Seperti yang kita tahu, hidup tidak semanis gula, tidak seperti memainkan sebuah sinetron yang berakhir bahagia. Nyatanya, kehidupan yang orang kebanyakan jalani ini merujuk pada sebuah kepahitan yang bisa saja berakhir fatal. Seorang gadis dengan rambut yang dicepol itu diam di tempat duduknya sambil menghela napas berat di antara kebisingan yang dibuat oleh teman-teman sekelasnya. Membayangkan bagaimana kalau ia bunuh diri karena saking frustasinya yang membuat gadis itu buru-buru menyebut nama Sang Kuasa.
Ia melirik ke sebelah kanan, bukan Reysa yang ia lihat, tapi teman sekelasnya yang ia paksa untuk duduk bersamanya. Adel menatap buku catatan perempuan di sampingnya yang sekarang sibuk memposisikan diri untuk tidur di jam kosong ini.
Random People, itu tulisannya.
"Random people itu... maksudnya apa?" tanya Adel secara tak sengaja membangunkan gadis di sampingnya.
Mata gadis itu terbuka perlahan, kemudian mulutnya terbuka untuk menjelaskan, "Banyak makna yang bisa diambil. Manusia salah satunya. Random, acak, nggak jelas, itu wajar. Kenapa?"
Adel berbalik badan, tak mau mengurus lagi. Hingga tatapannya menatap manik perempuan yang ternyata sedang menatapnya juga. Adel ingin mendesis, antara menahan emosi dan menahan rasa ngilu yang datang bersamaan dengan sesak di dadanya.
Adel mencoba untuk mengedarkan pandangan ke sesuatu yang dapat menahan air matanya untuk menerobos keluar. Ia tahu usahanya akan sia-sia. Matanya panas, sebulir air mata menumpuk dan mengambang di matanya, membuat penglihatannya kabur.
Sebuah gumpalan kertas menimpuk kepalanya kencang, menyentak Adel. Sambil menghapus air matanya, Adel mencoba untuk mengenali dari siapa kertas itu. Tulisan Reysa yang langsung terlintas di otaknya.
Sekasar ini, kah? Sekasar ini, kah, Reysa berprilaku padanya? Melempar kertas ke kepala Adel tanpa belas kasihan. Adel menatap Reysa, balasannya adalah tatapan menantang. Lalu Reysa berbalik badan dengan angkuhnya.
Kemana perginya Reysa yang bersahabat dulu? Yang selalu bisa menjadi pundak curhatnya.
Cukup, tak ada waktu untuk mengenang sifat lama. Adel membuka cepat-cepat kertas yang menimpuknya itu.
Sebelum lo ngerasain kasih sayang dan senyumannya, gue udah lebih dulu ngeliat semua itu, bahkan lebih.
Gara-gara lo jadi tetangganya, gara-gara lo yang kurang kasih sayang orang tua, Daffa jadi nolak gue.
Nggak usah sok nggak tau.
Hidup itu simpel. Kini Adel membalas tulisan itu di kertas yang sama, segera menimpuknya dengan kencang ke punggung Reysa.
Brengsek!
Tak perlu waktu lama untuk melihat Adel memasang wajah penuh amarah dan Reysa yang penuh kemenangan.
***
Reysa mengangkat tangan sebelah kanan Daffa kemudian meletakkan tangannya untuk merangkul pundak gadis itu. Daffa mengusap wajah dengan tangannya yang masih bebas, kemudian menjauhi Reysa dan mencengkram erat pundak Reysa, membuat gadis itu bergeming antara senang dan kaget.
"Kenapa lo masih terus gangguin gue?" tanya Daffa serius. Pandangannya lemah, benar-benar mengisyaratkan laki-laki itu lemah.
Halaman depan tempat mereka duduk menjadi latar keheningan untuk detik ini, dengan sepasang mata memandang dari kejauhan. Mata itu memandang kedua insan melebihi tajamnya pisau yang baru diasah. Reysa juga tidak sebodoh anjing, dia tahu kalau perempuan dengan masker itu adalah Adel. Ia melirik dengan ekor matanya tepat ke arah di mana Adel berdiri, lalu kembali menatap mata Daffa dan menangkup wajahnya dengan kedua tangan.
![](https://img.wattpad.com/cover/104390051-288-k759186.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
From Daffa To Adel [Completed]
Fiksi RemajaSiapa yang menyangka kalau ketos yang dibilang galak dan sangar itu ternyata berotak mesum dan bertingkah manja serta menyebalkan. Memang, orang-orang takkan percaya dengan gosip di atas, karena yang namanya Ketua OSIS pasti sudah tertanam sikap pos...