Keputusan Besar

6.1K 214 1
                                    

(8)

Malam ini, sedikit ketenangan hati, tidurpun lebih nyenyak. Maven, laki-laki baik hati, dewasa, penuh kasih sayang tapi bukan laki-laki kurang ajar seperti dugaan awal saya. Bahkan saat kami tinggal serumahpun, tidak pernah sekalipun dia mencoba merayu saya, pernah sekali saat selesai mandi, baju ganti yang saya bawa pun terjatuh di kamar mandi, mau tak mau sayapun meminta tolong dia menggambilkam baju ganti, tapi diluar dugaan saya, tak pernah dia sekalipun mengambil kesempatan untuk berbuat lebih, saat berdua di delan tv pun, hanya mencium, memeluk dan tak lebih. Sedang sayapun heran, lelaki yang pernah berkeluarga tapi bisa menghargai wanita yang bukan muhrimnya. “apa mungkin dia tidak tertarik sama sekali sama saya?” batinku dalam hati. Dan pernah sakali saya bertanya pada dia.
“mas, mas gak pernah tertarik sama aku ya? Kita tinggal serumah tapi tak pernah sekalipun mas berusaha lebih dari ini.”
“ngomong apa sih sayang? Kenapa segitunya? Memang adik mau di apa-apain sama mas?” sambil genit sekali dia mencubit pinggulku.
“ih, apa sih, bukannya berharap tapi aneh saja ay, 3 hari kita tinggal bersama, tapi..,”
Belum selesai aku berbicara, bibir tipisnyapun menyentuh bibirku hangat.
“bukan aku tidak bernafsu sayang, kalau mau sudah sejak kita di wisma waktu it, cuma aku ingin menjaga kehormatanmu, menjaga hubungan ini agar tetap pada jalannya. Aku ingin menjadikanmu wanita paling berharga di hidupku.”
“jadi bernafsu ya… hihihi”godaku
“mulai genit nih, awas nanti malam ada yg nidurin kapok. hahahaa”
“ogah ye, aku kunci pintunya..”ejekku
“bercanda sayang, bisa memeluk dan menciummu saja sudah cukup, tanpa harus meniduri kamu.”
“terimakasih sayang, kamu benar-benar lelaki baik.”

Pagi ini, kebetulan hari libur, akupun menyiapakan sarapan untuk Maven, sedang dia sibuk mencuci mobilnya. Ya hari ini kami berencana ke depok, jalan-jalan sekaligus melihat rumah kontrakan yang telah di pilih dia untuk tempat tinggalku selama di jakarta, karena jarak rumahnya ke kantorku cukup jauh, terlebih di pagi hari, jakarta macet parah.
“jadi kemana kita nanti sayank?”
“ada deh, ada kejutan istimewa untukmu nanti”

09.00 kamipun siap berangkat, entah kemana dia mengajakku, yang pasti ke arah perkampungan sekitar jakarta timur.
“mau ke ruman siapa sih mas?”
“aku ingin mengenalkan kamu pada seseorang, sabar ya.”
Di depan rumah sederhana, di depannya terdapat warung makan sederhana yang banyak pengunjungnya laki-laki berambut cepak. Diapun menyapa ibu-ibu penjual nasi, kemudian menanyakan keberadaan Arya. Tak berselang lama muncul sosok wanita berusia sekitar 30an tahun menggandeng anak laki-laki berusia 3 tahun. Anak yang fotonya pernah aku temukan di kamar Maven. Entah harus seperti apa, yang pasti kaget dan tak menyangka aku bertemu mereka.


“dek, kenalkan ini anakku Arya dan bundanya.”
Ya Allah apa ini mimpi?. Akupun mengulurkan tangan dan diapun menyambutnya meski aku yakin kebencian dan mecemburuan tersirat di wajahnya.
“ini etha, wanita yang akan menjadi yang terakhir dalam hidupku, wanita yang nantinya akan menjadi Mama buat Arya” terangnya pada wanita itu.
“aku tau, mungkin dia lebih pantas mendampingimu. Tolong jaga kesetiaanmu untuk Ayahnya Arya, dan sayangi Arya selayaknya anakmu sendiri”
Airmata ini meleleh, Ya Allah seikhlas inikah wanita ini melepas suaminya untukku.
“terimakasih mbak, aku janji akan menjaga, merawat dan mencintai arya layaknya anakku sendiri”

Perasaanku sedari tadi campur aduk, semua serasa mimpi, di pangkuanku sudah tertidur Arya, anak laki-laki dari lelaki yang aku cintai. Pelukan hangatku menidurkannya, bahkan aku tersanjung saat dia memanggilku Mama, sebutan itu, pantaskah aku rebut bahagia anak ini demi nama cinta?
Seharian ini kami main ke dufan, ancol dan kamipun bertiga layaknya sebuah keluarga utuh. Arya semakin dekat denganku, memanggilku dengan sebutan Mama, mas Mavenpun semakin membuat Arya nyaman denganku, berkali-kali dia menyuruh Arya minta disuapin, minta dimandiin olehku. Allah, mengapa aku semakin nyaman dengan semua keadaan ini? Apa aku sudah yakin untuk menerima semua ini, Maven dan Arya untuk masuk dalam kehidupanku.

Beberapa hari bersama Arya membuatku makin menyayanginya, semua aku pelajari tentang bagaimana mengurus Arya, menjaga, merawatnya sepenuh hati. Dan sejak mulai bekerja, akupun hanya bisa bersama Arya di akhir pekan, namun dengan ayahnya, hampir setiap hari kami berjumpa, sepulang kerjapun dia selalu menjemput,karena jadwal pulang kerjaku lebih lama dari dia, apalagi menunggi busway sepi mustahil jika masih pukul 5-7 sore. Itulah sebabnya dia selalu berusaha menjemput, dan kini hubungan kamipun semakin baik, beberapa kado dia hadiahkan untukku, cincin sebagai tanda keseriusan dia. Hingga akhirnya, di penghujung bulan september. Ketika ada libur panjang, aku sengaja merencanakan pulang ke Surabaya, dan Mavenpun ingin ikut, dia ingin bertemu orang tua ku untuk meminangku.

Siang itu, setiba kami di rumahku di Surabaya. Di ruang keluarga, saat Ayah, Mama dan kami berkumpul.
“maaf pak, saya berencana meminang etha sebagai istri saya, jika bapak menyetujuinya, bulan depan keluarga saya dari Makasar akan datang ke Surabaya.”
“bapak tidak akan melarang ataupun menolak pinangan mas Maven, hanya saja jangan secepat ini, biarkan Etha bekerja dulu, saling memahami. Jika berjodoh tak akan kemana. Maaf ya nak, bukan maksud bapak menolak, hanya saja meminta nak Maven menunggu dulu. Bapak hargai keseriusan nak Maven, pesan bapak, Jaga etha selama di Jakarta, karena tidak ada keluarga di sana, karena saudara kami disana masih di luar kota.”
“baiklah pak, saya akan menunggu hingga waktunya tiba. Tapi ijinkan orangtua saya bersilaturahmi kesini.”
“silahkan,dengan senang hati”

Dan alhamdulillah , hubungan kami semakin jelas, namun satu pesan Ayah sebelum kami kembali ke ibu kota “Maven orang makasar dari suku daeng, bukan karena apa-apa, Ayah ingin kamu menikah dengan orang jawa saja, lagipula kamu harus mengetahui masa lalu dan keluarganya, Ayah tidak mau kamu dibohongi.”
Maafin etha yah, etha sudah tau masalalunya dan tidak mungkin menceritakannya ke Ayah.

Ijinkan Aku Mencintai SuamimuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang