Bab 18

3.1K 269 2
                                    

Ranaya mengetuk pintu kaca itu pelan, karena tidak ada sahutan dari dalam ia memutuskan untuk membukanya perlahan. Pemandangan yang pertama ia lihat adalah keadaan Kavin yang menurutnya agak kacau.
Rambut yang biasa disisir rapih kini nampak berantakan. Tidak ada lagi jas yang melekat di badannya. Dasinya melonggar. Dua kancing kemeja teratasnya sudah terbuka.

Dengan ragu Ranaya mencoba mendekati meja Kavin. Kavin menenggelamkan kepalanya diantara kedua lengan yang ditumpukannya diatas meja. Laki-laki itu sepertinya tidak menyadari ada orang masuk kedalam ruangannya.

"Pak." Ranaya bersuara. Kavin pun langsung menegakkan tubuhnya saat satu suara menyapa gendang telinganya.

"Kamu kan bisa ketuk pintu dulu sebelum masuk." kata Kavin dingin. Ranaya terdiam mendengar perkataan Kavin, meskipun dulu ia sudah terbiasa dengan sikap dingin dan ketus Kavin tapi kali ini rasanya beda. Sedikit nyelekit. Ranaya memandang Kavin sejenak, matanya nampak merah dengan lingkaran hitam di bawah mata.

"Dia kenapa ?" batin Ranaya.

"Saya sudah ketuk pintunya Pak, tapi tidak ada sahutan apapun dari dalam makanya saya masuk. Maaf kalau saya lancang." Ranaya berbicara dengan hati-hati, Kavin hanya melirik Ranaya sekilas.

"Ini database produksi bulan Oktober." tambah Ranaya.

Kavin tidak bersuara ia hanya mengisyaratkan Ranaya untuk duduk.
Kavin menerima berkas database itu dari Ranaya, ia mulai memeriksa nya. Ranaya duduk dengan harap-harap cemas. Cemas takut ada yang tidak sesuai dengan laporan atau cemas dengan sikap Kavin saat ini, entahlah.

Sepanjang memeriksa berkas database itu, Kavin tidak berhenti menghela nafas panjang yang kedengaran sedikit frustasi.
Ranaya mencoba memberanikan diri bertanya apakah Kavin baik-baik saja atau tidak. "Are you okay, Pak ?"
Tidak ada jawaban dari Kavin, lelaki itu hanya menatap Ranaya sekilas dan kembali fokus pada berkas ditangannya.

"Tolong bersikap profesional selama kita dilingkungan kerja." kata Kavin dingin. Hati Ranaya rasanya tercubit mendengar penuturan Kavin, apa ia salah bicara ? Menanyakan kondisi Kavin sebagai atasannya, apakah itu salah ?

"Jangan mentang-mentang kita punya affair, kamu bisa seenaknya ditempat kerja." Kavin kembali bersuara. Lagi, hatinya kini tercubit lebih sakit dari sebelumnya. Hingga mata almond nya mendadak memanas, kenapa perkataan Kavin menyakitkan seperti ini, batinnya berbicara. Ia mati-mati an menahan air mata agar tidak lolos dari pelupuk matanya, cengeng memang tapi Ranaya juga tidak mengerti kenapa ia seperti ini mungkin karena efek menstruasi yang menjadikannya super sensitif saat ini.

"Sekali lagi tolong profesional. Kamu boleh keluar dari ruangan saya." tanpa permisi atau apapun Ranaya buru-buru berdiri dan pergi dari ruangan Kavin.

Kavin mengalihkan pandangannya pada gadis itu. Tanpa sepatah kata gadis itu pergi dari ruangannya.

Apa dia salah bicara ? Apa dia sudah keterlaluan menegurnya ? Bukankah selama ini yang tidak profesional itu dirinya sendiri ? Bukankah Kavin yang selalu menggoda kekasihnya meskipun sedang jam kerja ? Pertanyaan-pertanyaan itu bergema dikepalanya.

"Arrrggghhh." Kavin menghela nafas berat, dengan kedua tangan mengacak rambutnya frustasi. Ia telah menyakiti hati gadis itu.
Ini semua karena satu perempuan yang mulai hari Rabu besok akan satu kantor dengannya. Liliana. Perempuan itu akan mulai menggantikan posisi Pak Rafi Rabu esok. Liliana. Perempuan itu akan tinggal di Jakarta, satu kota dengannya. Liliana. Yang mau tidak mau bayang-bayang kesakitan yang diciptakan gadis itu akan kembali hinggap dihatinya. Liliana. Yang harus Kavin akui bahwa masih ada rasa yang tertinggal dihatinya untuk perempuan itu.

That girl, On Duty !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang