32

1.4K 189 29
                                    

Sungjae berjalan menuju aula- tempat diadakan ujian drama musikal hari ini, namun dia kemudian berbalik ketika melihat Rian sudah di sana untuk memberi pengarahan pada anak didiknya.

"Tuhan, apa yang harus ku lakukan?" Gumamnya. Dia masih ingat betul kebodohan yang telah diperbuatnya beberapa hari yang lalu. Tidak hanya terbangun di apartemen Rian, dia juga langsung kabur tanpa sepengetahuan pemilik rumah yang telah berbaik hati memberinya tumpangan. Itu bukan tanpa alasan, dia teringat bahwa semalam telah melakukan kesalahan besar hingga tak berani meminta maaf, bahkan bersua dengannya.

Salahkan Sungjae yang terlalu pengecut!

"Apa semuanya berjalan dengan baik?" Tanya direktur Myung yang entah muncul dari mana.

"Iya, pak. Kami sedang memeriksa persiapan terakhir," jawab Sungjae gugup. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan direktur Myung di saat seperti ini, terutama setelah kejadian tempo lalu yang membuatnya patah hati. Sungjae melihat direkturnya itu dari ujung kepala hingga ujung kaki, dia memang memiliki karisma yang membuat wanita manapun jatuh cinta padanya. Apalah arti dirinya yang tidak selevel dengannya.

"Pastikan semuanya berjalan dengan baik, kau tahu kan para orang tua juga turut menyaksikan acara ini. Aku tidak akan segan menghukummu jika acara ini gagal," canda Myungsoo sambil tertawa. Tapi Sungjae tak bisa menutupi kegugupannya. Dia menelan ludahnya beberapa kali. Ancaman seperti ini rasanya lebih menakutkan.

"Tapi ngomong-ngomong, kenapa anda mengundang wali murid pak?" Padahal awalnya mereka tidak berencana mengundang wali murid, kemudian tiba-tiba direktur Myung mengusulkannya.

Myungsoo tak langsung menjawab, namun ada senyum di bibir tipisnya. "Keunyang. Aku ingin lebih mengenal para wali murid saja." Myungsoo terlihat menatap Rian sekilas kemudian pergi dari sana.

¤¤¤

Kekek tidak akan datang?

Sohyun kembali melihat sms terakhir yang ia kirimkan pada sang kakek.

Jangan harap!

Dia kemudian menghela napasnya untuk yang kesekian kalinya saat membaca jawaban sang kakek.

"Kenapa kau menghela napas lagi?" Tegur Mingyu yang sedang memakai dasinya.

"Keunyang... Keunyang..." jawab Sohyun tak jelas. Dia kemudian memasukkan ponselnya ke dalam saku, lalu membantu Mingyu memakaikan dasinya.

"Bagaimana dia bisa tahu kemampuanku kalau tak pernah menyaksikanku di atas panggung? Dia tak akan pernah mendukung apapun yang ku lakukan," gerutu Sohyun.

"Ck. Jangan memulainya lagi!" Mingyu mencubit dagu Sohyun, Sohyun menepisnya. "Dia itu kakekmu. Bagaimanapun dia adalah--"

"Yak, Kim Mingyu! Tak bisakah kau lebih cepat sedikit!" Ucap Saeron menginterupsi. Sohyun menyumpahi gadis itu dalam hatinya, tidak tahu bahwa mereka sedang serius apa.

"Selesai. Pergi sana! Nanti anjing peliharaanmu menggonggong lagi," bisik Sohyun sambil merapikan kemeja Mingyu.

"Jangan begitu. Gomawo, hanya kau yang bisa mengikat dasiku dengan benar." Mingyu menghadiahi Sohyun dengan mengusap kepalanya.

¤¤¤

"Eomma! Ada apa denganmu eo?" Sohyun memberhentikan langkahnya saat mendengar suara keributan itu. Dia kemudian bersembunyi di balik tembok saat tahu bahwa itu adalah Yoo Jung bersama seorang wanita paruh baya dengan dandakan eksentrik namun cantik dan elegan.

"Eomma pulang saja ya," bujuk Yoo Jung.

Oh, itu eomma Yoo Jung. Matta, Sohyun dulu pernah bertemu dengan ahjumma itu saat mereka masih di akademi ballet. Ahjumma itu selalu melihat penampilan Yoo Jung sambil merekam aksinya. Tak lupa dia selalu mengatakan pada orang-orang di sekelilingnya bahwa Yoo Jung adalah anaknya.

"Kenapa eomma harus pulang? Tentu saja eomma kesini untuk melihat putri eomma menang," ucap Ibu Yoo Jung sambil membenarkan letak kaca matanya.

Mereka benar-benar orang kaya. Itu adalah kaca mata bermerk yang baru saja dirilis. Semua yang melekat ditubuh ahjumma itu adalah barang mahal.

"Eomma jebal, jangan memulai lagi. Kau tahu, itu sangat membebaniku," rengek Yoo Jung. Mungkin ini pertama kalinya Sohyun mendengar Yoo Jung merengek seperti itu, biasanya dia terlihat anggun dan tenang.

"Apa eomma salah jika menginginkan kemenangan dari putri eomma! Dengar Yoo Jung-a, hanya kau satu-satunya kebanggaan eomma. Kalau bukan kau, siapa lagi? Juga ingatlah bahwa kau pernah mengecewakan eomma beberapa kali! Kalau saja kau tak berhenti menari balet dan--"

"Cukup!" Bentak Yoo Jung. Bukan hanya eommanya yang kaget, Sohyun pun juga. Ini adalah sisi kasar Yoo Jung yang tak pernah dilihatnya.

Plak!

Satu tamparan di pipi Yoo Jung.

"Sejak kapan kamu berani membentak eomma?!"

Yoo Jung hampir menangis. Dia memegangi pipinya yang terasa panas. Bukan hanya tempat itu yang sakit, tapi juga hatinya.

"Terserah! Apapun yang ku lakukan tak akan pernah memuaskan ambisimu," ucap Yoo Jung sebelum meninggalkan ibunya.

Dia pergi ke arah Sohyun bersembunyi dan tak sengaja berpapasan dengannya. Sohyun menjadi merasa bersalah telah mengintip hal yang seharusnya menjadi privasi itu. Sohyun masih menatap kepergian Yoo Jung.

"Setidaknya kau masih punya ibu yang mengomelimu," gumam Sohyun pelan. Dia menunduk untuk menatap ponsel di tangannya. "Setidaknya ada satu orang saja yang datang untuk melihat dan membanggakanmu."

¤¤¤

Acara akan di mulai 30 menit lagi. Para siswa terlihat sibuk di ruang ganti, tak terkecuali tim Mingyu dan Sohyun.

"Gawat! Lee Yoo Mi tak mengangkat teleponku. Di mana sebenarnya dia?" Panik Samuel. Ternyata timnya Sohyun ada masalah. Lee Yoo Mi tiba-tiba saja menghilang, padahal tadi hanya pamit mengambil barang yang tertinggal di kelas.

"Bagaimana ini?" Sohyun terlihat panik.

Donghoo datang dengan sedikit ngos-ngosan. "Aku menemukannya," ucapnya.

Semuanya terlihat menghembuskan napasnya lega.

"Tapi ku rasa dia tidak bisa tampil,"

"MWO!"

Cobaan apa lagi ini?

"Dia minum susu basi dan dia terus bolak-balik kamar mandi," bisik Dongho pelan agar tak terdengar kelompok lain.

"Sulit dipercaya! Bagaimana mungkin?" Jungkook menepuk dahinya.

Tamatlah riwayat kita, teman-teman.

-TBC-

Dream High 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang