Fatrial mulai berupaya mengkomunikasikan keputusan dan rencananya pada keluarga. Tidak mudah memang, sehingga ia meminta bantuan Nadia untuk meyakinkan kedua orangtuanya. Ia tahu bahwa Nadia begitu dekat dengan ayah, tidak sulit baginya untuk melobi dan merayu ayah agar menyetujui
“Kamu yakin dengan keputusanmu? Memang kamu sudah tau bagaimana keluarganya?” kali ini pertanyaan ayah sedikit lantang menggoyahkan pertahanan Fatrial.
Ia memang belum tahu bagaimana keluarga Veve, tapi ia yakin bahwa Veve pasti berasal dari keluarga baik-baik.
“Keputusan menikah tidak segampang itu, Fat. Ayah tidak masalah kamu mau menikah dengan siapa pun wanita pilihanmu, tapi jika wanita ini sosok yang baru kau kenal, dan lantas kamu langsung memutuskan untuk menikahinya, bagi Ayah ini konyol. Kau harus memikirkan baik-baik. Menikah itu untuk seumur hidup, bukan seperti orang pacaran yang sebulan bisa ganti pasangan.” Nada suara ayah sedikit meletup-letup, membuat Fatrial pada akhirnya memilih tertunduk. Ia tak berani membantah ayahnya, sosok yang paling ia hormati dan ia takuti di rumah itu.
“Ayah, Fatrial memutuskan untuk menikahinya, pastilah ia sudah berfikir banyak hal. Saya yakin Veve dari keluarga baik, karena seorang anak tidak mungkin menjadi baik jika keluarganya justru sebaliknya.” Nadia berusaha menengahi, ia berupaya membela Fatrial.
Suasana ruang keluarga malam itu sedikit menegang.
“Nak, sekarang kamu jelaskan pada kami tentang wanita bernama Veve itu. Kami harus tahu siapa dia sebelum kami memberimu restu. Itu penting, Nak.” Kali ini ibunya menyahut, memberi peluang pada Fatrial untuk berbicara.
Hening sesaat, Fatrial sedikit ragu apakah cara ini akan berhasil, tapi ia tak punya pilihan lain, mereka harus tahu siapa Veve. Kini ia hanya bisa pasrah, jika memang takdir, Allah selalu punya cara untuk memudahkan langkahnya.
“Veve itu, dia guru di salah satu SLB di kota ini. Orangtuanya seorang petani yang tinggal di Malang. Selama aku mengenalnya, juga mencari tahu siapa dirinya, bagiku dia perempuan yang baik, jujur, tulus dan shalihah. Awalnya aku pun ragu apakah dia perempuan yang baik, namun bukti demi bukti yang Allah tunjukkan sudah cukup membuatku yakin bahwa dia perempuan yang baik. Meskipun...” kalimat Fatrial tertahan, ia melihat ke arah ayahnya yang masih menatapnya penuh keraguan.
“Meskipun apa, Fat?”
“Meskipun ia berbeda pendidikan dengan kita.” Fatrial menahan napas saat kalimat itu terucap. Ia ingin katakan semua meskipun berat, tak ingin ada kekecewaan di kemudian hari dari orangtuanya setelah mengetahui siapa Veve.
Ayahnya memandang istrinya sejenak. Ada masa lalu yang kembali terulang. Apa yang sedang dialami Fatrial sama persis dengan apa yang ayahnya dulu lakukan, menikahi wanita yang tak sependidikan dan baru ia kenal. Ya Allah, takdir itu terulang kembali, membuat tubuh ayahnya gemetar sesaat.
“Ayah bukan sedang mempermasalahkan apa pendidikannya atau siapa keluarganya, tapi Ayah hanya ingin tanya padamu apakah keputusan ini memang sudah bulat, apakah kau tidak ingin berfikir ulang lagi? Ayah hanya tidak ingin ada penyesalan dikemudian hari. Ingin segera menikah dengan terburu-buru menikah itu berbeda. Apalagi kamu sempat bercerita bahwa sebelum ini lamaranmu pada Aina sempat ditolak. Ayah takut rencana pernikahan ini hanya upayamu melarikan diri dari Aina.”
“Ayah...” buru-buru Nadia menimpali, “Saya rasa itu bukan alasan tepat. Saya yakin Fatrial sudah memikirkan banyak hal, Yah. Dia sudah bukan anak kecil yang lari dari masalah dengan mencari masalah baru.”
Satu tarikan napas, menemani sorot khawatir ayahnya pada Fatrial, “Kamu sungguh yakin ingin menikah dengan wanita itu?” pertanyaan itu kini terlontar penuh ketegasan, seolah meminta jawaban tegas pula dari Fatrial.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Wedding 1 (Sudah Terbit)
RomanceAku tidak mencintaimu, tapi aku tak pernah menyesal menikahimu Novel ini sudah terbit dalam bentuk buku.. pemesanan bisa menghubungi Ae Publishing cabang gresik (0895-0977-3003)