PROLOG

28.6K 791 14
                                    

Assalamu'alaikum.. 

Alhamdulillah bisa kembali menyapa pembaca di akun ini. Terima kasih kepada siapa pun yang bersedia membaca, komentar dan memberikan vote pada novel saya kali ini.

semoga suka dan menginspirasi. 

###

Ada hari yang kadang tanpa kita sadari memberi pengaruh besar dalam kehidupan kita di masa depan. Ada seseorang yang tanpa kita tahu akan menjadi bagian dari hidup kita. Ah, itu hanya ungkapan belaka. Fatrial tidak percaya hal itu.

Berulang kali helaan nafas keluar, tak jarang suara batuk yang dibuat-buat demi menghentikan obrolan konyol teman satu timnya. Fatrial tidak suka topik pembicaraan calon-calon dokter di depannya. Seharusnya seorang ko-as membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit, suasana rumah sakit atau cara penanganan pasien, tapi tidak dengan Beny dan Alvin. Dua ko-as muda itu begitu serius dan saling adu argumen hanya untuk menguatkan pendapat masing-masing tentang takdir dan jodoh.

"Tulang rusuk tak akan salah pulang pada pemiliknya." tegas Alvin penuh keyakinan.

"Ah, itu teori doang. Buktinya banyak nikah cerai." bantah Beny, tak mau kalah.

Enggan terlibat dalam diskusi tak bermanfat itu, Fatrial memilih mengedarkan pandangan pada beberapa pasien yang sedang mengantri di kursi tunggu poliklinik, sampai akhirnya pandangannya jatuh pada seorang gadis memakai jilbab berwarna biru langit yang sedang berlari cepat menuju loket pendaftaran pasien, lokasi yang tak jauh dari tempat Fatrial dan dua rekannya berdiri. Gadis itu tergopoh-gopoh, dan nampak jelas kekhawatiran di sana. Fatrial yang semula biasa saja merasa penasaran melihat gadis itu mengaduk-aduk tas pinggangnya.

"Tunggu ya, Mbak. Saya carikan dulu." gadis itu mencoba menahan kebingungannya, berharap sang petugas loket memahami kondisinya.

Tidak ada, entah apa yang dia cari. Gadis itu sampai menumpahkan seluruh isi tas di lantai, mengobrak-abrik isi tas yang sebagian besar berisi kertas fotokopi, pensil, dompet dan tisu yang sudah tak berbentuk lagi. Terlihat jelas ia kebingungan akut, mulai putus asa.

Fatrial berjalan mendekat.

"Ada yang bisa dibantu, Mbak?"

Gadis itu kaget melihat Fatrial. Balutan jas dokter, mata tajam dan rahang kokoh Fatrial membuatnya terkesima, untuk sesaat kegaduhan pikirannya lenyap, terfokus pada sosok memukau di hadapannya.

"Mungkin ada yang bisa saya bantu?" kalimat Fatrial kali ini membuyarkan lamunan gadis itu, buru-buru ia menggelengkan kepala dan tersenyum getir.

"Oh, iya. Saya sedang mencari kartu mahasiswa saya." jawabnya sambil membasuh peluh di wajahnya, tindakan sesaat untuk menutupi rasa malu yang sudah membuat wajahnya memerah.

Seketika Fatrial jongkok, turut mencari di antara lembaran fotokopi dan tisu yang sudah kumal. Gadis itu tertegun, merasa seolah bertemu sang pahlawan di siang bolong. Entah bagaimana skenario Tuhan berjalan, KTM yang dicari dengan peluhan keringat dan kebingungan akut itu dengan mudah ditemukan Fatrial di antara lembar-lembar fotokopi.

"Lain kali lebih teliti ya, Mbak." Fatrial menyerahkan kartu mahasiswa tersebut.

Tidak ada suara, gadis itu memilih bergeming memandang kartu mahasiswanya di tangan Fatrial. Namun secepat mungkin ia berusaha menguasai dirinya, dan segera tersenyum mengangguk sambil meraih kartu tersebut.

Tak perlu menunggu ucapan terima kasih, Fatrial melangkah pergi, meninggalkan gadis berjilbab yang masih membisu menatap punggungnya. Kian menjauh tanpa ada sepatah kata.

Terima kasih. Hati gadis itu berbisik.

Seulas senyum lebar mengembang di sana.





Ko-asisten : sebutan untuk calon dokter yang sedang magang di rumah sakit

Dangerous Wedding 1 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang