Bab 21

3.2K 297 4
                                    

Bahaya ini bahaya. Kenapa efek jatuh cinta malah membuatku seperti kerbau yang dicucuk hidungnya oleh sang majikan ? Jadi begini, biar aku jelaskan. Ya Tuhan toloooong, beri aku kesempatan untuk menjelaskan pada mereka, tentang kronologi tadi pagi tepat dikediaman Bapak Lubis. Itu nama Ayahku omong-omong.

Jadi begini, dengan seenak bokongnya--yang sialannya seksi dimataku-- dia menyeretku untuk pergi ke kantor bersama nya. Iya dia, Pak Kavin siapa lagi. Tidak ada yang salah memang, cuma sifatnya yang serba dadakan itu lho yang bikin aku sebal. Setidaknya kan dia bisa mengirimiku pesan kalau pagi ini dia akan menjemput. Tinggal ngetik  4 kata doang apa susah nya sih. Kalau saja dia memberitahuku sebelumnya, aku pasti akan mempersiapkan diri lebih dahulu. Oh tolong. Maksudku begini, setidaknya aku akan memoles wajahku  agar terlihat cantik dimatanya. Bukannya begini, aku dan dia malah seperti upik abu dan sang majikan. Rambutku lepek, lipstick-ku sudah luntur karena keseringan mencebik selama dalam perjalanan tadi. Tapi coba lihat dia tampil bak Pangeran Malaysia yang nampak sempurna jika dilihat dari sudut manupun. Nggak adil. Aku jadi kalah saing dengannya, kan.

"Sudah. Turun." Itu kata yang diucapkan Pak Kavin saat mobilnya tiba di bassement kantor. Sudah begitu saja. Tak ada ucapan manis atau sekedar membantuku melepaskan seatbelt, atau membukakan ku pintu mobilnya. Oke, lihat saja Kavin, kamu harus bayar mahal semua ini !!

Sebelum turun dari mobil, aku sengaja melihat ke arahnya dengan garang dan tak lupa dengusan kasar yang keluar dari hidungku juga menambah kesan drama pagi ini. Tapi sayangnya--oh Tuhan tolong aku kehabisan umpatan untuk mengumpatinya-- dia tak menghiraukanku sama sekali dan malah asik dengan ponselnya. Sudah tak ada gunanya lagi. Lebih baik aku keluar sebelum keinginan untuk membunuh lelaki di sampingku ini bertambah besar.

BAMM.

Aku menutup pintu mobilnya dengan tenaga dalam. Hehe. Aku kira hal berikutnya yang akan terjadi adalah ya seperti di film-film, Pak Kavin akan mengejarku dan menahanku agar tidak beranjak dahulu, lalu berkata "Hei baby, maafin aku udah cuekin kamu ya." Tapi sialnya sampai langkahku yang kesebelas pun tak ada tanda-tanda lelaki itu akan keluar. Ya ampuunn, Ranaya, stop it.

Aku melihat Lugi yang tengah bercermin di kaca spion mobil yang entah punya siapa. Yang jelas itu bukan mobil Lugi. Ya ampuunn, aku kira hanya mahkluk berpayudara saja yang selalu gatal jika melihat cermin, sekalipun itu kaca spion di mobil orang, nyatanya lelaki juga sama ya.

Sudah ku tebak, Lugi yang sekarang melihatku kini melambaikan tangan. Lalu lelaki jangkung itu berlari kecil ke arahku.

"Hai, pagi Ra." sapanya, sebelumnya dia menyugar rambutnya yang nampak basah terlebih dahulu.

"Hei, pagi Gi."

"Tumben pagi banget ?" tanyanya.

"Hehe lagi semangat cari rupiah nih." kataku sambil curi-curi pandangan kearah belakang. Tepatnya ke arah mobil Pak Kavin.

Lugi tertawa renyah. "Oh gitu, bisa aja. Yu masuk." ajaknya. Bersamaan dengan bunyi dentuman pintu mobil yang ditutup. Siapa lagi kalau bukan Pak Kavin. Aku kira dia akan terus diam didalam mobil. Nyatanya keluar juga.

Sebelum kami melangkah, aku sengaja menahan lengan Lugi.

"Eh Gi, sorry, dasi lo miring." kataku sambil berusaha menjinjitkan kaki dan  membenarkan dasi merah maroon Lugi yang sebenarnya rapih-rapih saja. Hehe. Ya aku sengaja lah meraih peruntungan untuk menarik perhatian lelaki yang kini memang sudah melihat ke arah kami dengan tatapan yang....... biasa saja. Gosh, memangnya apa yang ingin diharapkan, girls ?

Dengan santainya dia melewati kami berdua lalu masuk kedalam lift, dan sudah begitu saja. Aku menghela nafas kesal, hingga tak kusadari tanganku juga ikut bereaksi menarik dasi Lugi---yang ceritanya tadi sedang pura-pura aku rapihkan---sampai-sampai laki-laki itu meringis kesakitan, mungkin karena lehernya sedikit tercekik. Entahlah.

"Eh, eh, sorry Gi. Ya ampun gue nggak sengaja." kataku merasa tak enak sambil buru-buru merapihkan dasinya kembali.

Yugi tak merespon permintaan maaf ku, ia malah tersenyum dan berkata, "It's okay, thanks ya."

Ya ampuunn, kenapa aku baru nyadar kalau Lugi itu manis banget sama perempuan. Boyfriend material banget.
Astaga Ranaya, stop oke ayo fokus !! Saat aku dan Lugi jalan bersisian saat akan masuk lift, ponsel disaku blazer ku bergetar tanda ada pesan masuk. Aku buru-buru membukanya, takut-takut ada hal penting. Dan saat aku membuka pesan itu, aku rasa ini jauh lebih dari kata 'penting', isi pesannya  membuat kedua sudut bibirku sedikit terangkat. Well, kena juga kan lu.

Calon Suami : Nakal.

***

"Tumben subuh-subuh Lo udah dateng." saat masuk keruangan aku sudah disambut dengan nyinyiran mulut lelaki gagal move on ini. Sudah biasa.

"Lagi semangat cari rejeki gue." jawabku dengan pura-pura meregangkan badan dihadapannya. Dan sialnya dia hanya tersenyum mengejekku. Dasar. "Eh Dik, Pak Bos udah masuk ruangannya belum ?" tanyaku setengah berbisik.
Dan seperti biasa, alih-alih menjawab pertanyaan ku si kampret satu ini malah, menatapku penuh curiga dengan kedua alisnya yang tebal seperti semak belukar ia naikkan keatas.

"Kok lo nanya ke gue ? Kan tadi lo yang berangkat bareng dia." jawabanya.

"So tau lo, gue berangkat tadi pake taksi online ya." kataku berbohong.

Dika mendecih, "Nggak percaya gue." sahutnya, sambil kembali fokus pada layar monitornya. Ya Tuhan, tolong ini masih terlalu pagi untuk menaikkan tekanan darahku.

"Tinggal jawab udah apa belum, apa susahnya sih ?" kataku sinis sambil meninggalkan kubikel Dika.

"Ambekan lo ah, udah, udah dateng tadi dia masuk ruangannya sama Dinda Liliana."
Dan aku tidak mengindahkan jawabannya, terlanjur kesal dengan... "Wait, what ? Coba sekali lagi lo bilang Din-da."

"Kenapa ? Dia kan calon Dinda gue." katanya santai. Mau tak mau aku terbahak.
"Halu banget sih lo jadi cowok, gagal move on sampe segitunya. Main Tinder sana." kataku.

"Gue nggak se-desperate itu ya tapi....oke juga tuh nanti due download deh."

Aku geleng-geleng kepala, kenapa dia sekacau ini sih ? Ladies tolong, tambatkanlah hati kalian untuk--- yang ngakunya sahabatku ini--- Dika Marendra.

Lebih baik aku segera bekerja, daripada memikirkan Dika yang kini tengah sibuk dengan ponselnya dan mungkin akan men-download Tinder.

Dan kini Mbak Sela yang baru saja datang sudah duduk cantik di kubikel nya, disusul Mas Arfin dengan secangkir kopi ditangannya. Bersamaan dengan itu keluar juga Bu Liliana dari ruangan Pak Kavin. Nampak tergesa-gesa, tangannya juga berusaha untuk menutupi wajahnya yang kalau aku tidak salah lihat wajahnya yang putih nampak memerah.
Bu Liliana nangis ? Entahlah.

***

Hallo, Assalamuaikum calon imam ? Lho, salah ya ? Haha 😂😂
Assalamualaikum, teman-teman 😊 Aku kembali, Ranaya kembali, Pak Kavin kembali dan si lelaki gagal move on a.k.a Dika Marendra juga ikut kembali 😉 Seneng ndak ? Ndak ya ? Ya udah nggak papa hehe.

Segini dulu ya dear, jangan banyak-banyak biar nggak gumoh. Oh ya, jangan lupa tinggalkan jejak lewat komen dan vote nya yaaaa...

Happy Reading darling 😘😘

Cheers !!
❤️Pleiades


That girl, On Duty !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang