Masih di lokasi yang sama, Fatrial menghabiskan dua jam setelah kepergian Aina dengan hanya duduk diam. Menatap beberapa menu makanan yang sudah terhidang sejak dua jam yang lalu. Tidak berniat untuk memakannya sedikit pun. Ia putuskan menghubungi Rian, meminta perawat yang setia membantunya di rumah sakit itu untuk datang ke restoran.
Tak lama setelah dihubungi, Rian datang, ia terkejut melihat Fatrial yang terdiam depresi.
"Dokter, kau kenapa?" Rian segera menggeret kursi, duduk di sebelah Fatrial.
"Sudah berakhir."
"Apanya, dok? Katakan kau kenapa?"
"Aku ditolak."
"Ditolak siapa? dokter Aina?" Rian mencondongkan kepalanya. Ia bisa menangkap dengan jelas kekalutan di wajah Fatrial. Selama ini tidak ada seorang pun wanita yang mampu membuka hati Fatrial kecuali Aina. Siapa yang tidak tahu? Se-isi bangsal paru pun tahu. Fatrial mengangguk.
"Ternyata dia sudah dijodohkan dengan orang lain."
Rian kaget sekali. Matanya melotot menatap Fatrial penuh rasa iba. "Sabar ya, dok. Allah pasti akan menghadirkan perempuan yang jauh lebih baik dari dokter Aina, dan tentu saja datang di saat yang tepat."
Patah hati, meratapi nasib cinta bukanlah karakter Fatrial selama ini. Ia menepuk-nepuk dadanya, berusaha membuang segala kesedihan dan kekecewaan yang hanya membuang banyak waktu dan tenaga. Dia adalah dokter, bukan pujangga yang meratapi cinta.
"Aku mengerti. Hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan semua."
Rian tersenyum mengangguk.
"Ikhlaskan, dok. Serahkan semua rasa dan masa depan pada Allah. Dia tau mana yang terbaik untuk kita, juga siapa yang layak hidup dengan kita. Jika memang sudah waktunya, pasti Allah akan mempertemukan dokter dengan perempuan luar biasa di luar sana."
Tidak ada komentar, atau pun kalimat yang keluar dari mulut Fatrial, ia tak sanggup mengembalikan kepingan hati yang telah luluh lantak.
"Jodoh itu tidak akan tertukar, dok, tidak akan salah waktu, salah tempat apalagi salah orang. Jadi dokter yakin saja, apa pun yang sudah menjadi takdir kita, tidak akan berpindah pada orang lain, pun sebaliknya." Rian mengutip kalimat yang pernah ia baca dari buku-buku tentang Islam.
"Terima kasih."
@@@
Sejak penolakan itu suasana hati Fatrial sering labil, tidak tenang dan mudah sekali terbawa emosi. Ia nyaris putus asa pada dirinya sendiri. Cinta itu terlalu dalam, pun ia terlalu bodoh dalam menyikapinya, hanya penyesalan demi penyesalan yang tersisa. Andai dan terus saja berandai. Bahkan ia berfikir akan menikahi gadis siapa saja yang mampu menyembuhkan luka di hatinya.
Rumah sakit yang seharusnya menjadi tempatnya menolong pasien, kini justru terkesan dirinya yang harus ditolong. Banyak pekerjaan terbengkalai karena seringnya dia melamun secara tiba-tiba, juga tak jarang ia mendapat teguran dari perawat yang merasa tindakkan Fatrial akhir-akhir ini sangat lambat dan banyak membuang waktu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Wedding 1 (Sudah Terbit)
RomanceAku tidak mencintaimu, tapi aku tak pernah menyesal menikahimu Novel ini sudah terbit dalam bentuk buku.. pemesanan bisa menghubungi Ae Publishing cabang gresik (0895-0977-3003)