17. Expression Of Feeling

6.3K 647 56
                                    

Saat ia berusaha ingin mendapatkan seseorang yang selama ini ia cintai, di sisilain ia tak memiliki kuasa untuk melindungi seseorang yang ia sayangi tanpa adanya status.

[*]

Ada yang berubah saat Viena menyadari bahwa hukumannya di rumah tidak lah serumit yang pernah ia bayangkan, ia pergi dengan seragam lengkap meski Keny sempat berpesan agar ia tidak melanjutkan aktivitas sekolah selain mengikuti beberapa pelatihan dan persiapan untuk ujian kesetaraan. Viena bergegas merapikan seragam sekolah yang baru saja ia ambil dari lemari, kepalang basah, mengapa tak sekalian ia arungi toh hanya tinggal menghitung minggu ia akan menghadapi ujian akhir sekolah.

Ia melintasi family room, sudah dua hari saat kepergian Keny dan Prayoga dalam keberangkatan bisnis, ia melihat Maura masih sibuk dengan beberapa majalah dan buku yang ia ambil dari perpustakaan keluarga, ia melesat mendekati Maura tegap dengan tatapan kosong saat ia dapati susunan buku yang telah tertimpa rapi seperti bangunan gedung.

"Kamu baca semua buku itu dari semalem?"

Maura menoleh, melirik kearah suara, wajah acuh wanita yang berbicara padanya terlihat seperti menunggu, egonya terlalu tinggi untuk memberikan kode bahwa sebenarnya ia ingin agar bisa berangkat bersama, Maura mendongakan kepala, menoleh keseliling ruangan yang kini menatap sosok yang telah rapi menggunakan seragam sekolah dan parfume khas Viena, sedikit menampilkan ekspresi keterkejutan namun itu tak berlangsung lama.

"Mau kemana Vien?"

"Sekolah lah, kamu sendiri kenapa belum siap-siap, yaudah aku duluan?" Viena berlari namun langkahnya terhenti saat suara terdengar memanggilnya dengan intonasi keras

"Vien, bukannya Mama bilang kita nggak boleh masuk sekolah?"

"Dan kamu, mau?" Viena menoleh ke arah Maura yang terlihat belum bangkit dari pembaringanya di sofa familily room, sofa yang selama ini menjadi tempat rebahan terfavorit Viena, siapa yang tak suka, itu adalah tempat santai yang strategis tak jauh dari kamar mereka, jika televisi mati, Maura mempergunakannya sebagai tempat menghabiskan waktu untuk membaca buku.

Namun jika Tv menyala. Maura terpaksa mengalah. Mengambil tempat tersunyi di library room. Sebab Viena lebih banyak menghabiskan waktu bermain play station sambil menghamburkan kacang kulit ke sisi lantai.

"Mama bisa marah Vien"

Maura menciutkan alis, bukan ia tak mengerti, ia hanya mencoba patuh, sebagaimana ia tahu apa yang akan Viena dapatkan saat Keny tahu jika perintah dan inginnya dilanggar , dan Viena akan kembali menjadi bulan-bulanan Keny jika tahu Viena melanggar apa yang telah wanita itu titahkan. Viena mendesis marah, saat ia sadari Maura hanya menatapnya dalam kebingungan tanpa ada gerakan untuk mengikuti nya bersama menuju ke sekolah.

"Yaudah kalau nggak mau, nunggu aja sampe bego" Viena berlari menuruni tangga, berteriak memanggil supir yang pernah diperintahkan Keny untuk menghantarnya itu menyerahkan kunci padanya, beberapa pelayan memang telah diperingatkan tentang tugas penjagaan dan pesan untuk melakukan pengawasaan, namun seperti sebelumnya, mereka tak ada kuasa jika Keny hanya berkoar di hadapan mereka dan tidak ada saat Viena yang kini justru memegang kendali di rumah.

"Buruan mana kuncinya?"

"Tapi kata ibu dan tuan, mba Viena dilarang untuk pergi ke sekolah lagi"

Viena mendekati asisten rumah tangga yang bertugas sebagai supir itu dengan tatapan menunduk, tanpa mau mengambil resiko seperti yang telah lalu, berurusan dengan amukan Viena sama saja, meminta sakit fisik dan berujung pemecatan, dianiaya Viena lalu ketawan tidak becus menjalankan tugas oleh Keny, atau menutup rapi ulah Viena, maka tak ada pilihan lain, tanpa sempat menatap ke arah Viena pria itu mengulurkan kunci dengan tangan gemetar seketika berlalu pergi melirik bayangan Viena yang kini melesat berlari menuju garasi.

Revenge and Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang