Ketika aku mengatakan pada teman-temanku bahwa aku memiliki senjata api di rumahku, mereka tampak tertarik. Mereka bahkan ikut denganku ke rumah untuk melihatnya. Biasalah, anak muda seperti kami selalu penasaran. Senjata api bagi kami amat keren.“Memangnya dimana orang tuamu? Apa mereka tidak ada di rumah?”
“Mereka ada di luar kota, mengunjungi kakek nenekku.”
Aku masuk ke dalam rumah dan merekapun mengikutiku.
“Wow! Lihat tempat ini! Seperti istana!” Tyler, temanku, tampak terkejut.
“Yeah, rumahku memang besar. Inilah yang bisa kau dapatkan jika orang tuamu bekerja sebagai pengacara.”
“Jadi orang tuamu sangat kaya?”
“Begitulah. Orang tuaku selalu mengatakan seriuslah belajar dan pergilah kuliah sehingga suatu saat aku bisa menghasilkan uang seperti mereka.”
“Ini gila, Man! Ternyata kau anak orang kaya dan selama ini aku selalu membelikanmu bir?”
Aku tertawa, “Ayahku tidak pernah memberiku uang. Kata mereka aku harus mendapatkannya sendiri.”
Mereka masih terpana melihat kemewahan interior rumahku.
“Ayo, ikuti aku!”
Aku berjalan melewati lorong dan tiba di kamar tidur orang tuaku.
“Apa kau yakin ini tidak apa-apa?” tanya mereka ragu.
Aku mengacuhkan mereka dan membuka kombinasi lemari besi dimana mereka menyimpan senjatanya,
“Kalian harus melihatnya! Ini keren sekali!”
Dengan suara klik, brankas itu terbuka.
Teman-temanku terperangah begitu melihat senjata-senjata yang ayahku koleksi.
“Lihat ini! Glock 17, sama seperti punya polisi. Pegang saja!”
Aku memakai sarung tangan sutra yang berada di dalam brankas dan mengambil sebuah pistol, lalu memberikannya pada Tyler.
“Hey, Tyler! Lihat ini!” aku lalu mengambil sebuah revolver, Colt 45, dan membidikkannya ke arah Simon.”
“What the fuck, Man?” ia ketakutan.
Aku tertawa, “Jangan khawatir! Tidak ada isinya kok.”
Aku lalu mengambil magazine dari pistol itu dan memeriksanya.
“Sial! Ternyata ada!”
“Apa-apaan?!”
Aku tertawa lalu mengambil sebuah AK-47 dan memberikannya pada Jay. Ia menerimanya lalu tersenyum dan bergaya seperti sniper.
Tiba-tiba dari atas terdengar suara langkah kaki.
“Sial! Mereka ternyata sudah pulang!”
“I.. itu orang tuamu?” tanya Simon.
“Sepertinya begitu. Mereka tampaknya kembali lebih cepat.”
Jay dan Tyle mengembalikan senjata itu lalu keluar dari kamar menuju ke pintu depan, diikuti oleh Simon.
Dengan tenang aku menutup kembali lemari besi itu lalu menguncinya. Beberapa saat kemudian, ayah muncul dan masuk ke dalam kamar tidur.
“Bagaimana?”
“Aku mendapat tiga set sidik jari, Yah.”
“Bagus, Nak.” Ia berkata ketika aku melepas sarung tangan sutra yang kupakai dan mengembalikannya kepada ayahku. “Bagus sekali!”
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Creepy
HorrorBeberapa cerita Creepypasta untuk di baca... Kuharap kalian tidak mendengar ketukan di jendela saat sedang membaca cerita ini... Source : Google