1

2.6K 360 3
                                    

Sekali lagi Ingga men-scroll layar ponselnya, membaca balon pesan berbalas dari grup. Dahinya berkerut sejadi-jadinya.

Dia tau, main HP sedang ada kelas itu salah. Dia juga tau kalau tidak memerhatikan dosen itu salah. Tapi, sejak kiriman sebuah link berita dari Jesslyn membuat matanya nyaris meloncat keluar.

Belum lagi gambar-gambar yang Jessy kirim setelahnya. Ada lingkaran-lingkaran-lingkaran merah di gambar tersebut menunjukkan sebuah kecurigaan tertentu. Ingga paham betul maksud Jessy, tetapi otaknya kembali berpikir, bisakah mereka melakukan ini?

Jesslyn: Dita juga nggak percaya, ini berlebihan ngga sih?

Dapet dari mana?

Jessyln: tau kan kalau Naya bener-bener gabisa nerima Yaya 'pergi'

Di sisi Jessy, ada Naya yang sedang menggebu-gebu dengan temuan pada gambar kejadian yang di posting di sebuah berita online. Dita tidak bergerak dari tempatnya, tak lepas pandangan dari ponselnya. Mengernyit tajam pada layar, memerhatikan dengan teliti apa yang sahabatanya temukan itu.

"Nay ... " Jessy ingin menghentikan aksi Naya dan membiarkan Soraya tenang di sana. Tapi Naya menggeleng dengan cepat.

"Nggak Jes, kita semua tau Aya nggak mungkin kayak gitu. Kenapa sih lo gak percaya banget?!"

Jessy menghela napas. Percuma bicara pada Naya kalau sudah seperti ini. Mereka memang sahabat Soraya dan belum menerima kematiannya, tetapi satu diantara mereka jelas Naya yang tidak bisa menerima kenyataan secepat itu. Buktinya kini, Naya bersikeras dengan temuannya.

"Malam ini kita harus ke TKP." Jessy dan Dita menatap Naya tak percaya pada ucapannya. Gadis itu benar-benar sudah gila.

"Lo serius?!" Akhirnya Dita angkat bicara.

"Iya! Ini belum cukup bukti pembunuhan!"

Dita menggeleng. "Iya kalau pembunuhan, tapi kalau bener bunuh diri?"

"Lo liat itu kenapa gelang kakinya Aya kayak lepas paksa? Ngapain seragamnya kotor banget? Dia masuk danau terus mati, bukan sengaja mandi di danau!" Jelas Naya tak kalah menggebu. Benar-benar keras kepala.

Jessy melihat gambar mayat Soraya yang tergeletak sudah diangkat dari air. Memang, pakaian yang dikenakannya ada bekas kotor yang tegas, yang sepertinya harus sengaja terseok-seok di tanah. Beralih pada gambar selanjutnya, gelang kaki Sowon lepas atau mungkin terputus dengan sengaja, sehingga menimbulkan bekas kemerahan di sekitar pergelangan kakinya.

"Siapa yang mau lakuin itu sama Aya? Aya nggak punya musuh!"

Jessy setuju untuk satu itu, Dita benar dan selama ini tidak pernah ada adegan bully-membully sampai-sampai menimbulkan dendam. Meskipun punya, yang menjadi pertanyaan kenapa harus sekejam itu?

Naya diam, spekulasinya patah, karena dia sendiri juga mau tidak mau mengakui hal itu. Tak kunjung bicara karena kasus Soraya juga masih dia anggap sebagai pembunuhan. Naya hanya merasa harus memasukkan beberapa akal dalam otaknya yang kini dipenuhi ucapan Dita.

Naya tiba-tiba mengacak rambutnya kasar lantas menundukkan kepala. "Gue juga ... Gue juga frustasi ... ARRGH KENAPA HARUS AYA?!"

Dita dan Jessy terkejut dengan reaksi Naya, gadis itu kehilangan kendali, kini menangis tersedu-sedu. Penuh dengan beban di hati yang sama dengan Dita maupun Jessy. Dita beralih kursi dan meraih bahu Naya untuk di peluk. Dia pun sama, merasa frustasi dan putus asa, tetapi kali ini, mereka tidak bisa melakukan apapun. Tenaga setingkat polisi saja sudah menentukan akibat kematiannya, bagaimana dengan mereka yang tidak memiliki pengalaman memecahkan kasus.

"Ssst sorry Nay, Sorry. I feel you. Okay." Dita menepuk-nepuk bahu Naya dengan perlahan. Memberikan kekuatan untuk gadis itu agar dapat berdiri tegak.

"Aya mati dengan aneh Dit, lo pasti juga berpikiran sama."

Dita hanya mengangguk yang ada di pikirannya sekarang hanyalah menenangkan Naya sebelum terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan. "Sekarang kita pecahin bareng-bareng okay."

Jessy menumpukan wajahnya di balik lengan, sama-sama merasakan sesak tetapi enggan untuk berurai air mata. Saking lelahnya menangis, Jessy merasa matanya kini berkedut-kedut sakit.

Lalu getaran dari ponselnya mengalihkan atensinya.

"Eh bentar Ingga bilang, mending nanti kita kumpul di tempat Tarra," ucap Jessy memecah keheningan diantara mereka. Matanya lepas dari ponsel dan menatap kedua sahabat yang sebelumnya berdebat panjang.

[✔] [1] Press Start || 95LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang