BAB 2

5K 496 2
                                    

Menurut gosip yang tersebar sepanjang hari senin kemarin hari ini Manager keuangan pengganti Alm. Pak Rahman akan datang, ada acara khusus yang disiapkan pihak kantor untuk menyambut kedatangannya. Acaranya diadakan di rooftop gedung kantor ini.

Aku terkejut saat memasuki lobby kantor, hampir semua karyawan perempuan berpenampilan aneh. Make up tebal. Gincu merah cabe. Rok span pensil se-paha. Aku heran sendiri mereka ini karyawan kantor atau biduan dangdut sih ?

"Zayn Malik mah kalah gengs."

"Alis gue udah simetris kan ga gede sebelah ?"

"Lo pake mascara deh dikit biar ga keliatan sayu gitu."

Sepanjang jalan menuju lift aku terus saja mendengar suara-suara ghaib karyawan kantor.

"Emang se-ganteng apa sih Manager baru ini ?" tanyaku pada Mbak Sela, Mas Arfin dan Dika saat aku telah memasuki ruang divisiku.

"Halah masih gantengan gue kemana-mana." jawab Dika sombong. Aku memutar bola mata saat Dika cengar-cengir ga jelas.

"Ganteng Ra, good looking deh pokoknya." timpal Mas Arfin, oke aku mungkin agak sedikit percaya kalo manager baru ini 'ganteng', sedikit ya hanya sedikit ingat. Aku hanya ber-oh ria.
"Liat deh semua karyawati penampilannya pada aneh-aneh Mas udah kaya biduan." kataku sambil mengaktifkan PC ku.

"Tuh si Sela juga ikut-ikutan." kata Mas Arfin.

"Hey morning." seru Mbak Sela di balik kubikelnya. Aku terlonjak kaget saat mendapati penampilan Mbak Sela.

"Gimana penampilan gue, jadi ga keliatan udah married kan ?" tanyanya sambil memutar-mutarkan badanya. Kami bertiga hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan ibu satu anak ini.

"Se-merdeka muka cantik lo aja dah Mbak." kata Dika.

"Ih Dika mah nyebelin." gerutu Mbak Sela. Aku memang termasuk orang yang cuek tentang penampilan, selama nyaman dipakai aku tidak pernah keberatan. Ditambah lagi wajahku sangat sensitif jika terlalu lama memakai make up.

"Anak Accounting ke rooftop sekarang." kepala Yulia menyembul di balik pintu, dia anak divisi marketing.

"Oke." Mas Arfin yang menimpali.

Kami berempat langsung menuju rooftop. Selama dalam lift Dika terus-terusan mengusili ku mulutnya tidak berhenti mengatai ku jones-lah, mungil-lah, jutek-lah, absurd-lah dan aku semakin jengkel ia mengoceh sambil terus memainkan rambut pendekku.

"Rambut lo alus kaya ulat sutra." kata Dika sambil memainkan rambutku.

"Ish lo bisa diem ga sih ?" omelku sambil mencubit perut ratanya. Dika meringis kesakitan, aku akui cubitanku memang sangat extra, aku hanya mengulum senyum pura-pura tidak melihat Dika. Sedangkan Mbak Sela sibuk bercermin dan Mas Arfin memainkan ponsel pintarnya.

***

Ting... pintu lift terbuka kami keluar menuju rooftop. Dika merangkul bahuku, seperti biasa. Tapi itu membuat beberapa pasang mata karyawan lainnya menatap kami berdua, ada yang menatap sebal ada pula yang terlihat biasa saja, maklum Dika termasuk most wanted employe di Djakarta Corp. Tibalah kami di rooftop, ada panggung kecil disalah satu sisi rooftop dan tak ketinggalan berbagai macam makanan ringan memenuhi meja-meja.
Sejujurnya aku sangat tidak suka dengan suasana ramai seperti ini. Rasanya sangat aneh. Aku mendaratkan pinggulku di kursi paling belakang.

"Duduk disini aja." kataku, Dika dan Mas Arfin menyetujuinya namun Mbak Sela menolak. "Gue mah mau duduk paling depan aja, biar puas mandangin bos." katanya dan berlalu pergi meninggalkan kami.

"Mohon perhatiannya." seru pembawa acara yang tak lain adalah Pak Rafi staf HRD Djakarta Corp. Dan ya bla..bla..bla..

Akhirnya sang pemeran utama pun datang dari sisi panghung. Voila. Perfect, gumamku.
Lelaki jangkung dengan setelan formalnya, kemeja putih, dasi hitam, jas hitam yang terlihat pas di tubuh atletisnya. Rambutnya dicepak ala taruna TNI membuat dia terlihat semakin manly, alis tebal, manik mata hitam yang tajam seperti elang, bulu mata yang cukup lentik untuk ukuran laki-laki, rahangnya kokoh, hidung mancung dan dadanya bidang. Semua karyawati menjerit-jerit kesetanan. Aku menganga menikmati indahnya ciptaan sang-Kuasa.

Dan ya Tuhan memang tidak membiarkan mata suci ku ini untuk menikmati ciptaannya barang beberapa detik saja hingga sepotong muffin bluberry masuk kedalam mulutku yang masih ternganga, siapalagi kalo bukan Dika pelakunya.

"Iler lo mau netes makanya gue sumpal pake muffin, jijik." kata Dika sambil bergidik dan langsung ku hadiahi dengan pelototan tajam. Aku mengunyah muffin yang sudah terlanjur masuk kedalam mulutku.

"Biasa aja ah ga ganteng-ganteng amat." kataku dengan kadar kebohongan 97 persen.

"Udah gue bilang kan masih gantengan gue kemana-mana." kata Dika sombong. "Kurang-kurangin percaya dirinya Pak." cibirku.

"Kavin Yafiq Hamizan." suara bariton yang terdengar syahdu di telingaku keluar dari mulut lelaki bertubuh jangkung itu. "Semoga kita dapat bekerja sama dengan baik terutama untuk divisi yang saya bawahi. Terimakasih." tambahnya singkat padat dan jelas. Riuh tepuk tangan dari para karyawan pun terdengar, kecuali aku tentunya. Untuk apa bertepuk tangan ? Dia bukan tengah menampikan pertunjukan sirkus kan ?

Acara terus berlanjut, dan sekarang sesi perkenalan dengan berjabat tangan dengan sang pemeran utama tengah berlangsung. Aku dengan langkah gontai menuju panggung, disana masih penuh diisi para biduan kecentilan yang sengaja berlama-lama untuk berdekatan atau sekedar berfoto selfie dengannya.
Parahnya lagi aku melihat Mbak Sela yang tengah asik berfoto ria dengan para biduan-biduan itu dan tak ketinggalan Pak Kavin ia hanya memasang ekspresi datar dengan senyum tipisnya.
Rasanya aku ingin menenggelamkan diri ke segitiga bermuda kala Mbak Sela melambaikan tangannya untuk mengajakku bergabung, lambaian tangannya tak lepas dari pandangan si ganteng, eh salah maksudku Pak Manaeger. Atuhlah malu aku, divisi Accounting juga malu punya member kaya Mbak Sela.

Tiba giliranku berjabat tangan dengannya, aroma citrus yang maskulin seketika menyeruak kedalam indera penciumanku saat aku berada tepat di hadapannya.

"Ranaya, divisi Accounting." kataku datar dengan mengulurkan tangan.

"Kavin Yafiq Hamizan." ucapnya sambil menjabat tanganku.

"Hm." timpalku melepaskan jabatan tangan kami dan berlalu meninggalkan panggung.

Aku menghampiri Dika dan Mas Arfin yang tengah berbincang.

"Kok ga selfie Ra ?" tanya Mas Arfin.

"Ngapain, apa faedahnya Mas dia bukan artis." jawabku jutek, Mas Arfin hanya tersenyum. "Ayo nyari makan, laperrr." ajakku, Dika mengangguk dan berdiri. "Duluan aja." kata Mas Arfin.

Dika merangkul pundakku lagi, kami menuju meja-meja yang penuh dengan makanan. Tak sengaja aku melihat Pak Kavin sedang berbincang dengan Pak Rafi, skak mat dia melihatku juga aku salah tingkah dan aku langsung pura-pura melihat ke arah lain. Hei ada apa dengan jantungku ? Kenapa jantungku berdetak tidak normal, jantung baik-baik saja kah kau di sarangmu ?

***

Maaf gengs kalo banyak notif dari I Love You, Boss !, sumpah gue lagi kejar setoran buat memperbaiki cerita ini...
Comment dan vote nya ayooookkkk 😌😌

Eh iya sambil nunggu ini revisi coba melipir ke work Perkara Jodoh, kali aja suka 😂😂
Kalo nggak suka ceritanya, suka sama penulisnya aja boleh kok hehe 😂 canda ding 😒😒

❤Cheers !!!

Pleiades yg lg maskeran karena lusa mau jadi bride, eh salah bridesmaid maksooddnya 😰😰

That girl, On Duty !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang