Dilema

10.4K 565 16
                                    

Sepanjang perjalanan mengemudikan mobil menuju rumah Aina untuk memeriksa kondisi ibunya, tak henti-hentinya Fatrial berpikir tentang Veve, juga keputusannya untuk meneruskan atau berhenti

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepanjang perjalanan mengemudikan mobil menuju rumah Aina untuk memeriksa kondisi ibunya, tak henti-hentinya Fatrial berpikir tentang Veve, juga keputusannya untuk meneruskan atau berhenti. Ia belum mengatakan apa pun tentang rencananya pada orangtua atau Nadia, tak mungkin tiba-tiba memutuskan. Butuh pertimbangan besar, juga perasaan pada Aina belum sepenuhnya hilang. Sedangkan ia tidak merasakan desiran sama sekali setelah melihat Veve. Tidak ada satu pun dari Veve yang menimbulkan rasa suka dalam dirinya, tapi anehnya ia seolah sudah mengenal lama, dan ada ketenangan saat dekat dengannya. Rasa aneh apa itu? Ia bahkan tak pernah mengalami sebelumnya.

Ya Allah, apa yang harus kulakukan

Sampai di rumah Aina, ia melihat wanita itu telah berdiri di depan pintu menyambut kedatangannya. Tersenyum simpul, seolah tak pernah terjadi ada apa-apa di antara mereka. Melihat senyum perempuan itu tentu saja masih menumbuhkan desiran panas di hati Fatrial. Tiga bulan berlalu belum mampu mengubur cintanya, namun sebisa mungkin Fatrial mengendalikan perasaannya.

"Ibu sudah menunggumu." Kata Aina.

Fatrial mengangguk, lalu mengikuti Aina masuk rumah. Ia membawa tas berisi perlengkapan check up seperti stetoskop dan beberapa peralatan ringan lain yang bisa dibawa.

"Ayah lagi keluar kota, jadi rumah nampak sepi."

"Tunanganmu?" spontan pertanyaan itu meluncur begitu saja.

Aina menghentikan langkah, membalikkan badan, menatap Fatrial. "Akan kuceritakan nanti." Jawab Aina, lalu kembali melanjutkan langkahnya. Sedang Fatrial yang tidak tau apa-apa mengikut saja.

Bu Farida –Ibunya Aina– menderita emphysema sejak dua bulan lalu dan hingga detik ini Fatrial masih bertugas sebagai dokter pribadinya, tentu saja atas pilihan Aina.

Wanita hampir berumur enam puluhan itu tersenyum menyambut kedatangan Fatrial. Ia masih terbaring lemas di atas ranjang.

"Selamat sore, Bu. Bagaimana kabarnya?" tanya Fatrial sambil meraba denyut nadi Bu Farida, normal.

"Sudah lumayan, dok."

"Permisi ya, Bu. Saya periksa dulu." Fatrial segera memasang stetoskop dan mulai melakukan pemeriksaan.

"Apa masih terasa sesak beberapa hari ini, Bu?"

"Emm.. beberapa kali setelah beraktivitas."

"Untuk sementara kurangi aktivitas ya, Bu. Juga jangan berhenti minum obat. Ibu masih dalam proses penyembuhan, jadi butuh istirahat banyak."

Bu Farida tersenyum mengangguk.

"Saya ingin mengatakan jujur pada dokter. Sebenarnya dulu ketika Aina masih kecil, saya sering merokok. Bahkan ketika stres saya merokok, dan beberapa minggu lalu sebelum kondisi paru-paru saya memburuk, saya sempat merokok. Saya sadar ketika itu saya telah menderita emphysema dan bronkitis akut, tapi saya mengabaikan semua itu." Tutur Bu Farida, sesaat membuat Fatrial terkejut. Sedang Aina hanya tertunduk sedih.

Dangerous Wedding 1 (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang