Padahal, baru semalam Roy sendiri yang melihat dengan mata kepalanya jika Davi melihat jelas apa yang dilakukan Nara di depan rumahnya, bersama seorang pria yang sepertinya seusia dengan Wisnu. Okay, Roy memang hanya melihat mereka saling menggenggam tangan satu sama lain, tapi ini Indonesia, bukan Barat. Saling menggenggam tangan satu sama lain itu cukup menjelaskan seperti apa hubungan mereka.
Bodohnya, pagi ini Roy menuruti perintah Davi untuk menjemput Nara di depan gang rumahnya.
Sepanjang perjalanan, Davi terlihat sangat pasrah akan segala sesuatu yang terjadi. Cowok itu menatap sisi jalan yang dilewati dengan tatapan hampa dan sejujurnya, pemandangan itu membuat Roy tersiksa.
Davi jelas bukan bos yang baik. Dia egois dan memerintah semaunya, tapi Roy seakan bisa memahami semua sikap Davi kepadanya. Dulu, Roy juga pernah muda, tapi masa mudanya cukup bahagia, tidak seperti Davi yang dilanda sangat banyak masalah. Davi tak akan bisa menikmati masa mudanya dengan normal dan sebisa mungkin Roy mendampingi Davi supaya cowok itu tak mengambil langkah yang salah untuk menikmati masa mudanya.
Mobil yang Roy kendarai berhenti di depan gang rumah Nara dan Roy menoleh, Davi terlihat tengah melamun. Roy bahkan tak yakin dia menyadari jika mobil sudah sampai di tempat tujuan, tapi Davi menepis ketidakyakinan Roy tersebut.
"Pak Roy, lupain, ya."
Roy mengangkat satu alis, bingung. "Lupain apa, Mas?"
Akhirnya, Davi menoleh dan dia tersenyum tipis. "Yang semalam Pak Roy lihat juga. Positif aja, mungkin itu saudara sepupunya Nara."
Roy diam, mencoba menjaga perasaan Davi. Jika saja dia punya nyali, ingin rasanya Roy berteriak memaki kebodohan Davi: Cewek kamu selingkuh, Mas Davi! Ngapain dipertahanin cewek kayak gitu?!
Davi meraih ponsel dan mengirimkan pesan kepada Nara.
Udah di depan gang. Cepet ke luar. Gak pake lama.
Untunglah, dalam waktu singkat, Nara langsung membalas: Iya, Bawel!
Davi meletakkan kembali ponselnya ke saku jaket yang dia kenakan. Dia menatap ke luar kaca dan selang beberapa lama, Davi sudah mendapati Nara yang melangkah mendekat sebelum akhirnya masuk ke dalam mobil, duduk di samping Davi sambil berujar ceria, "Selamat pagi!"
"Selamat pagi, Gendut." Davi balas menyapa, membuat Nara mengerucutkan bibir.
"Bukan gendut, tapi bahagia!" Protes Nara.
Davi menggeleng. "Enggak, maunya panggil Gendut aja."
Nara memukul lengan Davi. "Ih, nyebelin!"
Keduanya saling beradu canda tawa dan Roy cukup salut melihat bagaimana mudahnya seorang Davino Alaric Syahm yang semula terlihat sangat murung, tiba-tiba dapat bertingkah seakan-akan tak terjadi apapun dan Nara tak memiliki salah apapun. Benar-benar aktor yang sangat berbakat.
☢☢☢
Pagi tadi, Luna mendapat telepon dari Maura. Maura mengajak Luna bertemu selesai Luna mengajar dan Luna mengiyakan. Di sinilah keduanya berada sekarang. Sebuah restoran tak jauh dari tempat Luna mengajar. Luna tak menyangka dia baru saja mendengar berita baik ketika akhir-akhir ini kepalanya ingin pecah oleh berita-berita buruk.
Maura hamil dan kandungannya sudah menginjak angka lima bulan.
"Ah, aku gak kebayang gimana wajah anak kalian nanti! Ayah sama Ibunya aja udah sempurna gitu!" Luna sangat bersemangat mendengar kabar baik dari Maura.
Maura terkekeh. "Aamiin. Terus gimana kamu? Kapan ada rencana mau nikah?"
Satu pertanyaan sialan yang selalu sukses membuat gondok siapapun yang memang sedang berada dalam usia matang dan siap untuk menikah, tapi tak memiliki calon alias jomblo. Luna termasuk jomblo itu sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumerang
General FictionLuna baru benar-benar menjalin hubungan serius bersama Wisnu meskipun, Wisnu tak jarang membuat Luna naik darah. Di saat hubungan mereka hendak meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, sesuatu terjadi dan terpaksa membuat mereka saling menahan keingi...