13. Sapaan Maura & Drama Prayoga

6.4K 652 57
                                    

Kepala itu mendongak membalas tatapan Erlin yang masih terpaku bisu menyadari kebodohan dirinya, bahwa selama ini ada siswi cantik tertupi pada baju dan rok sekolah yang terlihat longgar namun sopan.

[❣]

Erlin melangkah menuju ruangan tengah, Baby White Piano menjadi hiasan ruangan saat Erlin melintasi ruangan itu yang kini memancarkan sinar redup, Maura duduk di atas sofa Golden Love Seat di sudut ruangan, dipermanis dengan Bamboo Nest Table bergaya oriental, ruangan ini remang karena lampu dinding bronze wall lamp nya yang hanya memancarkan sinar seadanya. Erlin melangkah masuk, menelisik keseluruh ruangan Chinoiserie style yang memadukan pada background dinding dalam palet warna yang terkesan sedikit ringan.

"Masuk saja" suara lembut itu terdengar, Erlin beralih ke arah suara, ada Maura yang kini sedang duduk membuka beberapa lembar majalah yang ada di tangannya.

"Eh, hay" Erlin kaku , teringat semua yang dilakukan Viena padanya, meski ia tak pernah turut andil dalam mengerjai Maura, namun ia tahu bagaimana kesan Maura tentangnya yang selalu diam saat Viena sahabatnya itu membully Maura.

"Ruangan nya asik ya?" Erlin melirik Maura yang kini menggunakan Plain shirt Glitz dan celana Sky Blue Pants sebetis, style cuek namun terkesan feminim, Erlin tak menjauhkan pandangan, masih dengan tetap memperhatikan Maura dari jarak dekat, rambut panjang itu ia gerai begitu saja, anakan rambut tipis yang menutupi kening dan telinga serta tundukan anggunya memperlihatkan kedua lesung pipinya yang dalam, seketika membuat Erlin tertegun, kepala itu mendongak membalas tatapan Erlin yang masih terpaku bisu menyadari kebodohan dirinya, bahwa selama ini ada siswi cantik tertupi pada baju dan rok sekolah yang terlihat longgar namun sopan.

"Kamu sudah makan?" Erlin merasa melayang, menelan liur bagaimana nada lembut itu bertanya, kanvas dari lukisan terindah di hatinya seketika memancarkan rona bahagia yang tak dapat ia jabarkan.

"Belum.." ia tersenyum melirik Maura yang masih akrab dengan majalah yang ia pegang.

"Non makanan sudah Mbok siapin di meja makan ya.., ayo nak Erlin , diajak temennya sekalian makan"

Erlin menoleh kearah mbok Kum, mengangguk mengiyakan, disusul Maura yang kini berdiri mengajak Erlin ke ruang makan.

"Aku pa, panggil Viena dulu boleh?, setau aku dia juga belum makan" Gugup Erlin yang kini tepat di samping Maura, sekilas kecantikan itu terlihat begitu jelas, Maura tak menjawab, melangkahkan kaki menuju kursi meja makan, lantas mengangguk, mendapati jawaban Maura padanya, Erlin melangkah menuju ke kamar mereka, dengan perlahan ia membuka pintu yang terlihat Viena masih sibuk dengan layar ponselnya. Erlin duduk di samping Viena dengan senyuman yang terus merekah

"Lu kenapa Lin, kesambet setan?"

Erlin memendarkan pandangan keseluruh ruangan, ia menatap dinding, jam, lemari, kasur, pintu dengan senyuman girang

"Wooy lu kenapa senyum-senyum sendiri" Teriak Viena yang sadar panggilannya tak ditanggapi

"Eh iya, makan yuk, makanan udah disediain , ntar kalo keburu dingin nggak enak, lu kan nggak suka makanan dingin" Lembut suara Erlin menautkan Alis Viena bingung, kenapa pula sahabatnya itu , biasanya dia tak jauh dari bahasa aneka hewan, entah kebo, monyet, atau dongo.

"Tumben lu ngomong bener" Erlin masih dalam senyuman manja manis, aura wanita yang baru saja ia temui selaksa hipnotis yang memberikan ia magic untuk mengikuti stylenya dalam berbicara, lembut, manis, anggun, dan lagi santun dalam menyapa, ah Erlin seketika terpesona pada kesan pertama interaksi pada rekan barunya.

Revenge and Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang