37. Pilihan & Pengkhianatan

5.6K 493 92
                                    

Viena sadar, ada yang jauh lebih berharga, yaitu cinta dengan pembuktian, seperti yang selalu ia gaungkan, bahwa Maura adalah salah satu pilihan hati yang pantas untuk segala pengorbanan.

[❣]


Viena mengkuncir rambut Maura dengan kuncir kuda, rambutnya yang panjang kini terlihat seperti anak-anak usia belia, tepat di depan cermin keduanya tersenyum sambil tertawa.

"Udah Vien?"

"Belum sedikit lagi, kamu diem deh" Maura hanya bisa pasrah, saat menyadari hari ini mereka menghabiskan banyak waktu seharian di rumah, tanpa aktivitas selain merelakan dirinya menjadi objek Viena dalam melakukan uji coba kecantikan dasar, tak ada yang dapat mereka lakukan di cuaca 8,8 - 17°C dengan salju yang semakin menebal.

Usai mengkuncir rambut Maura, ia mengambil pewarna kuku, meraih jari-jari Maura yang tampak bersih dan lembut

"Coba warna merah ya" Tanya Viena meminta izin, Maura menggeleng, ia meminta agar Viena memolesi kukunya dengan warna ungu tua, tanpa memperdulikan permintaan Maura, Viena tetap meraih warna merah nyala mencoba mempraktekkan Salon Expressnya ke pada Maura. Maura malas berdebat, ia sudah menyepakati permainan mereka hari ini, permainan seperti zaman masa kanak-kanak di usia sekolah bangku dasar, setara kelas satu dan dua. Dengan posisi Maura di atas kursi dan Viena di bawah meletakkan tangannya sebagai penyanggah tepat di atas paha Maura, ia mencoba fokus menaburi glitter dengan begitu hati-hati, di saat ia fokus memanicure kuku Maura, Maura justru sibuk memperhatikan Viena, kedua tangan Viena masih terlihat sibuk memegang dan mengoles, sementara Maura memiliki satu tangan yang bebas lalu memanfaatkannya untuk menyatukan jari telunjuk dan tengah lalu meletakkannya tepat di atas kening seraya menggerakkan jari-jari pada wajah wanita yang masih terlihat menunduk di hadapannya.

Ia menaik turunkan jemari dengan gerakan mengelus, bukan untuk memecah konsentrasi Viena, ia hanya mencoba memanfaatkan jarak mereka yang hanya beberapa centi dengan sesekali memainkan poni dan menyelipkan rambut Viena ke balik kuping. Maura membayangkan banyak hal dalam ketakutan-ketakutan tak mendasar, tentang apa yang akan terjadi jika suatu saat ada sesuatu yang membuat mereka menciptakan jarak yang tak diinginkan, membangun rindu melebihi dingin salju, membatasi ruang temu yang melebihi pagar dari bara api dimusim-musim dingin.

"Jangan bergerak Ra," Viena meniup perlahan kuku-kuku maura secara hati-hati, alat Brushes yang ia gunakan untuk melukis ujung kuku Maura dengan warna campuran terlihat rata. Sementara Maura masih memiliki kesibukan lain, yaitu memperhatikan wajah dan mengelus wajah Viena perlahan. Viena mengangkat kepala saat pipinya terasa geli memperhatikan Maura yang kini terlihat dengan tatapan melamun, ia menatap Maura yang memperhatikan setiap inci wajahnya secara bergantian dengan ekspresi diam tanpa tindakan.

"Kenapa ih, kamu ngelamun?" Maura tersadar, menarik tangannya kembali lantas membalas tatapan Viena padanya.

"Nggak, aku cuma lagi mikirin sesuatu"

"Hmmm, nanti malem pas tidur, kamu cerita ya sama aku" sambil mengedipkan matanya sebelah, ia meniup wajah Maura dari tempat ia duduk, Maura memajukan bibir mengejek Viena yang terlihat kembali menyibukkan diri.

"selesai" Viena meletakkan perlengkapan manicure yang ia gunakan untuk mewarnai kuku Maura di atas meja tak jauh dari mereka duduk.

"Bagus juga ya warna ini"

"Kan pilihan aku bener, aku suka warna cerah, jadi selama sama aku, kamu harus pakai nail art dengan warna - warna cerah, pake warna ungu tuanya pas kamu mau keluar rumah, atau pas makan di luar rumah aja"

"Haha, kenapa nggak buka salon kecantikan aja sih kamu" Maura menjepit hidung Viena dengan jari jempol dan telunjuknya bersamaan, lalu menggerakkannya ke arah kiri dan kanan.

Revenge and Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang