ia tidur. Aku baru tahu ketika pergi berlibur bersama setahun setelah kematian putra sulungku."

"Mengapa kau tidak mencoba membawanya ke psikiater saja, Mebuki? Mungkin saja ia merasa depresi. Kulihat Sasuke-kun memang sangat dekat dengan Itachi-kun. Kurasa dia sangat kehilangan," usul Mebuki.

Sixth SenseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang