8

1.5K 276 1
                                    

Sudah lama Yudhis nggak jalan sama temen-temennya. Dia terlalu takut buat berbaur dengan mereka karena bisa membangkitkan ingatan dia dengan Soraya. Lama-lama sendiri, makin membuat dia kesepian.

Bagaimana pun Yudhis masih tidak bisa melupakan Soraya. Gadis itu memang terlalu berharga untuk dilupakan, bahkan untuk diingat sekalipun. Senyumnya, tawanya, bahkan suaranya yang lembut menyapa dengan ramah selalu jadi candu bagi Yudhis.

Tidak ada yang menyangka, bahkan Yudhis sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana Soraya bisa mengakhiri hidupnya dengan begitu picik. Seberat apapun masalah yang di hadapi gadis itu, tidak pernah sekalipun Yudhis mendengar kematian disebut-sebut dalam ceritanya. Bahkan dengan ucapan paling sederhana pun tidak pernah.

Rasa penasarannya pada kasus ini membuatnya semakin gila hanya dengan memikirkannya. Semakin dia memikirkan hal ini semakin dalam pula dia sadar, jikalau dia sendiri tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencegah tragedi mengerikan itu terjadi.

Dan kemarin dia mendapat kabar yang serupa menimpa temannya. Kekasih Naya meninggal. Bobby Panggara meninggal dunia dengan cara dan tempat yang tidak di duga-duga. Kematian yang janggal bahkan untuk seseorang seperti Bobby. Tergambar jelas dalam ingatan Yudhis jika Bobby adalah orang yang santai, periang dan mempunyai banyak tingkah lucu, supel juga meskipun terkadang kelewatan, tetapi laki-laki itu tidak seperti termasuk jenis orang yang akan melakukan bunuh diri—sama seperti Soraya. 

Malangnya lagi, Naya pun berniat menyusulnya karena merasa tak kuasa menahan kesedihannya. Yudhis dibuat merasa bersalah karenanya. 

"Heh, bro ngelamunin apa lo? Gue panggil lo dari tadi anjay!"

Yudhis terhenyak, dan mendapati Tarra sudah berdiri di sisi kirinya. Tepukan tangan Tarra masih bisa Yudhis rasakan di pundaknya.

"Mau ikut jenguk Naya nggak? Sama anak-anak."

"Kapan?"

"Sore ini sih niatnya. Lo murung mulu agak semangat dikit lah, badan lo lemes gini." Tarra menggerak-gerakkan badan Yudhis yang tampaknya masih sibuk dengan modul Akuntansinya.

"Gue usahin ya." Putusnya, ada yang berat dalam suaranya. Dia tidak bisa menerima ajakan itu dan tidak pula dengan menolaknya. Yudhis merasa kemalangan ini benar-benar menjadi sebuah pukulan.

Tarra  menghela napas, orang yang selama ini tingkat kewarasannya di dengkul dan selalu jadi moodmaker dalam grupannya, kini berubah menjadi seseorang paling dingin dalam sekejap. Seolah-olah dia lupa, kalau kemarin-kemarin pernah terjadi. Persahabatan dan rasa hangat mereka pernah terjalin.



"Gue duluan, ya, dan gue harap lo nggak lagi nyalahin diri lo sendiri. Kematian Soraya bukan salah lo. Kalau pun iya ada pelakunya, itu salah pelakunya. Kalau pun kecelakan, anggap aja lo lagi kecolongan. Kalau itu bunuh diri, lo harus rela, karena itu keputusan Soraya. Sampai kapan pun kalau lo gini terus gue yakin hidup lo nggak akan tenang sampe lo mati dan setau gue Soraya bahkan nggak suka lihat lo sedih."

[✔] [1] Press Start || 95LineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang