.....
Veve duduk mengantri sekaligus menunggu resep obat yang ia berikan pada petugas selesai diracik oleh para apoteker. Tak lama setelah ia duduk, sebuah pesan dari Fatrial masuk.
From: My lovely husband
Setelah mendapat obat, langsung pulang ya! Gak usah ngajar hari ini. Istirahat saja di rumah.
Iya, Dokter :-)
Send
From: My lovely husband
Dokter? :-(
Veve tersenyum membaca pesan terakhir beserta emoticon yang mengikutinya. Tak berniat membalas, ia pun memasukkan handphone ke dalam tas pinggangnya.“Veve?” seseorang memanggil dari arah samping.
Veve menoleh, terkejut melihat Aina berdiri di sana.
“Dokter Aina.”
“Apa yang membawamu datang ke sini?” Aina lekas duduk.
“Habis check up, Dok.”
“Check up apa?” Aina nampak kaget.
“Ada sedikit masalah dengan sistem pernapasan. Begitu katanya.”
“Oh.. kupikir kau hamil.” Aina nampak lega, “Maaf ya, untuk kemarin malam. Ibu gak bermaksud buruk.”
“Oh, tidak apa-apa kok, Dokter. Saya bisa memahami.”
“Bagi Ibu, bahkan mungkin semua pasien yang pernah mengenal Fatrial, pasti akan mengatakan bahwa Fatrial sosok yang baik. Kebaikan dan perhatian yang ia berikan pada setiap pasiennya tak jarang membuat orang menyukainya, bahkan Ibuku, sehingga ia berharap besar aku bisa bersama Fatrial.”
Ada yang mencekik tenggorokan Veve saat kalimat terakhir ia dengar, namun ia berusaha bersikap biasa saja.
“Sudah lima tahun lebih aku berteman dengan Fatrial, satu kampus, satu tempat koas, dan sekarang satu rumah sakit. Bagiku dia luar biasa. Kau beruntung mendapatkannya.”
“Kalau boleh tau, apakah ada sesutu yang tersimpan di antara kalian? Entah kenapa aku merasa ada sesuatu di sana.” Tanya Veve sedikit ragu.
Aina terkejut, namun segera tersenyum menang, “Kita pernah saling menyukai, bahkan dia sempat melamarku, hanya saja ketika itu aku sedang dijodohkan dengan seseorang. Dia kecewa, sehingga dari sana ia memutuskan untuk menutup hati. Bahkan ketika perjodohan itu gagal, ia tak kembali padaku. Dia memilih datang padamu.”
Datang padamu? Jadi menikahannya adalah suatu pelampiasan atau pelarian dari kekecewaan? Apakah itu alasan Fatrial menerima dirinya.
Veve merasa tubuhnya oleng nyaris terjungkal andai saja ia tak sekuat tenaga memegang lengan kursi.
Semua cerita yang ia dengar dari Aina seperti bom yang meluluhlantahkan harapan yang baru saja ia bangun.
“Aku merasa kecewa terhadap diriku sendiri, andai aku tidak menerima perjodohan itu, andai aku meminta dia untuk menunggu dan berjuang bersamaku, pasti hal ini tidak akan terjadi.” tambah Aina.
Seketika airmata Veve mengalir, namun secepat mungkin ia usap. Bagaimana mungkin Aina tega mengatakan masa lalu seperti itu padanya yang statusnya adalah seorang istri? Apalagi Aina mengatakan dengan penuh penyesalan, seolah harapan untuk bisa bersama kembali masih ada.
Dari sorot mata dan caranya bicara sudah cukup membuktikan bahwa rasa cinta itu masih tersimpan rapi. Lalu bagaimana dengan Fatrial? Veve mencoba sekuat tenaga menormalkan napasnya.
“Astaga, apa aku membuatmu menangis?” Aina pura-pura merasa bersalah saat melihat bekas airmata menggores pipi kiri Veve.
“Tidak Dokter. Justru saya yang merasa bersalah karena menjadi orang ketiga. Aku merasa menjadi penyebab hubungan kalian tidak berlanjut.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Wedding 1 (Sudah Terbit)
RomanceAku tidak mencintaimu, tapi aku tak pernah menyesal menikahimu Novel ini sudah terbit dalam bentuk buku.. pemesanan bisa menghubungi Ae Publishing cabang gresik (0895-0977-3003)