3

1.7K 298 6
                                    

"Apa sih B? Nama pelakunya?" Tarra ikut berkerut dahi menatapi satu persatu temannya, berharap menemukan sesuatu.

"Bisa jadi, ya gak sih?" jawab Naya.

"Kan gue udah bilang kalau Aya itu gapunya musuh." Keukeuh Dita kembali, dia dalam hati meyakinkan diri agar tidak ikut-ikutan. Dia benar tidak setuju dengan semua ini.

"Iya gue paham tapi ini janggal gak sih menurut lo?" Serang balik Naya.

Jessy menutup muka, diskusinya belum jalan banyak, tapi dua orang itu sedari tadi di sulut amarah bahkan dari sebelum mereka berkumpul di sini. Anak laki-laki tak banyak membantu sama sibuknya dengan pikiran masing-masing.

Urusan Teza menyinggung angka itu juga dipermasalahkan.

"Kalau lo sebagai pelaku ngasih huruf gini buat apa? Inisial? Gila aja! Diruntut semua mahasiswa yang namanya dari B." bebal Seta dari arah lain kebiasanya samnil tertawa.

"Tanggal lahir Soraya bukan 13, kan?" Ingga menatap Jessy yang berada tak jauh darinya.

Jessy menggeleng pada Ingga yang sibuk menuliskan poin-poin pada sebuah kertas binder. "Kapan?"

"7 Desember," jawab Dita cepat, tak sengaja mendengar pertanyaan Ingga. "Kenapa Ngga?"

Ingga menggeleng lemah. "Nggak, gue nyerah." dia meletakkan alat tulisnya dan memegang kepala dengan furstasi.

-

Seperti biasa, Jessy memasuki kelas Kuantitatif—nya semenit sebelum pelajaran di mulai. Diantara teman-temannya, hanya dia, Seta dan Yudhis yang mengulang karena nilai mereka serempak E. Berhubung Yudhis tidak masuk kelas, tinggal Jessy dan Seta yang terpaksa ikut kelas adik tingkat.

Jessy mengambil duduk di kursi tengah yang berhubung kosong. Di samping gadis itu ada Angga. Angga, si muka berwajah seram, memiliki postur tubuh tinggi-gede tapi berhati hello kitty. Iya, Angga juga mengulang matkul yang sama.

"Yudhis belum masuk, Ta?" tanya Angga ketia Jessy sudah mengeluarkan bindernya. Ta yang digunakan Angga untuk memanggil gadis itu dari nama belakangnya Pradipta.

Jessy menggeleng sembari menjawab, "belum, anak-anak juga belum sempet nengokin lagi."

Dosen masuk dan pembicaraan mereka terhenti. Jessy mencoba fokus pada papan tulis, tapi pikirannya berkeliaran kemana-mana, akhir-akhir ini benar-benar tidak bisa membuatnya tenang barang sedetikpun.

Usai kelas, ketika Jessy berjalan keluar kelas tanpa diduga Seta sudah melesat dan menahan lengan Jessy untuk menjauh dari kelas ke sekitaran yang lebih sepi.

"Ngapain si LO?"

Seta melirik sekeliling diikuti Jessy ikut memerhatikan sekitar. Seta benar-benar aneh dan jika ingin bermain-main, laki-laki itu tidak berada di waktu yang tepat. "Kalau lo mau main-main besok-besok deh, gue lagi nggak mood."

Hanya saja Seta memberikan tatapan yang berbeda. Seta dengan was-was dan memastikan sekelilingnya cukup lengang, sedang Jessy mengikuti dengan bingung.

"Ngapain lo ngasih foto Aya ke Angga?"

"HAH?"

"Lo ngasih foto Aya ke Angga?"

"Foto apasih bego?"

"Jadi lo nggak ngasih?" tanya Seta membuat Jessy semakin kebingungan. 

Tidak ada dalam ingatannya jika Jessy pernah memberi sesuatu pada Angga, apalagi foto, untuk apa?! Jessy tidak mengerti. Seta tampak frustasi, dia menarik napas dalam untuk menenangkan diri.

"Tadi pas lo ngobrol sama Angga, lo ngasih foto Aya?"

Dahi Jessy berkerut dalam, tapi dia menggeleng. "Kenapa emang?"

"Gue liat Angga nyimpen foto Aya, dalam bentuk fisik Jes, bukan visual di ponsel. Menurut lo aneh gak sih?"

[✔] [1] Press Start || 95LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang