1

18.8K 532 3
                                    

Suara ketukan jari dimeja terdengar nyaring disebuah ruangan yang minimnya pencahayaan, pencahayaan satu-satunya hanya terdapat dari sebuah infocus yang menyala menampilkan sebuah adegan yang bisa mengocok semua isi perut manusia.

Sementara empat orang yang duduk dimasing-masing sisi menunduk dalam tak kala mata sang kucing menatap tajam pada layar pusat perhatian

Ketukan jari jemari tersebut terhenti tak kala layar yang dihadapannya menyelesaikan putaran film yang ditunjukan, lampu otomatis menyala dan sorot mata itu merubah fokusnya.

"Tak ada pembelaan ?" Suara lembut khas seorang pria terdengar tajam ditelinga keempatnya membuat mereka bertambah menunduk dalam.

Suara jari jemari tersebut terdengar lagi sudah seperti nada teror dan ancaman.

"Aku tak ingin mendengar lagi sebuah alasan dari kalian atau sebuah pembelaan sekalipun itu kalian benar atau salah, lakukan apa tugas kalian. Aku tak perduli bagaimana kalian melakukannya yang aku butuhkan adalah hasil, bukan alasan kalian. Kalian mengerti ?" Ujarnya sarkasme.

^^

"Aku tak suka dengan desain undangannya..."Audrey, gadis yang kini menjabat sebagai salah satu jaksa penuntut umum dalam sebuah frima hukum terkemuka ini sedari tadi tak berhenti menggerutu kepada calon tunangannya Stuart.

Stuart hanya diam saja, ia sudah lelah untuk berdebat dengan masalah yang sama. Bayangkan... sudah 6 toko yang mereka kunjungi dalam waktu 2 hari hanya untuk sepasang cincin saja ? Betapa stressnya Stuart menghadapi Audrey yang selalu meminta yang macam-macam, ia tak bisa membayangkan bagaimana ribetnya persiapan yang lainnya nanti.

"Kenapa kau diam saja ?" Audrey bertanya kesal.

"Lalu... aku harus bagaimana ?" Tanya Stuart lelah

"Bagaimana ? Seharusnya kau merespon sedikit atau kasih solusi misalnya, aku sudah pusing mencari-cari cincin kau hanya bilang 'aku harus bagaimana ?' Menyebalkan"

"Aku sudah merekomondasikan cincin yang cocok denganmu, kau sendiri yang tak suka"

"Alasan"

"Kau cantik Audrey dengan apapun yang kau pakai"

"Penjilat"

"Baiklah... baiklah... aku akan mencarikan cincin yang paling indah untuk tunanganku ini, sampai ujung duniapun aku akan mencarikannya untukmu" jawab Stuart berhasil membuat Audrey tersipu.

Bukankah seorang vampire terkenal romantis ?
Ya... begitulah Stuart, hubungan mereka sudah berlangsung sangatlah lama bagi ukuran hubungan yang serius. Stuart bukannya tidak ingin meramar Audrey hanya Stuart tidak ingin saja mengganggu cita-cita Audrey.

Stuart sangat menghormati segala keinginan Audrey, bukan memanjakannya tapi untuk tetap menghormatinya. Ya... jika Audrey melakukan kesalahan Stuart akan menegurnya dan jika ia merasa sedih dengan itu. Stuart pasti akan menghiburnya.

Hubungan mereka sangatlah manis, teman-temannya pun dangat iri pada pasangan ini. Apalagi iri terhadap Audrey yang bisa merubah Stuart 180°, sangat beruntunglah Audrey sekarang dimana kasih sayang Stuart yang tak pernah terbatas.

"Stuart ?" Audrey bertanya dengan nada biasanya yang semula selalu berbicara dengan nada kesal.

"Ya ?"

"Tidak"

"Ada apa ? Aku tau kau sedang memikirkannya lagi bukan ?" Tanya Stuart, Audrey mengangguk.

"Bukan hanya kau yang memikirkannya, kita pun sama. Ini sudah berlangsung sangatlah lama. Dia sudah bahagia disana" ujar Stuart berusaha menghibur Audrey.

Stuart dan Audrey sudah sampai dikediaman Stuart, mereka berdua langsung menyapa para anggota keluarga yang menyambutnya dengan hangat.

"Bagaimana ? Kalian sudah menemukannya ?" Tanya Marry, ibu Stuart sambil mengusap punggung calon menantunya. Audrey hanya menggeleng.

"Sepertinya, kau saja yang menemaninya. Selera wanita pastilah sama" ujar Bram ayah Stuart pada sang istri.

"Benar, aku setuju dengan itu" seru Stuart, Audrey mendengus lalu bergegas masuk kedalamnyam. Marry hanya tersenyum sambil menggeleng lucu sedangkan para pria hanya menatap datar.

"Kau sepertinya tak mengerti keinginan wanita Stuart" ujar Marry pada Stuart.

"Aku memang tak pernah mengerti bagaimana jalan pikiran para wanita" jawab Stuart

"Audrey, hanya ingin kau perhatikan dan menghabiskan waktu bersamamu"

"Hmm ?"

"Sepertinya kalian memerlukan kebersamaan kembali"

"Yah... mungkin, akhir-akhir ini aku sangat sibuk dikantor untuk mengerjakan proyek baru" jawab Stuart

"Seperti itulah" ujar Marry tersenyum

"Ngomong-ngomong, Ana belum pulang ?" Tanya Bram pada Marry.

"Ana ? Sepertinya belum"

"Kemana dia ?"

"Mungkin diarena menembak"

"Wah... sepertinya dia benar-benar ingin menjadi seorang pemburu" canda Stuart memecahkan tawa disana.

^^

"Sepertinya ada yang sedang membicarakanku" Ana mengucek telinganya yang tiba-tiba merasakan gatal.

"Kau akan menghancurkan papan itu Al" suara percakapan diroom samping Ana sedikit mencuri perhatiannya.

Sedari tadi Ana terkagum-kagum dengan orang yang meluncurkan peluru tersebut kepapan target, bagaimana tidak ? Sedari tadi ia mengarahkan target yang sama sehingga membuat lubang besar didalamnya.

"Kau bisa memecahkan kepala vampire kalau begitu ?" Seru suara yang sama yang Ana yakini adalah temannya, Ana yang hendak meneguk minumannya seketika menghentikan aktivitasnya.

"Aku rasa para vampire kali ini semakin menjadi-jadi, para siswa sekarang yang sedang menjadi targetnya" orang tersebut terus berbicara sedangkan lawan bicaranya mungkin hanya merespon dengan gumaman, anggukan, gelengan dan berbagai respon isyarat lainnya

"Vampire ? Apa mereka baru saja membicarakan para vampire ?" Ana sangat tertegun dengan pembicaraan mereka, apa mereka benar tau tentang bangsa vampire ? Darimana mereka tau tentang bangsa vampire, yang ia tau bangsa vampire selalu berhati-hati. Target ? Target apa maksudnya ? Apa para vampire mengincar manusia sekarang ? Bagaimana bisa ? Jered... Perdi
... Tedd... selalu mengawasi para vampire dengan ketat, jika yang lain mungkin bisa lengah tapi Tedd ? Apa dia akan membiarkan ini dan seteledor ini ?

Mereka berdua terdengar bersiap untuk keluar dari sana, Ana sangat penasaran siapa yang membicarakan vampire itu ? Ia pun berusaha mencari tau siapa mereka dan kearah mana mereka berbicara dan semoga pikirannya yang buruk tidaklah benar.

Langkah tersebut semakin mendekat, mereka menghentikan langkah kakinya tepat didepan room dimana Ana didalamnya. Ana berusaha melihat siapa yang ada disana, hanya seorang pria yang terlihat dan satu lagi tertutup tubuh pria tersebut.

"Aku rasa, kita harus memperketat pengamanan" pria berambut pirang tersebut berbicara, sedari tadi pria itu memang yang selalu bicara.

"Itu tugasmu" suara yang berbeda, Ana membelakan matanya suara itu ? Ana mengenali suara itu ?

^^

Shadow Of The Darkness (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang