03 - Romantis Wisnu

1.2K 117 18
                                    

Entah ada angin apa, baru kali ini Luna benar-benar merasakan kencan yang sesungguhnya, walaupun hanya duduk di warung sate pinggir jalan dan membicarakan hal-hal sederhana bersama dengan Wisnu yang kali ini menepati janji untuk meninggalkan ponsel dan Nintendo DS di mobil sehingga, perhatian Wisnu sepenuhnya hanya tertuju pada Luna.

"Kamu sampai kapan mau lihatin aku? Gak di makan sate-nya? Kan, kamu yang pesan."

Luna tertawa mendengar ucapan Wisnu dengan mulut penuh tersebut. Luna menggelengkan kepala. "Enggak, deh. Aku lupa. Aku gak suka daging kambing. Sukanya daging sapi."

Wisnu memutar bola matanya. "Aku baru dengar ada sate sapi, loh."

Lagi, Luna tertawa sebelum bertopang dagu menatap lahapnya Wisnu menghabiskan sate miliknya. Untungnya, Luna juga memesan mie goreng yang setidaknya bisa dia makan selain sate. Luna tak suka daging kambing dan dia serius tak mengerti kenapa dia memesan sate kambing. Syukurlah, Wisnu suka sate kambing dan bisa menghabiskan pesanan Luna yang satu itu.

"Abisin, ya."

Wisnu mengerucutkan bibir. "Iya, Sayang."

Luna tertawa lagi. Rasanya sangat aneh mendengar Wisnu memanggilnya dengan sebutan sayang, terdengar sangat menjijikan. Tapi Luna tak keberatan sama sekali. Jarang-jarang Wisnu bisa semanis seperti hari ini.

"Abis ini kita ke Monas, ya? Atau ke Kota Tua atau ke Ancol. Surga banget di sana kalo malam." Luna mengajak dengan nada ceria.

Wisnu mengangguk patuh dan fix, Luna akan menandai tanggal di kalender hari ini sebagai hari terbaik yang pernah ada.

Selama pacaran, seperti yang pernah diceritakan sebelumnya, Luna bisa menghitung berapa kali mereka berkencan. Itu pun juga tak lama karena Wisnu selalu punya alasan yang membuatnya mengakhiri kencan mereka begitu saja dan berakhiran di rumah, bermain games tanpa ada yang bisa melarang.

Luna bahkan masih ingat saat ulangtahunnya yang ke-20, Wisnu sama sekali tak mengucapkan apapun pada hari H dan baru mengucapkan selamat ulangtahun setelah satu minggu berlalu begitu saja.

Parah. Siapa cewek yang tahan berpacaran dengan Wisnu selain Luna?

Mungkin, itu juga yang menjadi alasan utama Wisnu bertahan dan terus mencoba mempertahankan Luna di sisinya.

Selesai makan, Wisnu melajukan mobil pinjamannya ke Pantai Karnaval Ancol, yang lebih dekat dari tempat mereka makan tadi. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam dan suasana tepi pantai Ancol mungkin tak seramai siang atau sore tadi, tapi justru suasana seperti ini yang Luna sukai. Tenang dan penuh kedamaian.

"Kalo kayak gini, aku sering-sering aja ngambek biar kamu baik-baikin kayak hari ini. Aku bahagia banget hari ini, Nu!" Luna mengeratkan pelukannya pada lengan Wisnu.

Wisnu terkekeh geli, menyandarkan kepalanya pada puncak kepala Luna yang juga bersandar pada bahunya. Keduanya duduk di tepi pantai Marina, menikmati angin malam dan deru ombak yang benar-benar seakan memberi refleksi otak setelah seharian mereka berkutat dengan panas dan kemacetan di Jakarta.

"Laluna."

"Ya?" Luna menjawab panggilan Wisnu dengan singkat, matanya terpejam saking menikmatinya suasana malam di tepi pantai. Rasanya sangat menyenangkan.

Wisnu menghela napas. "Masih ingat kalo kamu pernah bilang ke aku, kamu mau nikah dengan tema outdoor dan kalo bisa, di pulau kecil dekat pantai?"

Luna menjawab pertanyaan Wisnu dengan anggukkan kepala, tanpa membuka mata dan mengubah ekspresi bahagianya.

"Gimana kalo Bali atau Lombok? Aku udah perhitungkan matang-matang. Aku mau ngabulin keinginan kamu itu."

BumerangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang