18 - Perlahan mulai dekat

3.9K 231 4
                                    

RAMBUT digerai dengan jepitan bunga daisy berwarna biru kesukaannya. Nila tersenyum lebar melihat pantulan dirinya di cermin. Setelah merapihkan penampilannya, Nila beralih untuk meriksa perlengkapan sekolahnya untuk ujian nanti. Ia tidak mau sampai ada yang tertinggal di rumah. Dirasa sudah siap untuk bersekolah dengan langkah gontai Nila menuruni satu persatu anak tangga seraya menggendong ransel berwarna senada dengan jepitan di rambutnya. Nila sudah siap untuk memulai hari.

Nila mengernyitkan keningnya melihat Nial sepagi ini berada di rumah Devan. Seakan mengerti apa yang dipikirkan oleh Nila, Devan mulai mengangkat suara.

"Semalam Nial nginep disini. Gue mau ngasih tahu lo, tapi lo nya udah tidur," penjelasan Devan.

Nila mengangguk mengerti. "Iya."

"Yaudah yuk berangkat," Ajak Devan dan diangguki oleh keduanya.

Di dalam mobil milik Devan suasana menjadi hening. Nila yang merasa bosan mulai memainkan ponselnya yang sangat sepi seperti hatinya. Ia memainkan ponselnya hanya sekedar membuka aplikasi instagram, whatsApp, line, setelah itu ia hanya kembali ke menu dan begitu saja seterusnya. Nila sangat bosan. Sungguh.

"Nila."

"Ya?"

"Lo duduk di belakang gih."

Nila mengerutkan keningnya bingung. "Emang kenapa?" tanyanya.

"Gue kasihan sama Nial, daritadi doi cuma merhatiin lo dari belakang mulu. Gue takut kepalanya ke cengklak," Devan tertawa meledek kearah Nial, namun tak lama ada sebuah tangan yang menabok kepalanya membuat kepala Devan terkantuk ke depan.

"Mampus! Sekarang malah kepala lo yang ke cengklak," Sekarang giliran Nial yang tertawa puas karena berhasil membuat Devan kesal kepadanya.

Devan mengerucutkan bibirnya. "Jahat!" ucap Devan kesal.

Nila mengerutkan dahinya bingung melihat tingkah laku dua lelaki di hadapannya ini. Ia sama sekali tidak mengerti arah pembicaraan mereka berdua.

"Kalian lagi bicarain apaan sih?" tanya Nila polos.

"Hah-enggak kok, gausah dengerin omongan Devan. Dia mah enggak jelas orangnya," Sahut Nial cepat sebelum Devan yang menjawabnya. Mulut Devan lebih menyeramkan daripada mulut seorang perempuan. Bisa bahaya.

"Tuhkan gue lagi yang salah," Keluh Devan. Ia pasrah karena kalau tidak, pagi ini Devan akan menjadi samsak Nial.

Begitu mereka telah sampai di sekolah. Devan menyimpan mobilnya di parkiran sekolah. Setelah itu mereka bertiga berjalan beriringan di koridor menuju kelasnya masing-masing. Banyak pasang mata menatap mereka dengan tatapan memuja lebih tepatnya kearah Nial dan Devan, sedangkan kearah Nila mereka semua menatap gadis itu dengan sinis. Nila mendesah pelan. Ia harus menerima konsekuensi saat memutuskan berjalan dengan most wanted sekolahnya.

"Gue duluan," Pamit Nila disaat melihat kelasnya sudah hampir dekat.

Nial dan Devan hanya mengangguk sebagai jawaban. Dan setelah itu kedua lelaki itu mempercepat langkahnya menuju kelas mereka setelah mendengar suara bel pertanda di mulainya pelajaran sudah berbunyi. Mereka tidak mau disaat ujian seperti ini harus mendapatkan hukuman.

Nial dan NilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang