BAB 4

4.7K 513 22
                                    

"Lo aja yang ngasih laporannya ya." pinta Dika

"Dih kok gue ? Ini kan laporan tanggung jawab lo kunyuk." aku menolak.

"Ck, gue berasa ngomong sama tembok Ra kalo sama si bos." keluh Dika.

"Ya lo jangan ngomong sama dia, lo tinggal nyimpen laporan dimejanya dan bilang laporannya udah selesai, udah tinggal gitu doang." aku memberi saran yang menurutku agak sedikit bijak.

Dika menyerah dan memberikan sendiri laporannya pada Pak Kavin. Cukup lama, Dika belum keluar dari ruangan Kavin.
"Si kunyuk kok lama." tak lama pintu ruangan Pak Kavin terbuka, Dika keluar dari ruangan.

"Ra lo dipanggil si bos." kata Dika.

"Ngapain ?" tanyaku dengan dahi yang mengernyit.

"Ngopi bareng katanya." jawab Dika nyinyir.

"Halah paling mau ngomel lagi masalah revisi an." gerutuku lalu berjalan gontai menuju ruangan Pak Kavin. Aku menghela nafas saat tubuhku tepat berada didepan pintu. Aku mengetuk pintu dan membukanya perlahan, "Bapak manggil saya ?" tanyaku hati-hati.

"Bukannya Dika sudah kasih tau kamu kalo saya manggil kamu ? jawab Pak Kavin ketus.

Ya Salam, salah lagi.

Pak Kavin menyilakan aku untuk duduk.
"Saya mau ke bank, pendapatan bulan Maret belum masuk bank, saya minta kamu ikut." kata Kavin

"Saya ? Lagi ?" tanyaku.

"Tentu saja memangnya siapa lagi yang bisa diandalkan." jawab Pak Kavin.
Tunggu, barusan secara tidak langsung ia mengatakan bahwa aku bisa diandalkan kan ? Ah senangnya, batinku riang bikin senyum-senyum mesem.

"Ranaya." panggil Pak Kavin.

"Hah iya pak ?" jawabku agak sedikit kaget.

"Jam dua belas kita berangkat sekalian makan siang diluar."

"Oke." sahutku pendek dan beranjak dari ruangan Pak Kavin.

"Saya tunggu kamu di lobby." tambahnya lagi dan aku hanya mengangguk sambil tersenyum manis, membuat Pak Kavin mendadak bergidik ngeri. Vangkeee !!

***

"Maaf lama habis dari toilet." kataku dengan nafas tersengal.

"Hm." Pak Kavin hanya bergumam dan pergi keluar dari lobby.

"Huh sabar-sabar Ranaya, lo jangan naik darah ga lucu kalo lo mati muda karena hipertensi." gumamku menyemangati diri dan berjalan menyusul Pak Kavin menuju bassement. Pak Kavin telah siap dibalik kemudi dan aku duduk dikursi penumpang sebelahnya.

"Seatbelt nya." kata Pak Kavin datar, aku celingukan pada siapa bos ini berbicara.

"Bapak bicara sama saya ?" tanyaku polos, Pak Kavin mendengus. "Pasang seatbelt nya Ranaya kamu jangan melupakan hal-hal kecil seperti ini, itu bisa membahayakan kamu." kata Pak Kavin panjang dengan mencondongkan badannya ke arahku untuk memasang sabuk pengaman, alhasih jarak antara aku dan dia jadi sangat dekat hembusan nafas Pak Kavin yang segar pun terasa mengenai wajahku. Aku tidak bisa bernafas sungguh aku butuh nafas buatan saat ini juga.

"Ranaya." tegur Pak Kavin.
"Hah iya pak." aku nyengir kuda memamerkan gigi-gigiku yang putih dan rapi. "Makasih." ucapku kemudian.

Mobil Pajero Sport teranyar milik Pak Kavin membelah jalanan Ibukota yang lumayan padat. Aku sibuk men-scroll ponselku dan Pak Kavin fokus pada jalanan. Canggung banget Ya Allah. Mau ngajak ngobrol duluan takut jawabannya cuma 'hm hm' an doang kaya biasa.

That girl, On Duty !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang