CHAPTER 13

473 68 1
                                    


"Menangislah, aku tidak mau melihatmu sedih, Jisoo-chan."

Jisoo membelalakkan matanya tak percaya mendengar ucapan Jungkook beberapa detik yang lalu.

Masih dengan posisi yang sama gadis itu mendongkakkan kepalanya menatap wajah Jungkook.

"Jungkook," Ucapnya lirih. Gadis itu tidak pernah menduga kalau laki-laki itu akan memeluknya disini.
Ingin rasanya Jisoo segera melepas pelukan Jungkook, namun ia malah semakin mengeratkan pelukannya pada Jisoo. Membuat perasaan bersalah makin menyelimuti hatinya.

"Kumohon lepaskan, Jungkook." Cicitnya pelan. Sungguh ia tidak sanggup berada dalam pelukan Jungkook yang memiliki bentuk tubuh sangat mirip dengan Jeongguk.

Setelahnya, Jungkook mulai melonggarkan pelukan pada tubuh Jisoo. Tubuhnya sedikit menunduk agar dapat melihat wajah gadis di hadapannya dengan jelas.

"Kenapa kau menangis?"

Gadis itu hanya menggeleng. Diusapnya kasar ujung mata yang masih menguarkan air.

"Hanya kelilipan." Sahutnya lalu tersenyum.

Jungkook sedikit terkejut ketika melihat Jisoo tersenyum. Jujur, gadis itu terlihat lebih cantik saat tersenyum.

Melihatnya, Jungkook ikut-ikutan tersenyum. "Kau tidak pandai berbohong."

Jisoo tidak menghiraukan ucapan Jungkook tadi. Gadis itu lantas melangkah menuju kursi yang biasa ia duduki di tempat ini.

"Ada yang ingin aku katakan." Katanya tanpa menatap Jungkook yang ikut duduk di sebelahnya.

Jungkook menatap Jisoo heran. Jarang sekali gadis mau mengatakan suatu hal tanpa Jungkook tanya terlebih dahulu, ini momen langka bagi Jungkook.

"Katakan saja."

Jisoo menarik napas panjang, netranya fokus menatap kearah kedua kakinya. "Bagaimana perasaamu saat kau ditinggal orang yang sangat berharga bagimu tepat dihari ulang tahunmu sendiri?"

Dasi Jungkook berkerut, "Mengapa kau menanyakan itu?"

Jisoo hanya menggeleng, "Hanya ingin tahu."

"Tentu saja, itu menyedihkan. Aku bahkan tidak bisa memikirkan apa yang akan ku lakukan kalau hal itu sampai terjadi padaku."

Jisoo tertawa hambar lalu melanjutkan, "Bagaimana kalau yang melakukannya adalah saudara kandungmu sendiri?"

"Maksudmu?"

"Maksudku, bagaimana kalau sahabat terdekatmu, satu-satunya orang yang memahamimu, terbunuh tepat di hari ulang tahunmu? Dan saat kau tahu, pembunuhnya adalah kakakmu sendiri. Apa yang akan kau rasakan?" Jisoo menolehkan kepalanya pada Jungkook yang menatapnya bingung.

"Itu mengerikan, Jisoo-ya. Lagipula siapa yang mau mengalami hal itu? Kenapa tiba-tiba kau menanyakan hal itu?"

"Karena, orang yang mengalami hal itu adalah aku."

Seketika tubuh Jungkook menegang. Tak terpikirkan dibenaknya seorang gadis yang masih duduk di bangku kelas 2 SMA itu pernah mengalami hal paling mengerikan dalam hidupnya. Mungkin hal itulah yang membuat Jisoo sampai menutup diri pada semua orang termasuk dirinya.

"Dan kau tahu lagi," Tambah gadis itu.

"Apa?"

"Sahabatku itu, sangat mirip denganmu. Nama kalian mirip, bahkan tahi lalat yang ada di wajahnya juga sama seperti yang ada di wajahmu. Bahkan, kukira Tuhan sengaja menghidupkan kembali Jeongguk untukku, tapi ternyata tidak. Kalian berbeda."

"Siapa namanya?"

"Jeongguk, Jeon Jeongguk."

Mendengar penuturan Jisoo barusan, tubuh Jungkook terasa diguyur air es. Dadanya terasa sedikit sesak, kepalanya mulai pusing hingga pandangannya mendadak kabur.

Jisoo berjalan gontai menuju rumahnya. Perasaannya sedikit tidak enak setelah mengutarakan isi hatinya pada Jungkook barusan, juga akibat Jungkook tiba-tiba menjadi pendiam. Pria itu bahkan tidak mengajak gadis itu latihan padahal sebentar lagi praktek akan dilaksanakan.

Matanya menatap lurus ke bawah mengamati sepatu yang ia kenakan sembari melangkahkan kakinya menuju rumah, hingga langkahnya terhenti setelah melihat sepasang sepatu kulit warna hitam berada di depan jalannya.

Gadis itu segera mendongkak dan terkejut mendapati siapa pemilik sekaligus pemakai sepatu hitam itu,

Jimin.

Jisoo terlonjak hingga tubuhnya mundur beberapa langkah ke belakang.

"Apa yang sedang kau lakukan disini?" Tanyanya heran.

Jimin hanya menatap Jisoo datar, "Apa kau tidak punya pertanyaan lain selain itu?"

Jisoo mematung di tempat. Mulutnya mendadak sulit untuk mengeluarkan kata-kata.

Melihat respon Jisoo yang hanya diam di tempat, Jimin segera membalikkan tubuhnya dan berjalan menjauh.

"Sudahlah aku hanya ingin pulang ke rumah saat ini." Ujarnya polos. Jisoo bahkan tidak percaya dengan ucapan kakaknya beberapa detik lalu.

Jisoo tidak bodoh. Ia tahu pasti ada suatu hal yang sedang Jimin rencanakan saat ini. Tidak mungkin seorang Jimin tiba-tiba ingin pulang ke rumah. Jisoo pikir harusnya saat itu Jimin mendekam di penjara khusus anak-anak karena perbuatannya dulu. Tapi nyatanya toh, saat ini pria itu masih bisa berkeliaran dengan bebas.

"Hei apa yang kau lakukan disitu?" Jimin menolehkan kepalanya kearah Jisoo yang masih terdiam di tempat.

"Tidak usah berpikir macam-macam, aku tidak akan melakukan apapun padamu."

"S-serius?"

Jimin mengangguk. "Ayo, kita pulang ke rumah. Aku tak sabar ingin makan malam dengan adik perempuanku." Pria itu berbalik melangkahkan kakinya menghampiri Jisoo lalu merangkulnya. Tak lupa sebuah senyum yang membuat kedua matanya menghilang ia ulas di wajahnya.

Jisoo menarik napas panjang. Hanya satu malam atau sampai besok hari, ia harus mempercayai Jimin. Walaupun sebenarnya ia tahu, ia tidak akan bisa benar-benar tertidur malam ini.[]

__________

To be continue

°Author's Note°

Pencet bintang bisa kali ya:)

butterfly;「jungkook」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang