Tak ada satu hari pun yang dapat Luna lalui tanpa memikirkan Wisnu dan rasa penasarannya akan keberadaan Wisnu, serta alasan sebenarnya kenapa Wisnu tega mengatakan jika dia ingin break dari hubungan yang padahal Luna yakini baik-baik saja. Tiap hari Luna mengirim pesan kepada Wisnu, tapi tak ada satu pun pesan yang dia baca dan sungguh, tak pernah Luna merasa sekecewa ini sebelumnya.
Tiap malam lebih menyiksa. Tak ada malam yang tak Luna lalui tanpa semua kenangan masa lalunya dengan Wisnu. Tentang bagaimana mereka bertemu di sebuah acara, tentang bagaimana Wisnu mengajak Luna berpacaran beberapa saat setelah acara, tentang bagaimana Luna yang kesal setengah mati karena Wisnu sering mengabaikannya hanya untuk games online kesukaannya. Tentang kencan-kencan gagal mereka. Semua yang mereka lalui.
Hari ini, Luna berusaha menghapus semuanya. Cewek itu mengumpulkan semua barang yang mengingatkannya pada Wisnu sebelum akan membagikannya ke sebuah panti asuhan. Mulai dari boneka, kaus, buku, dan lain-lain. Tak peduli apapun itu, Luna akan memberikannya ke panti asuhan dan dia sudah bersumpah pada dirinya sendiri untuk tetap tegar, melupakan Wisnu secara penuh.
Mengingat sekarang hari Minggu, Luna sudah menyeret supir sang ayah untuk mengantarnya ke panti asuhan. Padahal, supir itu sedang libur, tapi Luna tak peduli. Bahkan, Luna berjanji akan memberikan bonus kepada supir itu sekembalinya dia dari panti asuhan.
Sesampainya Luna di panti asuhan, Luna langsung di sambut anak-anak yang sudah menantikan kehadirannya. Memang sehari sebelumnya, Luna sudah menghubungi pihak panti asuhan jika dia mau datang, sekaligus mengonfirmasi supaya Luna datang di saat tepat, tidak di saat ada orang lain yang mau datang atau di saat panti asuhan itu mengadakan acara lain.
Luna menghabiskan hampir satu jam berada di panti asuhan dan berpamitan pergi dari panti asuhan setelah bermain dan menyapa satu per satu anak di sana. Sebenarnya berat melepaskan barang-barang pemberian Wisnu, tapi melihat kebahagiaan di wajah anak-anak itu, Luna mencoba ikhlas. Lagipula, siapa suruh Wisnu memberikan barang-barang anak kecil kepadanya dan pergi begitu saja tanpa kejelasan?
"Mau langsung pulang atau gimana, Mbak Luna?"
Luna menatap ke luar kaca sambil menghela napas. "Ke mana aja, deh, Pak. Yang penting, jangan langsung ke rumah dulu. Saya lagi galau."
Si supir meringis mendengar jawaban Luna. "Mau ke tempat yang tenang atau rame, Mbak? Saya rekomendasiin, deh."
Luna nyengir. "Yang gak begitu rame aja, lah, Pak. Orang lagi galau. Masa ke tempat rame?"
Si supir bernama Pak Yadi itu mengangguk dan segera melajukan mobil ke tempat yang menurutnya tak begitu ramai dan mungkin, akan cocok untuk kondisi Luna sekarang.
☢☢☢
Davino Alaric Syahm menundukkan kepala sambil menyatukan jari-jari tangannya. Berharap cemas semoga apa yang dia khawatirkan tidak benar-benar terjadi. Davi tak peduli dengan penampilannya saat ini. Dia belum mengganti pakaian yang dia gunakan untuk syuting sebuah iklan dan langsung menuju ke rumah sakit ketika dokter menghubunginya dan meminta Davino untuk segera ke rumah sakit karena kondisi Wisnu yang menurun drastis.
Sudah tiga puluh menit berlalu sejak Davi sampai dan dia masih harus menunggu di luar karena dokter tengah memeriksa kondisi Wisnu. Beberapa orang menatapnya, pasti mengenali dan ingin sekali menyapa, tapi Roy dengan sigap menghalangi orang-orang itu, dibantu beberapa orang petugas keamanan, memberi Davi ruang untuk privasinya.
Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya datang dengan seorang cowok dan langsung menghampiri Davi yang terlihat sangat frustasi.
"Davino, gimana keadaan Wisnu?" Wanita itu bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumerang
General FictionLuna baru benar-benar menjalin hubungan serius bersama Wisnu meskipun, Wisnu tak jarang membuat Luna naik darah. Di saat hubungan mereka hendak meningkat ke jenjang yang lebih tinggi, sesuatu terjadi dan terpaksa membuat mereka saling menahan keingi...