Bab Tiga Belas - Putri licik datang.

7.3K 391 23
                                    

Dia membanting kalung pemberian sosok yang ia cintai bersamaan dengan tumpahnya air mata yang seharusnya tak ia tunjukkan di hadapan kakak laki-lakinya. Berlawanan dengan hal tersebut, sang kakak diam, memandang datar adiknya yang menangis.

"Bukannya udah gue bilang, lo bisa kena marah sama Papa kalo pacaran. Sekarang tinggal pilih, mau putus sama dia atau gue bilangin ke Papa?"

Perempuan itu bersimpuh di depan kakak laki-lakinya, memohon agar merahasiakan semua tentang dia dan kekasihnya. Sikap seorang kakak tiri selalu begitu, kah? Membiarkan adik tirinya tersiksa dengan segala sakit hati yang ia ciptakan.

"Gue udah kasih lo dua pilihan."

Tanpa rasa bersalah, ia berjalan menjauh, kemudian menyeringai ketika perempuan itu memanggil namanya dengan lirih dan putus asa. Berteriak, menangis, dan berteriak lagi.

Hingga sosok laki-laki itu benar-benar hilang dari pandangannya, perempuan dengan tubuh mungil itu diam-diam bersumpah.

Apapun situasinya, seburuk apapun hubungannya, ia takkan melepaskan laki-laki yang sudah terlanjur ia cintai.

***

"Reysa! Reysa! Bangun!"

Wajahnya memerah, matanya masih terpejam erat. Rasa sakit perlahan menjalar dari kaki ke ubun-ubunnya saat dirinya mencoba membuka mata. Wajah sang kakak menyambut penuh rasa khawatir, dibalas dengan senyuman lemah oleh Reysa.

"Lo sakit."

"Iya."

"Ck, bonyok lagi nggak ada di rumah lagi!"

Reysa kembali mengulum senyum mendengar kalimat yang keluar dari mulut kakaknya sendiri. Sekali lagi Reysa meyakinkan, kakaknya tak bersalah. Kakaknya tak mungkin berbuat jahat pada adiknya sendiri. Kakaknya mengkhawatirkannya dan Reysa tak perlu membuang waktu untuk berpikiran yang aneh-aneh.

"Gu-gue nggak tau caranya ngerawat orang sakit. Jadi, lo makan abis itu minum obat," ujar laki-laki tersebut dengan wajah malu.

Namanya Rio, jika kalian ingin tahu.

Reysa ingin melakukan apa yang Rio suruh tadi, makan lalu minum obat. Ketika tubuhnya mencoba tegak, dia linglung. Jatuh kembali ke tempat tidur. Rio sendiri tak melakukan reaksi apa-apa yang kemudian berjalan keluar kamar.

'Gue ngerepotin banget, ya?'

Matanya memandang langit-langit kamar dengan pedih. Kembali ia pejamkan kedua matanya, dengan kenangan yang bahkan sedang tidak ingin ia ingat.

"Daffa..."

Reysa tak ingin mengingatnya lagi, namun satu sisinya terus menyebut nama Daffa. Satu-satunya hal yang ia inginkan hanyalah melupakan. Ditambah lagi ada Adel sekarang yang menggantikan posisinya. Adel akan merasakan apa yang ia rasakan dulu, atau bahkan lebih. Adel akan punya segalanya.

Kalau saja dulu Rio tidak memergoki mereka sedang jalan berdua, mungkin kejadiannya takkan seperti ini.

Reysa sangat ingin merasakan dikecup keningnya kembali oleh Daffa saat kondisinya sedang seperti ini.

"Reysa, makan dulu." Rio telah duduk kembali di tepi ranjang. Dengan lemah, mata Reysa mencari piring yang isinya akan ia makan. Anehnya, tubuh Reysa tak mau digerakkan.

Rio menghela napas, lalu mengambil piring dan mulai menyendokkannya untuk sang adik makan.

"Maaf, ya. Gue ngerepotin," ujar Reysa bergeming dari tempatnya.

From Daffa To Adel [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang