9

1.8K 144 0
                                    

Waktu seakan berhenti ditempatnya, tubuh Thom menjadi membantu menatap punggung seseorang yang kini berdiri membelakanginya. Tak memperdulikan sapaan teman sepekerjaannya sampai ia tersadar yang ada didalam sana kini hanya mereka berdua.

Pintu lift kembali tertutup, pria tersebut menoleh singkat dengan pandang herannya terhadap wajah terkejut Thom, Thom terlalu terkejut dengan fokus matanya sampai tak sadar sedari tadi ia menahan napasnya.

Deringan ponsel merubah situasi canggung didalam sana, Al segera merogoh saku celananya dan menaruh benda persegi tersebut disamping telinganya.

"Ya... ayah ? Ada apa ?" Jawab Al, Thom kembali membelakan matanya. Bukan hanya wajah dan fisik, tapi suara mereka juga sama. Sekali lagi ingatkan Thom untuk tak lupa bernapas.

"Aku sedang sibuk ayah" Al kembali menjawab dengan nada rajukannya memohon sang ayah untuk tak memaksanya, kali ini Thom menunduk menyembunyikan rasa sesak yang tiba-tiba menyerang dadanya.

Kenangan dirinya bersama putra kesayangannya kini terngiang dipikirannya, bagaimana mereka selalu mengobrol santai atau sekedar saling bertanya kabar membuat kepalanya berdenyut sakit.

"Mr ? Anda baik-baik saja ?" Al yang sudah menutup sambungan telponnya menahan pundak Thom yang terlihat terhuyung.

Thom mendongakan wajahnya menatap manik mata abu-abu milik Al dan disana Thom tersadar itu bukan mata hijau milik putra kesayangannya

"Mr ?" Al kembali berucap

"Aku baik-baik saja" jawab Thom berusaha berdiri tegak

"Wajah anda sangat pucat, sebaiknya biarkan dokter menangani anda"

"Aku baik-baik saja"

Pintu lift terbuka, Al pun mengangguk dan melangkahkan kakinya keluar. Ia tak mungkin meninggalkan pekerjaannya bukan ?

"Apa yang kau pikirkan Thom ?" Ujar Thom pelan menelan kenyataan bahwa tak mungkin dia putranya terlebih lagi sikap pria tadi yang sangat berbeda dengan Jason.

Jason mungkin akan terus bertanya khawatir pada siapa saja yang ia temukan dalam kondisi tidak baik, bertanya... membantu... bahkan dengan suka rela mengantarkan meski secara paksa memastikan bahwa dia kembali dengan baik

^^

Al tersenyum tipis ketika mendengar penuturan seorang perawat yang berada disana, dengan trik mengantarkannya pulang dan mengajaknya makan malam Al bisa mendapatkan banyak informasi dari gadis berambut pirang ini.

Bagaimana kalian akan menolak pesona tampan Al ? Al mempunyai wajah yang tampan dan senyum yang indah dan tutur kata yang baik, tak lupa sikapnya yang sopan akan membuat siapa saja luluh dengan satu kata padanya

Dengan cepat ia meminta Key untuk berpura-pura menjadi supirnya, setelah Al dan gadis yang diketahui bernama Fanesa itu keluar dari pintu rumah sakit. Key sudah berdiri disamping mobil Al mengerti bahasa isyarat Al dan mulai melakukan sandiwara.

"Kau sudah bekerja disana sekitar dua tahun ?" Tanya Al dengan senyum hangatnya, Key tau semua ekspresi Al adalah sandiwara dan rumor tentang Al yang pandai bersandiwara adalah fakta yang nyata dan itu membuat Key sedikit merinding.

"Ya... begitulah" jawab Fanesa

"Wah... sepertinya kau sangat menyuakai pekerjaanmu ?"

"Pekerjaan disana tidak terlalu sesibuk rumah sakit pada umumnya, banyak waktu luang yang kami miliki"

"Itu karena rumah sakit khusus bukan ?" Tebak Al, gadis berambut pirang tersebut mengangguk malu "aku sangat iri"

"Apa pekerjaanmu ?" Tanya Fanesa sambil melirik Key, untung Al membawa Key yang jarang berbicara jika tidak mungkin yang ada pertanyaan bodoh yang canggung nantinya dan berubah mencurigakan. Ingat... Al masih meragukan kerjasama tim barunya ini.

"Aku baru saja dipindah dinaskan dari Alaska" jawab Al, jawaban ini bukan kebohongan

"Oh... benarkah ? Kau pegawai pemerintah ?" Tanya fanesa antusias

"Ya... begitulah"

"Hebat"

"Kau jauh lebih hebat"

"Ngomong-ngomong... sedang apa kau dirumah sakit ? Apa keluargamu atau temanmu sakit ?"

"Ya... salah satu temanku mengalami kecelakaan dan butuh operasi, dia mengalami pendarahan dan membutuhkan banyak darah"

"Oh... benarkah ? Kasihan... kau datang kesana untuk membantunya bukan ?" Tanya Fanesa, Key sedikit mengerutkan keningnya tapi langsung merubah kembali raut wajahnya.

"Ya... aku dengar dia membutuhkan darah dan kebetulan golongan darah kami sama" jawab Al tenang

"Oh... benar, banyak para keluarga yang mendonorkan darah mereka untuk para pasien"

"Aku rasa kalian membutuhkan banyak darah lagi bukan ?"

"Pasokan darah rumah sakit kami memang tak banyak jadi kami selalu menawarkan alternatif lain dengan darah para keluarga dan sanak saudara pasien yang cocok"

"Oh... benarkah ? Pantas saja"

"Sebenarnya ini terjadi sekitar satu tahun belakangan ini, tahun-tahun yang lalu tak seperti ini. Aku rasa kesadaran masyarakat tentang transpusi darah sudah mulai turun"

"Banyak masyarakat yang sibuk sendiri sekarang"

"Ya... begitulah"

^^

Audrey kini sudah kembali seperti biasa berkat bantuan dan kata-kata dari Stuart, Bram dan juga Marry. Dia merasa bersyukur dengan calon anggota keluarga barunya yang akan segera menjadi keluarga dalam beberapa hari.

Meski Marry dan Bram tak tau alasan Audrey pingsan, setidaknya Audrey merasa lega karena mereka tak pernah menanyakannya

Kesenangannya bertambah tatkala berat badannya turun ketika pesta pertunanganya tinggal menghitung hari, tak ada kebahagiaan yang tak bisa disembunyikan dari seorang gadis ketika mereka melihat jarum mesin penimbang badan menunjukan angka yang paling dia idam-idamkan.

Berat badan turun, gaun pertunangan selesai dibuat, cincin impian ditemukan dan seluruh anggota keluarga dikompirmasikan akan hadir semua. Kebahagiaan bertubi-tubi untuk Audrey.

Stuart yang sedari tadi melihat Audrey diambang pintu berusaha menahan tawanya ketika Audrey sedang tersenyum-senyum sendiri sampai menggerak-gerakan tubuhnya dibalik kaca riasnya bak photo model membuat Stuart gemas dibuatnya.

Stuart tak tahan lagi, ia memeluk Audrey dari belakang dan melihat pantulan dirinya dicermin besar dihadapannya.

"Kenapa kau senang sekali ?" Tanya Stuart, Audrey memegang tangan Stuart yang melingkar dipinggangnya.

"Aku sedang bahagia"

"Apa yang membuatmu bahagia ?"

"Kau" jawab Audrey, Stuart tersenyum dan memabalikan tubuh Audrey memegang pipinya dengan kedua tangannya dan tersenyum.

Stuart mencium kening Audrey "kepala ini hanya boleh untuk memikirkanku saja" ujar Stuart, Audrey sedikit terkekeh dan kemudian mengangguk.

Stuart mencium kedua kelopak mata Audrey bergantian "mata ini hanya untuk melihatku saja" pipi Audrey sudah memerah.

Stuart mencium hidung Audrey "hidung ini hanya untuk menghirup aromaku saja" Audrey sudah tak bisa menyembunyikan senyumannya

^^

Stop.... !!! Author udah senyam-senyum sendiri karena Stuart

Lanjutin Ah... dipart selanjutnya yg manis-manis nya.

Hehehe...

Shadow Of The Darkness (The End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang