Chapter 6

121 10 0
                                    

Mata ku terbuka dan tubuh ku mematung saat mendengar dia menyebutkan namanya. Nama yang baru saja ku dengar siang ini saat bersama ayah dan aku yakin jika aku tidak salah mendengar nama itu. 

" Irene ? ", tanya ku.

" Iya. ", jawabnya.

" Kau dan Joshua ? ", tanya ku ragu.

" Josh! Dimana Joshua ? ", tanyanya seolah sudah mengingat semuanya.

" Tenanglah, dia berada di kamar sebelah. ", jawab ku.

" Apa sesuatu terjadi padanya ? ", tanyanya panik.

" Dia baik-baik saja, hanya belum sadarkan diri. ", jawab ku.

" Syukurlah. ", ucapnya.

Aku terdiam saat melihat kekhawatiran di wajahnya, dia sama sekali tidak mengkhawatirkan keadaannya, dia lebih mengkhawatirkan keadaan Joshua.

" A-apa kau merasa baik-baik saja ? ", tanya ku perlahan.

" Apa maksud mu ? ", tanyanya yang mulai curiga.

" ... ", aku terdiam dan tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan yang sebenarnya dia alami.

" Apa sesuatu sudah terjadi dengan ku ? Apa itu ? ", tanyanya sekali lagi.

" Maafkan aku. ", ucap ku.

" Untuk apa ? ", tanyanya.

" K-kau harus menjalani terapi setelah keluar dari rumah sakit. ", jawab ku perlahan.

" Terapi ? Untuk apa ? ", tanyanya.

" Kaki mu mengalami kelumpuhan. ", jawab ku sambil menundukan kepala.

Tidak lagi ku dengar suaranya, namun yang pasti dan jelas terdengar di telinga ku adalah tarikan nafas seseorang yang sedang menangis.  Perlahan aku melihat ke arahnya dan ku dapati dia masih memandang ke arah ku dengan mata yang berair.

" M-maafkan aku. ", ucap ku sambil berjalan mendekatinya.

" Mengapa ini bisa terjadi pada ku ? ", tanyanya lirih.

" A-aku terlambat menyelamatkan mu. ", jawab ku sambil menatapnya.

Tangisannya semakin menjadi-jadi, aku segera memeluknya untuk membuat dirinya merasa tenang dan aku bisa merasakan ada ketakutan dalam dirinya. Dia menggenggam jaket ku begitu erat dan tangisannya sangat menyiksa ku.

" Tenanglah, aku akan selalu bersama mu. ", ujar ku.

" Aku tidak berguna lagi. ", ucapnya disela-sela tangisannya.

" Jangan mengatakan hal itu, Tuhan tidak menyukainya. ", jawab ku.

" Aku tidak bisa berjalan lagi. Mengapa kau membuat ku bertahan hidup ? Mengapa kau tidak biarkan aku mati saja. ", ucapnya sambil memukul lengan ku.

Aku melepaskan pelukan ku dan memberanikan diri ku untuk menatapnya sangat dalam. Kini aku melihat matanya dengan jelas dan aku bisa merasakan apa yang saat ini dia rasakan.

" Dengarkan aku, bukan aku yang membuat mu bertahan hidup sampai saat ini. Tapi Tuhan yang menghendaki semua itu terjadi. Jangan kau sia-sia kan kehidupan mu. ", ujar ku.

Kini dia menatap ku sangat tajam dan wajahnya seolah menahan sakit. Perlahan aku melepaskan genggaman tangan ku pada lengannya dan menghela nafas. Aku menghapus air mata yang masih tertinggal dipipinya. Tatapannya kini berubah menjadi tatapan yang penuh amarah. 

" Dokter mengatakan kau bisa kembali berjalan jika kau rutin melakukan terapi itu. ", ujar ku.

" ... "

" Aku mohon agar kau mau menjalani terapi itu. ", ujar ku.

" Apa kau yang selama ini berada di samping ku ? ", tanyanya dengan tatapan lurus ke depan.

" ... " 

" Apakah kau yang menjawab saat aku memanggil Joshua ? ", tanyanya.

" I-Iya. ", jawab ku.

You Are DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang