27. Mengulang Waktu

6.3K 601 60
                                    

"jangan pernah deketin aku kalau kamu lagi mabuk" Viena masih terlihat seperti bingung, bagai mana mungkin Maura berani mengatakan hal demikian, terlebih lagi melakukan hal yang ia rasakan barusan

[❣]

Dalam perjalanan pulang keheningan kembali terjadi, Maura dengan isakan tangis yang tak menyuara, sementara Viena terjebak dalam pengandaian dan tanya yang terasa berat tuk terajukan, sembari menyetir ia hanya sesekali menoleh, suara itu, kembali terulang saat terakhir kali ia dengar Maura menangis tepat di depan ruangan Jenazah saat kepergian sang Mama Irene. Ia hanya menutup rapat bibirnya dalam menerobos malam yang kian memekat, ada gumpalan perih seperti sakit yang sulit untuk di artikan, Viena bingung untuk bersikap.

"Lo mau kita pulang ke mana?" Viena melirik ke arah Maura, gadis itu tetap menatap ke depan, mesti kini tak lagi tanpa suara, namun sembab dari wajah putih itu terlihat secara jelas.

"Pulang ke rumah aku aja"

Viena paham apa yang harus ia lakukan, ia terus melajukan kendaraan menerobos malam, dalam hening keduanya saling bisu dalam diam, Viena masih dalam kebingungan akan apa yang telah ia ketahui kini merupakan jawaban dari apa yang ia hadapi di masa lalu, tentang Erlan abang dari sahabatnya itu, jika Maura adalah gadis yang ia maksud, betapa ia tahu, penderitaan Maura akan semakin bertambah, ia Tahu Erlan mengalami self injures, untuk gadis sesabar Maura, Erlan tentulah memiliki penyembuh di luar dari diri Erlan sendiri, namun bagaimana jika kebalikannya, bagaimana jika terjadi apa-apa dengan Maura, bagaimana jika Erlan menyakiti Maura, ribuan tanya memutar pada bilik otaknya mencari jawaban yang tak kunjung pasti .

"Udah sampai" Viena menyadarkan Maura yang kini menunduk dalam pejam, ia bingung apa yang harus ia lakukan, ia akan meminta maaf atas kebodohan yang telah ia lakukan pada Maura saat ia mabuk di beberapa malam yang lalu, namun saat kelu bibir ingin berucap, ia takut jika Maura bertambah marah dan menoreh kembali luka dan tangisnya yang masih membasah.

"Ra" Viena menyentuh pundak kanan Maura, perlahan menyadarkan gadis itu untuk tersadar dari lelap sesaatnya, hingga gadis di hadapannya membuka mata

"Kita di mana?"

"Kita udah sampai rumah" Tanpa menjawab lagi Maura bergegas turun dari mobil meninggalkan Viena yang masih diam mematung.

Viena melangkah gontai menaiki tangga, perlahan dengan langkah berat mencoba menemui Maura yang kini telah merebah tanpa mengganti busana, suaranya masih terdengar isak, entah seberapa pedih apa yang ia rasakan, Viena masih belum mengerti, memberikannya solusipun sepertinya ini belum diwaktu yang tepat .

***

"Papa pulang?" Viena bangkit dari kursi meja makan, bergegas berlari menerobos tangga menemui Maura dengan kecepatan kilat,

"Ra pulang Yuk"

"Kamu kenapa Vien seperti orang dikejer hantu"

"Emang kamu pernah dikejar hantu?" Maura sesaat berpikir sebelum akhirnya ia menggeleng

"Papa sore ini pulang, bareng Mama, aku nggak tau kenapa, pasti ada hal penting, barusan aja kak Jihan hubungi aku, dia mau kita udah di rumah sebelum mereka sampai"

"Bukannya baru beberapa hari yang lalu ya Mama dateng?" tanya Maura dengan mimik kebingungan

"Yaa aku nggak tau, kalau mereka pulang pasti ada hal penting"

Sesaat keduanya adu tatap tiba-tiba saja suara bel rumah berbunyi, Viena membalik tubuh lantara bel yang berbunyi dengan durasi sama di pencet berulang kali. Maura turun dari pembaringan berdiri tegap tak jauh dari hadapan Viena, keduanya saling berpandangan.

Revenge and Love [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang