12 - SMA Pancasila vs SMA Perwira

4.5K 305 7
                                    

A/n: Maaf kalau ada typo, Ini gak dibaca lagi.

BUDAYAKAN VOMENTS SEBELUM ATAU SESUDAH MEMBACA.

HAPPY READING🌻

***

Kata manis semata hanya bisa menyakiti sebuah perasaan.

***

NILA sudah menunggu Devan selama setengah jam diparkiran. Nila menunggu Devan karena memang tante Bia yang sudah berpesan dengannya untuk pulang sekolah bersama Devan, agar kejadian yang tidak diinginkan tidak terjadi. Nila terus-menerus melihat arloji ditangannya sesekali berdecak kesal. Ini lah kebiasaan Devan yang Nila tidak sukai. Selain laki-laki yang menurut Nila paling kejam, dia juga termasuk laki-laki yang paling ngaret. Nila berpikir dia akan memusnahkan spesies laki-laki semacam itu, sekarang juga, Harus!.

"Kemana sih tuh anak? Lama amat," Nila celingak-celinguk mencari Devan tapi hasilnya nihil, Devan tidak ada.

Nila berdecak kesal. "Yaudah deh gue tunggu lima belas menit lagi, kalo dia gak datang juga, gue pulang sendiri." Putus Nila.

Sudah lima belas menit tapi Devan belum datang juga. Jadi Nila memutuskan untuk memilih pilihannya yang tadi, yaitu pulang sendiri. Sebelum menuju halte untuk menunggu angkutan umum, Nila yang baru ingat kalau dia belum membeli kertas karton untuk membuat tugas prakarya dan dikumpulkan besok, dengan langkah cepat Nila mencari tempat yang menjual kertas karton. Mengingat Nila murid baru pindahan, dia belum hafal betul seluk-beluk sekolah barunya. Jadilah Nila disini, di gang sempit pemukiman warga arah menuju lapangan bola, dia tersesat dan tidak tau jalan keluar.

"BANGSAT!" Suara umpatan itu terdengar tidak jauh dari tempat Nila berada. Nila mencari asal suaranya ternyata suara itu berasal dari arah lapangan bola.

"Udah gue bilang jangan pernah cari gara-gara ke gue lagi anjing!," Laki-laki itu terus memberi bogeman mentah pada rivalnya. Nila sepertinya kenal dengan laki-laki itu dia tidak terlihat asing di mata Nila.

"Gue gak perduli tentang ancaman lo!" Sahut rivalnya itu, dia terlihat tertawa meremehkan.

"Pecundang, bosen hidup lo!"

"Iya lebih tepatnya gue gak akan bosen untuk terus nyerang sekolah lo lagi,"

Nila ketahui dari badge sekolahnya bahwa dia dari SMA Pancasila, karena badge sekolahnya itu sama dengan badge sekolah yang Nila pakai. Dan Nila yakin betul lawannya adalah SMA Perwira, pasti tidak salah lagi. Jantung Nila berdebar kencang dan keringat mulai bercucuran di dahinya. Saat ini Nila merasa takut yang luar biasa. Nila bingung dia harus bagaimana, berteriak memanggil warga untuk memisahkan tawuran atau lari saja. Nila rasa opsi kedua kurang tepat, Mengingat Nila yang saat ini sedang tersesat.

Laki-laki yang Nila ketahui bahwa dia dari sekolah SMA Pancasila, dia terus melayangkan pukulan kepada sang rival tanpa ampun. Darah segar mengalir disudut bibir dan hidungnya. Bahkan terlihat bahwa dua pentolan itu sama-sama kuat. Susah untuk mereka mengalahkan satu sama lain.

Mata Nila rasanya mau lompat saja, saat dia melihat bahwa yang sedari tadi memimpin tawuran dari sekolahnya adalah Nial, dan Laki-laki yang memimpin tawuran SMA Perwira adalah Gavin, mantannya. Nila tidak menyangka dia bertemu pada saat seperti ini.

Nial dan NilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang