Daffa berdiri di tangga yang persis berada di samping kelas yang salah satu muridnya sekarang berstatus sebagai kekasihnya. Lengkap sudah ia berdiri dengan sesuatu terpegang di tangan kanannya. Senyum itu melebar, Daffa yakin Adel suka 100%
Bel istirahat belum berbunyi, masih ada waktu limat menit lagi agar bel tersebut dibunyikan. Selagi menunggu, Daffa memperhatikan dirinya sendiri, menelusuri apa yang kurang dari dirinya. Oh, Daffa sudah seperti ingin melamar seseorang sekarang.
Matanya terus melekat pada pintu kelas tersebut, yang kemudian terdengar derap langkah yang Daffa kira adalah dari sepatu guru. Daffa sedikit menyembunyikan dirinya dengan menuruni satu anak tangga.
"Daridulu, lo emang nggak pernah jago ngumpet!"
Daffa tersentak, lalu menengok ke sumber suara. Bukan dari kawanannya. Ia tak pernah mendengar suara itu di telinganya, namun entah mengapa serasa tak asing. Jantungnya sedikit berdegup dan saat ia mendongak, akhirnya Daffa menemukan siapa yang berbicara padanya dan membuat jantung sedikit berdegup.
"Ngapain lo?" tanya Daffa ketus.
"Buang sampah." Dia membalas tak kalah ketus, namun menyunggingkan sebuah senyum. Ah, salah, sebuah seringaian lebih tepat.
Perempuan itu hendak berbalik, namun Daffa menahannya dengan suara yang dengan mudah meluncur dari mulutnya, memanggil nama perempuan itu.
"Reysa."
Jika dulu ia memanggil nama itu dengan penuh kasih sayang, kini ia hanya merasakan pahitnya lewat panggilan itu. Tak ada istimewanya, begitulah yang Daffa pikirkan. Lain dengan Reysa yang melebarkan senyumannya. Entah sejak kapan ia berlatih menjadi sosok yang berani.
"Masih kenal gue rupanya," sentak Reysa dengan nada jijik. Daffa melotot mengancam, yang anehnya ditanggapi dengan santai oleh perempuan di hadapannya. Reysa nggak pernah begini.
"Kalo lo kesini dengan kondisi rapi begitu cuma buat ketemu 'dia'. Nggak usah panggil nama gue lagi." Reysa berbalik menjauh, meninggalkan Daffa dengan segala pertanyaannya. Membuat Daffa menyadari tindakkan bodohnya dengan memanggil nama orang yang sudah ia sumpah takkan mengganggunya lagi.
Tapi, tunggu... Reysa cemburu, kah?
Lebih anehnya, Daffa menyeringai sendirian setelah pikirannya mengarah ke sana. Tentang perempuan yang ternyata masih cemburu dan rasa cemburu itu masih sama, ketika mereka masih berdua. Ketika mereka belum dipisahkan oleh kakak dari Reysa. Belum.
Suara bel menyentakkan Daffa, membuat dirinya kembali tersadar kalau tak baik jika ia berpikir yang aneh-aneh di saat statusnya yang sudah menjadi milik orang lain. Bunyi belnya lama sekali, menurut Daffa. Berdengung di kepalanya lewat telinga seolah sedang memperingatkan Daffa akan sesuatu.
Ah, mungkin ia hanya berhalusinasi.
"Daffa?"
Kalau saja suara itu bukan berasal dari sosok yang ia nanti-nantikkan, mungkin Daffa akan menggeram kesal karena sudah berapa banyak yang menyentakkannya sedaritadi.
"Hei..." Daffa melangkahkan kakinya mendekat, tersenyum dengan senyuman yang paling mempesona. Adel sampai dibuat tersipu akibat senyuman itu. Tangan kanannya yang tadi memegang sesuatu ia sembunyikan di balik tubuhnya. Dibalik itu semua, suara sorak-sorakkan menggoda terdengar dari dalam ruang kelas Adel, yang membuat Adel harus menarik lengan Daffa agar menjauh dari sorak-sorakkan tersebut.
Tangan kecilnya menyeret lengan besar Daffa dengan lembut. Saat mereka menemukan privasi yang pas, bahkan Daffa belum bisa melupakan tangan kecil lembut itu.
"Mau ngomong sesuatu atau ngelakuin sesuatu sebelum kita ke kantin?" Daffa rasa itu bukan pertanyaan, tapi dari intonasinya, Adel kelihatan bertanya. Dengan anggukkan mantap, ia menyodorkan sesuatu yang tadi ia sembunyikan di balik tubuhnya.
Sebuah kalung. Yang jelas bukan kalung murahan.
"What this, Daffa?" tanya Adel terpukau. Sepertinya tidak semudah itu membuat Adel terpukau, nyatanya ia mencoba menyembunyikan rasa terpukaunya di detik berikutnya.
"Ayolah, kamu nggak pernah seneng kalo aku kasih sesuatu. Tunjukkin ekspresi kamu," rengek Daffa memelas. Adel tak tahu sejak kapan Daffa menggunakan kata 'aku-kamu', yang jelas, ia bingung ingin tetap mempertahankan image-nya atau mengeluarkan ekspresi sesungguhnya.
Biarpun akhirnya Adel hanya tersenyum kaku, lalu memegang tangan Daffa, itu sudah lebih dari cukup. Hati Daffa berbunga-bunga, karena gila dengan tangan kecil kekasihnya.
"Pakai sekarang, ya." Itu adalah pernyataan.
Adel membalikkan tubuhnya, mengangkat rambutnya yang tergerai bebas, membuat dirinya menunjuk kulit seputih susu. Mereka berdua sedang berada di tempat privasi. Ingatkan Daffa untuk tidak langsung menerkam Adel.
"Pakein!" Adel merenggut kesal karena respon Daffa hanyalah melongo menatap kulit mulus tersebut. Ok, Daffa malu sekarang.
Adel tersenyum manis, ketika ia mendapati kalung pemberian Daffa sudah bertengger di lehernya. Niatnya Adel ingin langsung mengajak Daffa ke kantin karena perutnya sudah minta diisi, namun jangan kira Daffa akan melepaskan Adel begitu saja detik ini. Selagi ada privasi, di sanalah ada titik kecerahan yang Daffa manfaatkan.
Ia merangkul tubuh mungil tersebut dari belakang, menenggelamkan wajahnya di tengkuk yang tadi membuatnya meneguk ludah. Baunya harum, membuat Daffa tak mau beranjak dari tempat.
"Da-Daffa... nggak boleh gini, Daf. Kalo ada yang liat bahaya," kata Adel berusaha menyadarkan Daffa.
Mulai sekarang itu hobi Daffa, memeluknya dari belakang. Camkan itu.
***
'Kalian berdua jadian, ya?'
Daffa mengernyitkan dahinya ketika mendapati sederet kalimat pertanyaan itu menyambut Daffa saat pertama kali membuka ponselnya. Ia tahu siapa pengirimnya, makanya ia menyeringai kali ini. Tak sampai di sana, dunia kembali menampar Daffa ketika ia sadar di mana posisinya kali ini.
Sungguh, Daffa heran sendiri dengan dirinya. Jangan sampai juga Adel tahu.
To: Rey.
Iya, kenapa? Cemburu?Daffa memastikan kalau Reysa di seberang sana sedang membelalakkan matanya ke arah ponsel. Daffa sudah kenal Reysa lama, tak mungkin jika Daffa tak tahu reaksi apa yang Reysa terima jika Daffa melakukan hal itu.
From: Rey.
Cuma mantan nggak tahu diri yang mutusin pacarnya tapi masih cemburu hanya karena dia punya pacar baru:)Seringaian Daffa tergantikan dengan senyuman lebar. Tangannya tergerak cepat membalas pesan. Reysa mengingatkan dirinya akan kenangan yang telah tenggelam, namun Daffa tak gentar sedikitpun, justru senyumnya mengembang merindukan momen ini.
Merindukan momen ini.
To: Rey.
Nggak masalah. Gue seneng dengernya.Mencoba membangunkan harimau yang sedang tidur memang menyeramkan. Namun membangunkan seorang putri licik sesungguhnya lebih menyeramkan.
Karena dia bisa mengkhianati siapa saja.
From: Rey.
Ow... lo lagi nggak mau mengesampingkan Adel demi gue, kan?Adel.
"Astaga..."
Daffa mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya, malu. Apa yang telah ia perbuat? Padahal ini pertama kali Reysa mengirimkannya pesan, tanggapan Daffa sudah lebih dari yang diduga.
"Maafin gue."
TBC
Fast update untuk From Daffa to Adel! Entah kenapa lagi suka lanjut cerita ini.
Doain ya biar feelnya dapet #palaluSo, how to this part?
01-09-2017
KAMU SEDANG MEMBACA
From Daffa To Adel [Completed]
Ficção AdolescenteSiapa yang menyangka kalau ketos yang dibilang galak dan sangar itu ternyata berotak mesum dan bertingkah manja serta menyebalkan. Memang, orang-orang takkan percaya dengan gosip di atas, karena yang namanya Ketua OSIS pasti sudah tertanam sikap pos...