Bab 20

3.4K 281 4
                                    

"Ranaya anak yang manja. Dia tidak akan jauh-jauh dari ketek Bunda nya."  ujar Ayah Ranaya.

"Sifat nya yang masih kekanakan lah yang membuat kami khawatir. Khawatir bagaimana jika tidak ada laki-laki yang bisa menerima anak kami apa adanya." Ayah Ranaya bersuara lagi ditengah-tengah pikirannya yang mengudara bersama angin malam diteras rumah.

Kavin tersenyum hatinya menyetujui apa yang dikatakan Ayah Ranaya, sifat Ranaya memang masih sangat kekanakan. "Om benar, Ranaya dengan sifat kekanakan nya memang tidak bisa dipisahkan." Kavin bersuara, membuat Ayah Ranaya menoleh ke arahnya lalu tersenyum.

"Ranaya sering bikin ulah dikantor ?" tanya Ayah.
Kavin menyunggingkan senyum, bukan Ranaya yang bikin ulah tapi dirinya lah yang selalu mengulahi Ranaya. "Tidak, dia karyawan yang baik."

Tawa Ayah Ranaya berderai. "Mentang-mentang didepan Ayahnya di baik-baikin ya, Vin ?" canda Ayah.
Kavin tersenyum simpul. "Serius om, hanya tingkah ajaib Ranaya kadang bisa membuat orang naik darah. Sejauh ini dia memang karyawan yang baik."

"Bagaimana dengan calon istri yang baik ?" tanya Ayah Ranaya tiba-tiba.

"Insya Allah dia yang terbaik." ujar Kavin mantap.

"Terimakasih, jalani saja dulu. Mantapkan dulu hatimu Vin, agar tidak menyesal akhirnya." pesan Ayah Ranaya.

"Pasti om, terimakasih banyak."

"Jadi lelaki yang terbaik untuk anak saya." kata Ayah Ranaya. Itu bukan sekedar pernyataan tapi itu perintah Ayah Ranaya bagi Kavin.

"Insya Allah." Kavin berujar demikian, dengan keyakinan dan hati yang mantap.
"Sudah malam, saya pamit sekarang."

"Loh baru jam 8 ini Vin, nggak mau ngobrol dulu sama Ranaya."

"Nggak usah Om, kebetulan saya mau pulang ke Tendean, Mama minta saya kesana katanya."

"Oh yasudah, hati-hati." pesan Ayah Ranaya. Kavin mengangguk sembari mencium punggung tangan calon Ayah mertua nya itu.

Pajero Sport milik Kavin mulai melaju  diantara kendaraan lainnya. Baru jam 8, jalanan masih cukup padat. Bolehkah iya berteriak sekarang ? Meneriaki hatinya yang tengan bungah. Restu dari Ayah Ranaya sudah ia kantongi lengkap dengan petuah-petuah beliau.

Selepas pulang kantor Kavin mengantar Ranaya pulang. Tanpa memberitahu gadis itu Kavin dengan santainya ikut masuk kedalam pagar rumah Ranaya, membuat gadis itu menatapnya dengan tatapan horor.

"Bapak kenapa ikut turun ?" tanya Ranaya bingung.

"Mau ketemu calon mertua." jawab Kavin santai sambil melenggang ke arah pagar.

"Kok nggak bilang ?"

"Ini bilang."

"Ih maksudnya kenapa nggak bilang sebelumnya ?"

"Kan yang penting udah bilang Ra."

Karena gemas Ranaya menarik lengan lelaki itu ke arah belakang, lalu  dengan sengaja ia menginjak kaki Kavin dengan stiletto nya membuat pria itu meringis kesakitan.

"Ranaya, Astagfirulloh."

"Sukurin. Makanya. Orang lagi ngomong tuh dengerin dulu bukan main melengos aja." omel Ranaya.

"Didengerin kok."

"Didengerin gimana, situ melengos aja."

"Yang penting didengerin kan ?" tanya Kavin.

"Tau ah." Ranaya kesal.
Kavin malah senyum-senyum. Menggoda gadis ini memang jadi program wajib disetiap harinya.

"Mau tetep disitu ? Saya masuk ya ?" canda Kavin. Ranaya menghentakkan kakinya kesal, berjalan melewati Kavin begitu saja. Kavin mengikuti gadis itu kedalam rumah. Kedatangannya disambut hangat oleh keluarga Ranaya. Mungkin orangtua Ranaya berpikir bahwa kedatangan Kavin hanya semata-mata untuk silaturahmi atau akan mengajak Yugi jalan keluar, secara Yugi dan Kavin sudah berteman sejak mereka masih menjadi mahasiswa.
Kavin diajak makan malam bersama calon Ayah mertua, calon Ibu mertua, calon kakak ipar, dan tak ketinggalan dia yang paling penting, calon istrinya.

That girl, On Duty !Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang